Polri Bongkar Dua Pabrik Obat Keras Ilegal di DIY, 30 Juta Butir Pil Disita
Badan Reserse Kriminal Polri membongkar keberadaan dua pabrik yang memproduksi obat keras ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Petugas menangkap beberapa tersangka dan menyita lebih dari 30 juta butir obat keras.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri membongkar dua pabrik obat keras ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Petugas menangkap beberapa tersangka dan menyita lebih dari 30 juta butir obat keras. Selama ini, obat-obat keras itu biasa dikirim ke sejumlah provinsi, misalnya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Krisno H Siregar mengatakan, keberadaan dua pabrik di DIY itu diketahui setelah polisi mengungkap kasus peredaran obat keras dan psikotropika di sejumlah kota pada 13-15 September 2021. Dalam kasus itu, petugas menyita lebih dari 5 juta butir pil yang tergolong obat keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, Double L, dan Aprazolam dari beberapa kota, yakni Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jakarta Timur.
”Setelah ditelusuri, kami mendapat petunjuk bahwa obat-obat itu dikirim dari Yogyakarta sehingga kami mengajak teman-teman dari Polda DIY untuk mengejar para tersangka,” ujar Krisno dalam konferensi pers di pabrik produksi obat keras di wilayah Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, Senin (27/9/2021).
Krisno memaparkan, pada Selasa (21/9/2021) pukul 23.00, tim Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri bersama Polda DIY menggerebek gudang produksi obat di wilayah Kasihan, Bantul. Dalam penggerebekan itu, petugas menemukan mesin produksi obat, berbagai jenis bahan kimia untuk membuat obat, serta obat-obat keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, Double L, dan Irgaphan.
Dalam penggerebekan itu, polisi juga menangkap tersangka berinsial WZ (53) yang bertugas sebagai penanggung jawab pabrik tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan, WZ mengaku memiliki atasan berinisial DA (49). Kemudian, pada Rabu (22/9) pukul 00.15, DA berhasil ditangkap petugas kepolisian di sebuah perumahan di wilayah Kasihan.
Saat diperiksa, DA menyebut masih ada satu pabrik lain yang berlokasi di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman. Oleh karena itu, pada Rabu (22/9/2021) pukul 02.15, polisi menggerebek pabrik di Banyuraden tersebut. Setelah itu, pada pukul 03.30, polisi menangkap satu tersangka lain berinisial JSR (56) yang juga merupakan kakak dari tersangka DA.
Menurut Krisno, JSR masih memiliki seorang atasan yang berinsial EY yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). ”Berdasarkan keterangan dan bukti-bukti yang kami dapat, barang-barang ini sudah dikirim berdasarkan perintah EY ke beberapa kota di Indonesia. Ada di Jakarta Timur, Bekasi, Cirebon, dan sekitarnya, beberapa kota di Jawa Timur, lalu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur,” ujarnya.
Selain menangkap beberapa tersangka, polisi juga menyita 30.345.000 butir obat keras yang telah dikemas. Dalam kasus tersebut, polisi juga menemukan beberapa mesin untuk produksi obat keras serta bahan kimia yang digunakan untuk membuat obat. Berdasarkan keterangan para tersangka, pabrik produksi obat keras itu sudah beroperasi sejak 2018.
Para tersangka yang mengelola dua pabrik tersebut tidak memiliki izin dan keahlian di bidang farmasi.
Berbahaya
Menurut Krisno, obat-obat yang diproduksi oleh dua pabrik di DIY itu tergolong sebagai obat keras yang ilegal. Hal ini karena para tersangka yang mengelola dua pabrik tersebut tidak memiliki izin dan keahlian di bidang farmasi. Apabila dikonsumsi, obat-obat tersebut bisa membahayakan kesehatan karena bisa membuat peminumnya mengalami depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, sulit berjalan dan bicara, kejang-kejang, cemas, dan berhalusinasi.
Oleh karena itu, Krisno mengatakan, kepolisian akan melanjutkan pengungkapan kasus ini untuk mencari pelaku lain yang terlibat. Kepolisian juga akan menyelidiki bagaimana para pelaku mendapatkan bahan-bahan kimia untuk memproduksi obat keras. ”Bahan-bahan kimia ini berasal dari luar negeri produsennya, utamanya dari China,” ungkapnya.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan, total 13 tersangka ditangkap terkait dengan peredaran obat keras yang bersumber dari dua pabrik obat di DIY. Dia menyebutkan, kepolisian akan terus mengembangkan penyidikan kasus peredaran obat keras ilegal itu.
”Dari 13 tersangka tersebut, akan berkembang dengan tersangka-tersangka lainnya karena akan kami upayakan membuka transaksi dan komunikasi yang mereka lakukan sehingga jaringan peredaran obat-obat keras dan berbahaya ini dapat ditanggulangi dengan baik,” ucap Agus.
Agus memaparkan, untuk menanggulangi peredaran obat keras dan berbahaya, Bareskrim Polri akan terus melakukan operasi di beberapa wilayah melalui kerja sama dengan aparat kepolisian di daerah. Dia menambahkan, peredaran obat-obat keras itu berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penindakan terhadap peredaran obat keras menjadi salah satu target operasi Bareskrim Polri.