Aba-aba Waspada Pelonggaran Pembatasan di Jateng
Hampir semua kepala daerah mengimbau warga tetap waspada di tengah pelonggaran. Skor Indeks Pengendalian Covid-19 Jateng berada pada 70 poin, di bawah skor nasional sebesar 73.
Tren penurunan kasus Covid-19 disambut antusias semua daerah di Jawa Tengah, yang sudah terbebas dari staus level 4 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Namun, euforia bisa membawa bahaya. Aba-aba waspada mulai muncul setelah temuan kasus positif Covid-19 di tengah pembelajaran tatap muka terbatas.
Jawa Tengah sempat menjadi sorotan nasional setelah terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Kudus mulai akhir Mei 2021. Bahkan, daerah merah merembet ke daerah lain, termasuk Kota Semarang hingga Solo Raya. PPKM secara nasional pun diberlakukan sejak 3 Juli 2021 hingga kini.
Namun, seiring berjalannya PPKM, kasus di Jateng perlahan terkendali sejak akhir Agustus 2021. Data Corona.jatengprov.go.id, kasus aktif Covid-19 (dirawat/isolasi) di Jateng sempat mencapai 36.938 orang pada 3 Agustus. Namun, jumlahnya terus turun hingga 11.972 orang pada 29 Agustus. Angka itu turun lagi hingga 4.018 kasus aktif per 23 September.
Sebenarnya njenengan (Anda) siap apa tidak melaksanakan PTM? Kalau siap, jangan sampai seperti ini.
Tak ada lagi antrean di instalasi gawat darurat (IGD) RS seperti saat puncak lonjakan. Tingkat keterisian tempat tidur isolasi Covid-19 juga terus menurun, hingga di bawah 30 persen. Bahkan, beberapa kabupaten mengumumkan RS rujukan Covid-19 mereka sudah tak lagi merawat pasien Covid-19.
Baca juga : Fokus Evaluasi Setelah Muncul Kluster, PTM di Jepara Ditunda
Seiring menurunnya kasus Covid-19, tak ada lagi daerah di Jateng pada level 4 PPKM. Kabupaten/kota di Jateng masuk dalam level 2 dan 3. Tak ayal, sejumlah pelonggaran dilakukan. Mulai dari jam operasional aktivitas perdagangan hingga dibukanya pembelajaran tatap muka terbatas.
Hampir semua kepala daerah mengimbau warganya untuk tetap waspada dan menaati protokol kesehatan di tengah berbagai pelonggaran. Namun, kejenuhan akan Covid-19 yang sudah 1,5 tahun mengungkung seakan membuat warga ingin ”santai” sejenak dari segala pembatasan.
Di Kota Semarang, misalnya. Dari pantauan sepekan terakhir hingga Rabu (22/9/2021), kedisiplinan memakai masker tampak di pusat kota atau lobi gedung atau perkantoran. Namun, di kawasan permukiman, terutama yang jauh dari pusat kota, relatif mudah menemukan warga yang tak memakai masker atau menurunkannya ke dagu.
Sejumlah kedai dan rumah makan di Semarang memang mengikuti batasan waktu operasional hingga pukul 21.00. Namun, tak ada pengaturan tempat duduk sesuai protokol kesehatan, seperti di salah satu kedai di Kecamatan Semarang Selatan. Para pengunjung duduk saling berhadapan di satu meja.
Joko (46), warga Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, mengatakan, sejak vaksin berjalan, beberapa warga merasa lebih aman dan tak mengenakan masker. ”Seperti ke warung, karena dianggap dekat. Lalu saat warga kerja bakti, rata-rata tak memakai masker. Padahal, mereka berinteraksi,” ujarnya.
Sementara di salah satu hotel di Kabupaten Blora, juga mulai terlihat adanya kelonggaran. Beberapa karyawan hotel sama sekali tak mengenakan masker, bahkan saat melayani tamu yang sarapan, seperti terpantau dua pekan lalu. Namun, sebagian karyawan lain selalu mengenakan masker.
