Krisis Air Bersih di Borobudur Meluas, Pembangunan Pariwisata Ikut Berdampak
Kekeringan terus terjadi di kawasan Borobudur di Kabupaten Magelang. Selain karena keterbatasan sumber air, hal ini diduga terjadi karena maraknya pembangunan bangunan pendukung pariwisata.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kendati menjadi destinasi utama pariwisata Jawa Tengah, kawasan Borobudur di Kabupaten Magelang masih rentan dilanda kekeringan. Jumlah wilayah di Kecamatan Borobudur yang mengajukan bantuan air bersih selalu bertambah. Kondisi ini diduga salah satu dampak maraknya pembangunan sarana pariwisata, seperti penginapan.
Sejak Juni hingga Jumat (1/10/2021), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang telah mendistribusikan 164 tangki atau 820.000 liter air untuk mengatasi kekeringan. Dari jumlah tersebut, 760.000 liter air disalurkan di tujuh desa di Kecamatan Borobudur.
Kepala Seksi Logistik BPBD Kabupaten Magelang Nurhadiyanta mengatakan, desa-desa di Kecamatan Borobudur memang menjadi wilayah yang rutin mengajukan permintaan air bersih setiap musim kemarau. ”Selama tiga tahun terakhir, jumlah desa yang mengajukan permintaan air bersih juga cenderung bertambah,” ujarnya, Jumat (1/10/2021).
Dua tahun lalu, misalnya, Desa Karangrejo yang sebelumnya tidak pernah meminta bantuan air, akhirnya mengajukan ke BPBD. Adapun tahun ini, Desa Wanurejo menjadi wilayah terakhir di Kecamatan Borobudur yang mengajukan bantua air bersih.
Saat ini, ada tujuh desa di Kecamatan Borobudur yang mengajukan permintaan air bersih. Selain Wanurejo dan Karangrejo, lima desa lain adalah Kembanglimus, Candirejo, Kenalan, Giritengah, dan Wringinputih. Selain untuk kawasan Borobudur, 60.000 liter air bersih disalurkan ke Desa Treko di Kecamatan Mungkid, SMPN 3 di Kecamatan Pakis, dan Desa Sumberejo, Kecamatan Mertoyudan.
Nurhadiyanta mengatakan, Borobudur dan Salaman adalah kecamatan yang setiap tahun mengajukan permintaan air bersih. Namun, tahun ini, tiga desa yang kerap mengalami kekeringan di Kecamatan Salaman, tidak lagi mengajukan permintaan karena di setiap desa telah dibangun jaringan air bersih dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas).
Kekeringan di Kecamatan Borobudur diduga juga terjadi sebagai dampak pembangunan kawasan pariwisata. (Nurhadiyanta)
Selain karena belum mendapatkan program serupa, kekeringan di Kecamatan Borobudur diduga juga terjadi sebagai dampak pembangunan kawasan pariwisata. ”Banyaknya bangunan baru pendukung pariwisata, seperti homestay, penginapan, dan restoran, pada akhirnya membuat kebutuhan air bersih di daerah tersebut terus meningkat. Sementara di sisi lain, sumber air yang tersedia relatif terbatas,” ujarnya.
Sebagian homestay yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat diberi kelengkapan fasilitas jaringan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air disuplai dari Kecamatan Candimulyo. Namun, lebih banyak rumah warga dan homestay yang hingga saat ini tetap kesulitan air bersih.
Hendra Septiawan, Kepala Dusun Soropadan, Ngentak, dan Barepan di Desa Wanurejo, mengatakan, Soropadan menjadi salah satu desa yang mengajukan permintaan air bersih ke BPBD Kabupaten Magelang. Di Dusun Soropadan, kini juga mulai tumbuh homestay dan penginapan. ”Tahun-tahun sebelumnya, kami tidak mengajukan permintaan air bersih karena bisa mencukupi kebutuhan air dari desa-desa tetangga,” ujarnya.
Suplai bantuan air bersih tersebut biasanya didapatkan dari Kecamatan Mungkid dan Sawangan. Saat mobil tangki dari dua kecamatan tersebut datang, warga biasanya akan langsung menyiapkan tangki dan ember-ember besar di tepi jalan untuk menampungnya.
Riyanti, salah seorang perangkat Desa Wanurejo yang juga warga Dusun Soropadan, mengatakan, setiap musim kemarau, dia biasa membawa tangki dan meminta bantuan air dari desa-desa lain yang dilewatinya saat perjalanan untuk bekerja di Balai Desa Wanurejo. ”Saat libur pada hari Sabtu atau Minggu, saya bahkan membawa setumpuk cucian baju dan mencuci di kamar mandi di balai desa Wanurejo,” ujarnya.
Untuk mendapatkan air, sumur milik warga Dusun Soropadan biasanya harus digali sedalam 17 meter atau lebih. Pada musim kemarau, air sumur biasanya berwarna kekuningan atau terlihat mengandung minyak sehingga tidak layak dikonsumsi.