Dekranasda Kalbar Didorong Berinovasi di Tengah Pandemi Covid-19
Dekranasda didorong berinovasi dalam menghadapi tantangan pasar di tengah pandemi Covid-19. Inovasi tersebut terutama terkait kualitas produk dan pemasaran secara daring.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memukul dunia usaha, termasuk kerajinan. Selain menurunnya omzet usaha, banyak juga usaha yang tutup. Di tengah tantangan tersebut, Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kalimantan Barat didorong berinovasi dalam hal kualitas produk dan pemasaran.
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji saat menghadiri Rapat Kerja Daerah Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kalbar, Senin (27/9/2021), menuturkan, di tengah masa pandemi Covid-19 dibutuhkan inovasi dalam segala aspek, terutama terkait produk dan pemasaran. Dekranasda hendaknya bisa membaca kondisi pasar.
”Jika hal itu dilakukan, sebetulnya pandemi tidak berdampak signifikan pada usaha kerajinan. Bahkan, saat ini diperlukan kemampuan mencari pangsa pasar baru,” ujarnya.
Sutarmidji memberikan contoh pada bidang lain, yakni tanaman hias dan usaha pertanian durian. Tanaman hias ternyata memiliki peluang pasar untuk diekspor ke Amerika Serikat. Selain itu, komoditas durian, ada usaha pengolahan pasta durian yang sudah berhasil mengekspor 53 ton pasta durian ke China dan Hongkong.
”Inovasi penting selain tes pasar,” ujarnya.
Hal itu juga bisa diterapkan pada usaha kerajinan. Sebagai contoh, usaha tenun dari berbagai etnis tetap mempertahankan kekhasan motif, tetapi perlu diberi sentuhan inovasi. Usaha ini perlu menggandeng para desainer agar produk bisa dipergunakan dalam dekorasi cara misalnya.
Setiap daerah berpotensi berkembang dengan usaha kerajinan. Kota Singkawang memiliki usaha kerajinan tanah liat (tempayan). Tempayan bisa dibuat untuk suvenir, dibentuk menjadi ukuran kecil. Hanya saja, kemasannya perlu diberi sentuhan lebih rapi dan menarik.
Di tepian Sungai Kapuas, Kota Pontianak, terdapat kerajinan topi caping. Caping bisa dibuat berukuran suvenir kecil dengan tampilan yang menarik. Ada banyak potensi budaya yang menarik. Untuk berinovasi, bisa menggandeng generasi muda.
”Semuanya perlu didukung pula dengan inovasi pemasaran secara daring,” ujarnya lagi.
Ketua Dekranasda Kalbar Lismaryani Sutarmidji menuturkan, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada usaha kerajinan, mulai dari omzet yang turun hingga ada yang tutup. Namun, ada pula yang bertahan dengan adanya pemasaran daring.
Kegiatan tersebut menjadi momentum untuk meningkatkan kembali usaha kerajinan seiring perekonomian yang perlahan membaik. Caranya, dengan membidik pasar domestik, misalnya mendorong masyarakat berpenghasilan tetap membeli produk kerajinan Kalbar.
Lismaryani berharap generasi muda mau terjun ke usaha kerajinan. Sebab, generasi muda penuh dengan ide-ide kreatif untuk meningkatkan kualitas produk. Mereka juga biasanya melek teknologi yang berguna untuk merambah pemasaran secara daring.
Ketua Harian Dekranasda Kalbar Syarif Kamaruzzaman menuturkan, Dekranasda di kabupaten/kota berperan dalam mengayomi dan mengembangkan para pelaku usaha kerajinan yang sebagian besar usah kecil dan menengah. Di sisi lain, usaha kerajinan juga berperan dalam melestarikan nilai budaya bangsa.
”Dekranasda perlu ada program yang strategis dan membangun keterpaduan mengembangkan usaha kerajinan agar bisa pulih dari dampak Covid-19,” ujarnya.
Pertemuan tersebut juga menjadi momentum mengevaluasi capaian kerja dekranasda kabupaten/kota. Selain itu merumuskan program nyata guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan data di laman Dekranasda Kalbar, setidaknya terdapat 225 produk kerajinan. Produk tersebut, antara lain, adalah anyaman, bahan alam, kerajinan tikar, lembar kain, seni kriya, serat alam, dan tas rajutan.
Maya (44), pelaku usaha dalam bidang kerajinan aksesori dari batu alam dan tenun corak insang di Pontianak, pekan lalu pernah menuturkan, ketika pandemi, kegiatan tatap muka tidak ada. Maka, sekarang perlu digitalisasi untuk pemasaran. Covid-19 sangat berpengaruh pada penghasilan. Penurunan penghasilan 35-40 persen dari total penjualan per bulan.
Nina (43), pelaku usaha di bidang busana yang produknya dikombinasikan dengan tenun-tenun lokal di Kalbar, juga merasakan hal yang sama. Usaha miliknya sangat terdampak pandemi. Omzetnya menurun hingga 50 persen per bulan sejak pandemi. Selama pandemi, ia berupaya bertahan dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan untuk memproduksi masker.
Catatan Kompas, di tengah pandemi Covid-19, selain terpukulnya dunia usaha, di sisi lain juga terjadi pertumbuhan usaha mikro. Pada akhir 2020 terdapat 181.459 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kalbar dan pada 2021 hingga per 14 April terdapat 182.090 pelaku UMKM di Kalbar.
Ada pertumbuhan usaha. Pertumbuhan ini didominasi pelaku usaha mikro. Adanya penambahan usaha baru tersebut terjadi kemungkinan karena ada yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Lalu, mereka berusaha bangkit dengan membuat usaha-usaha mikro secara kovensional yang berbasis keluarga.