”Sebenarnya kepatuhan saat ini lebih baik. Namun, karena beberapa tempat sudah dibuka sejak kasus turun, ya, mau tidak mau aktivitas berjalan lagi. Salah satunya di Lapangan Kridosono, Blora. Jadi, banyak yang olahraga. Protokol kesehatan jadi sulit,” kata Supriyo (28), warga Blora.
Secara umum, apa yang tampak di Kota Semarang dan Blora tak berbeda dengan daerah-daerah lain di Jateng selama pandemi Covid-19. Pada sektor-sektor formal, kepatuhan terhadap protokol kesehatan den pengawasan relatif terkelola. Namun, saat masuk ke pelosok, pengabaian protokol kesehatan banyak ditemukan.
Kelengahan saat PTMT
Sejumlah daerah di Jateng juga tancap gas memulai pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) begitu turun ke level 3 atau 2 PPKM, beberapa pekan lalu. Berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri, daerah minimal pada level 3 dibolehkan menjalankan PTMT dengan beberapa ketentuan. Siswa yang hadir maksimal 50 persen.
Tak dimungkiri, PTMT atau uji coba PTM diselenggarakan karena banyak orangtua murid kewalahan memantau anak belajar di rumah. Akibatnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak berjalan optimal. Sekolah-sekolah di semua jenjang lalu menyiapkan sarana-prasarana hingga prosedur standar dalam rangka menerapkan protokol kesehatan.
Akan tetapi, pelaksanaan dan pengawasan belum berjalan optimal. Awal pekan ini, 25 siswa dan tiga guru Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Muttaqin, Pecangaan, Jepara, terkonfirmasi positif Covid-19 saat menjalankan PTMT. Para guru dan siswa dilaporkan dalam kondisi baik dan tanpa gejala.
Bupati Jepara Dian Kristiandi pun menghentikan sementara PTMT di seluruh Jepara. ”Kami akan mengingatkan kembali soal protokol kesehatan dan melakukan pengecekan sarana-prasarana untuk prokes (dalam pembelajaran tatap muka). Kesehatan siswa menjadi yang utama,” ujarnya.
Baca juga : Indeks Pengendalian Covid-19: Jateng Harus Terus Berbenah
Di Purbalingga, sedikitnya 90 siswa SMPN 4 Mrebet diketahui positif Covid-19 seusai menjalani tes cepat antigen. Mereka lalu menjalani isolasi terpusat di sekolah. Tes dan pelacakan juga dilakukan.
Sementara di Kota Semarang, tujuh siswa dan guru dari empat sekolah berbeda diketahui positif Covid-19. Namun, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Gunawan Saptogiri, dari tes dan pelacakan di sekolah, tak ditemukan lagi kasus sehingga siswa diduga tertular di rumah.
Adapun di Blora, puluhan guru terkonfirmasi Covid-19 saat menjalani penapisan menjelang PTMT. Pemerintah Provinsi Jateng memberi apresiasi karena temuan tersebut menunjukkan bahwa prosedur sebelum memulai PTMT dijalankan.
Pada Jumat (24/9/2021), Gubernur Jateng Ganjar Pranowo masih menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan PTMT di SMKN 1 Tengaran, Kabupaten Semarang. Di sekitar sekolah, ia menemukan sejumlah siswa berseragam berboncengan sepeda motor serta tak memakai masker.
Ganjar yang melakukan inspeksi mendadak ke sekolah itu juga menemukan dua siswa duduk berdekatan tanpa masker. Ada juga guru mengajar dengan melepas masker.
”Sebenarnya njenengan (Anda) siap apa tidak melaksanakan PTM? Kalau siap, jangan sampai seperti ini," kata Ganjar kepada Kepala SMKN 1 Tengaran Haris Wahyudi. Merespons hal itu, Haris berjanji segera menggelar rapat evaluasi terkait pelaksanaan PTMT.
