Surabaya, Jawa Timur, menjadi proyek percontohan wisata medis di Indonesia dengan pengalaman, jaringan rumah sakit, dokter ahli, dan fasilitas penunjang layanan kesehatan aman, nyaman, bermutu, dan berkelas dunia.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Surabaya, Jawa Timur, menyambut penunjukannya sebagai salah satu proyek percontohan wisata medis di Indonesia. Surabaya merasa siap bersaing dengan mancanegara sebagai salah satu daerah tujuan tamasya kesehatan dunia.
Demikian diutarakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat Soft Launching Medical Tourism Surabaya dan Penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama tentang Penyelenggaraan Layanan Wisata Medis (Medical Tourism) di Kota Surabaya, Senin (27/9/2021).
Dalam acara itu diluncurkan aplikasi https://medicaltourism.id/ dan webinar tentang prospek wisata medis. Aplikasi menghubungkan industri kesehatan dan ekosistem wisata di Indonesia termasuk Surabaya.
Ibu kota Jatim ini menjadi proyek percontohan bersama Medan (Sumatera Utara), Jakarta, dan Bali, antara lain, karena berkarakter metropolitan atau kota besar yang berfasilitas kesehatan unggul dan berkualitas.
Wisata medis berupa perjalanan dari atau ke luar daerah bahkan luar negeri untuk mendapatkan pemeriksaan dan tindakan kesehatan yang dianggap aman, nyaman, dan berkualitas. Misalnya, pemeriksaan badan menyeluruh (general check up), perawatan (treatment), operasi, terapi, bahkan rehabilitasi.
Dalam industri kesehatan, pasien dan keluarga yang mendampinginya cenderung mencari pelayanan terkait wisata saat, selama, atau setelah pemeriksaan dan tindakan kesehatan tadi.
Eri mengatakan, hampir 70 persen pasien luar negeri yang berobat di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam berasal dari Indonesia. Sebagian bahkan banyak ternyata warga Surabaya. Sejumlah warga yang pernah bercerita kepadanya mengatakan, berobat ke mancanegara karena percaya di sana lebih baik daripada di Surabaya.
”Lha tidak sedikit yang cerita, Pak, ternyata di sana sama saja diagnosisnya dengan di Surabaya. Berarti dokter-dokter di Surabaya juga hebat-hebat,” kata Eri.
Pengalaman itulah yang kembali mengingatkan Surabaya tentang potensinya sebagai tujuan utama layanan publik terutama bagi kawasan Indonesia tengah dan timur. RS terkemuka di Surabaya, antara lain, RSUD Dr Soetomo sudah cukup lama menjadi rujukan penting bagi kalangan pasien penyakit khusus dan sulit dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Berarti dokter-dokter di Surabaya juga hebat-hebat. (Eri Cahyadi)
Masyarakat dari Indonesia tengah dan timur termasuk dari kalangan mampu, lanjut Eri, amat mungkin memilih Surabaya daripada ke mancanegara karena lebih dekat sehingga berbagai biaya lebih murah misalnya akomodasi dan transportasi. Selain itu, pasien juga biasanya didampingi keluarga yang selama atau setelah pengobatan mungkin membutuhkan layanan pendukung yang prima dalam transportasi, akomodasi, konsumsi, dan pariwisata.
”Surabaya ingin memberikan pelayanan premium sehingga yang tidak ingin ke mancanegara untuk berobat, ya, ke Surabaya. Misalnya, sebelum pergi daftar dulu dan akan diarahkan ke rumah sakit mana, menginap di hotel apa, disiapkan kendaraan dan diantar dijemput dari dan ke bandara bahkan ke obyek-obyek wisata yang diinginkan. Ini kolaborasi,” kata Eri.
Meski demikian, Medical Tourism Surabaya baru akan resmi diluncurkan pada 10 November 2021 bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan yang berkaitan dengan Pertempuran Surabaya. Sampai dengan peluncuran resmi, lanjut Eri, pemerintah, rumah sakit, swasta, dan asosiasi kesehatan serta wisata akan terus berkolaborasi dalam penyempurnaan aplikasi dan sarana-sarana.
Ketua Perhimpunan RS Seluruh Indonesia (Persi) Jatim Dodo Anando mengatakan, di ibu kota Jatim ini terdapat lebih dari 50 RS yang sebenarnya mumpuni dan terspesialisasi. Dalam konteks wisata medis, sementara ada 17 RS dan laboratorium yang mengikuti program ini, di antaranya RS milik pemerintah, yakni RSUD Dr Soetomo, RSUD Dr Mohamad Soewandhi, RS Universitas Airlangga, RS Islam, RS Katolik Vincentius A Paulo (RKZ), RS Siloam, RS Premier, dan National Hospital.
”RS-RS yang bergabung sudah menyiapkan layanan unggulan masing-masing. Medical tourism ini diharapkan juga mendorong masyarakat yang sempat takut ke RS karena Covid-19 untuk datang lagi selama membutuhkan layanan kesehatan,” kata Dodo.
Rektor Unair M Nasih mengatakan, dirinya turut menggagas wisata medis bersama Wali Kota Surabaya mengingat kemampuan dokter-dokter di Surabaya sebenarnya amat mumpuni. Kepergian warga Surabaya hingga ke mancanegara untuk berobat menjadi keprihatinan sekaligus peluang untuk penyempurnaan layanan kesehatan di Surabaya.
”Kampus mencoba berkolaborasi dan berkontribusi dalam pengembangan medical tourism mengingat Unair salah satu yang terkemuka dalam kedokteran,” ujar Nasih.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Jatim Imam Mahmudi mengatakan, bersama fasilitas kesehatan dan pemerintah, pihaknya segera menyusun paket atau program wisata medis yang akan terkoneksi dengan aplikasi. Dari sana akan diketahui harga layanan yang akan diberikan termasuk berbagai fasilitas yang diperlukan.
”Kami melihat Surabaya sangat potensial dan mampu bersaing dalam medical tourism dengan mancanegara,” katanya.