Ganjar juga telah meminta sekolah tidak asal mengklaim siap menggelar PTMT, tetapi harus benar-benar menyiapkan segalanya serta melapor kepada pemerintah. Dengan demikian, kesiapan dapat dicek dan pelaksanaannya dapat dipantau. ”Yang enggak lapor, bubarkan,” ujarnya.
Jangan kompromi
Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Ari Natalia Probandari mengatakan, uji coba PTM memang menjadi kebutuhan, terutama terkait aspek psikologis. Sebab, ada kejenuhan setelah anak-anak setahun menjalani PJJ. Namun, segala sesuatunya mesti diatur.
Saat kekebalan komunal belum tercapai, tak boleh ada tawar-menawar dalam hal protokol kesehatan. ”Kalau sampai ada kluster, saya kira sekolah tersebut harus menyetop dulu dan melakukan evaluasi. Apakah prosedurnya sudah dijalankan benar atau belum?” kata Ari.
Ia juga mengingatkan pentingnya koordinasi. Bagaimanapun, sekolah harus melaporkan kegiatannya kepada pemerintah sebagai penanggung jawab dalam pengendalian Covid-19 di masyarakat. Apabila sekolah yang menggelar PTMT melapor, pemantauan SOP dapat terus dilakukan.
Menghadapi gelombang kejenuhan masyarakat pada segala pembatasan, Ari menilai komunikasi dari para penanggung jawab wilayah di tingkat mana pun menjadi kunci. ”Penting dijelaskan mengapa pembatasan dan protokol kesehatan itu harus dilakukan. Apa dampaknya jika dilakukan atau tidak dilakukan. ”Jadi, harus terjawab. Edukasi seperti ini harus terus-menerus. Tak boleh berhenti,” lanjutnya.
Menurut Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas (IPC-19) hingga 13 September 2021, skor indeks Jateng (70 poin) masih berada di bawah skor nasional (73). Angka itu juga terpaut jauh dengan rerata skor indeks provinsi di Pulau Jawa (79). Di Jateng, skor manajemen infeksi selalu lebih rendah dibandingkan dengan manajemen pengobatan (Kompas.id, 21/9/2021).
Salah satu pekerjaan rumah bagi Jateng adalah percepatan vaksinasi. Menurut data Vaksin.kemkes.go.id per Jumat (24/9/2021) pukul 12.00, capaian vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Jateng adalah 38,56 persen dari target, hanya di atas Jawa Barat (38,52) di Pulau Jawa. Di atas keduanya ada Jawa Timur (43,17 persen), Banten (43,64 persen), DI Yogyakarta (78,93 persen), dan DKI Jakarta (125,81).
Ari menuturkan, vaksinasi harus terus digenjot guna mencapai kekebalan komunal. Seiring pelonggaran PPKM, mobilitas manusia otomatis akan meningkat sehingga risiko penularan Covid-19 juga lebih besar. Pelonggaran harus melihat juga cakupan vaksinasi secara lokal.
”Harus dicari faktornya kenapa (capaian vaksinasi) rendah. Mungkin ada faktor masyarakat yang masih menolak, tetapi mungkin juga dari faktor pelayanan. Misalnya, warga harus ke sentra vaksinasi, tetapi saat bersamaan mereka harus bekerja untuk pendapatan harian. Apabila seperti itu, perlu pendekatan lain, seperti penyuntikan vaksin dari rumah ke rumah,” paparnya.
Pemprov Jateng telah meresmikan bus vaksin untuk mempercepat capaian vaksinasi. Di Kota Tegal, vaksinasi dari pintu ke pintu juga sudah dilakukan. Selama ini, yang kerap menjadi kendala antara lain kedisiplinan pencatatan dan pendataan di aplikasi oleh petugas, yang juga memengaruhi kecepatan pengiriman vaksin dari pusat.
Di tengah pelonggaran aktivitas, temuan kasus positif Covid-19 di sekolah atau di tengah masyarakat adalah aba-aba tetap waspada. Atau, siap kembali ke masa pengetatan mobilitas.