Sedapnya Belut Sambal Ijo, Kuliner Penggerak Ekonomi Desa di Purbalingga
Aneka menu olahan belut menggoda selera di Rumah Makan Sawah Datar, Desa Tejasari, Purbalingga, Jawa Tengah. Rumah makan ini dikelola oleh BUMDes setempat untuk menggerakkan ekonomi warga.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Aroma bumbu racikan Sohirun (52) menguar menggoda selera. Potongan belut segar dipadu irisan cabai hijau dan bawang putih tengah dimasak. Sesaat berlalu, seporsi belut sambal ijo tersaji di piring terakota. Siap disantap di antara semilir angin di tengah petak-petak rumpun padi nan menghijau.
Belut sambal ijo menjadi salah satu menu andalan Sohirun, juru masak di Rumah Makan Sawah Datar, di Desa Tejasari, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, tersebut. Lokasinya 11 kilometer di sebelah tenggara Alun-alun Purbalingga.
Dilengkapi lalapan irisan timun serta daun kemangi, tekstur daging belut yang empuk sangat nikmat disantap. Rasa manis, gurih, dan pedas merasuk dalam daging belut yang berhabitat di lumpur persawahan ini.
Adapun Rumah Makan Sawah Datar dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tejasari dengan menggandeng pihak ketiga. Di sini ada tiga menu andalan belut. Selain belut sambal ijo, ada pula belut sambal goreng dan belut ulek jahe. Selain olahan belut, tersedia pula menu ikan gurami, mujair, ayam, hingga makanan laut (seafood).
Rumah makan yang dibangun sejak 23 Mei 2021 ini sebenarnya bernama Kusumasari, tapi lebih akrab dikenal dengan Rumah Makan Sawah Datar karena berlokasi di hamparan sawah yang luas. BUMDes Tejasari yang bernama Berkahsari juga membuat jembatan bambu di atas sawah sepanjang 500 meter. Lokasi ini cukup nyaman bagi wisata keluarga dan edukasi anak-anak untuk mengenalkan kehidupan desa berikut potensinya.
Adapun menu belut dijual dengan harga sekitar Rp 30.000 per porsi. Setiap hari, terutama sore dan malam hari, jumlah kunjungan bisa mencapai 50 orang. Pada akhir pekan, jumlahnya bisa sampai 100 orang. Protokol kesehatan tetap diberlakukan.
Ada 15 karyawan yang hidup dari pengelolaan rumah makan dan wisata di BUMDes ini. Salah satunya adalah Sohirun. Akibat Covid-19, setahun terakhir Sohirun terpaksa pulang kampung setelah berkelana menjadi juru masak di sejumlah restoran mulai dari Bandung, Jakarta, hingga Jambi.
”Karena korona ini, saya pulang kampung dan bergabung di rumah makan yang dikelola BUMDes ini,” kata Sohirun, Rabu (22/9/2021).
Lokasi ini cukup nyaman bagi wisata keluarga dan edukasi anak-anak untuk mengenalkan kehidupan desa berikut potensinya.
Potensi lokal
Belut menjadi menu yang khas karena di desa yang terletak di Kecamatan Kaligondang ini masih terdapat 120 hektar sawah dan ada 35 petani sekaligus penangkap belut. Per kilogram belut segar dijual dengan harga sekitar Rp 65.000. ”Belut ini aktifnya di malam hari. Jadi, kami menangkap belut mulai dari maghrib hingga pukul dua belas malam,” kata Prasetyo Utomo (29), salah seorang penangkap belut di Tejasari.
Menurut Prasetyo, setiap malam, biasanya dirinya bisa ditangkap 1 kilogram belut. Jika ukuran belutnya kecil sebesar kelingking, 1 kilogram bisa berisi 30 belut.
Prasetyo yang juga memiliki usaha produksi camilan ringan ini bersyukur, dengan adanya rumah makan ini, belut tangkapannya bisa diserap di desa. ”Per minggu bisa setor ke BUMDes sekitar 10 kilogram belut,” katanya.
Kepala Desa Tejasari Suyatno mengatakan, belut yang jadi potensi lokal di desanya masih terbatas karena hanya bisa dicari pada musim tanam padi hingga padi mulai menguning atau selama dua bulan. Jika di desanya padi ditanam dua kali dalam setahun, hanya ada empat bulan musim belut. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan rumah makan, belut juga didatangkan dari Pemalang dan Kroya, Cilacap.
Meski demikian, Suyatno bersyukur belut masih ada di desanya. ”Belut ditemukan di sawah berlumpur 50-70 sentimeter. Dengan adanya belut, tanah pun subur. Ini juga menandakan areal sawah di tempat kami masih alami,” tuturnya.
Suyatno menyebutkan, desa yang dihuni 2.892 jiwa atau sekitar 800 keluarga ini pada 2012 termasuk dalam kategori desa miskin. Seiring waktu, medio 2017, desa ini masuk kategori berkembang. Di desa ini, sebagian besar atau 65 persen warganya adalah petani.
Kini, pada periode kedua masa pemerintahannya, Suyatno berharap desanya masuk kategori maju dan bahkan bermimpi bisa masuk kategori mandiri. Terlebih dengan kehadiran Rumah Makan Sawah Datar.
”Kami ingin Desa Tejasari, yang meski sangat terpencil ini, dengan usaha BUMDes dan usaha resto dan wisata sawah ini, muaranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Dana desa
Suyatno menyampaikan, rumah makan dan jembatan bambu itu dibangun di atas tanah kas desa seluas 1 hektar. Pembangunannya menelan biaya hingga Rp 300 juta dan dialokasikan dari dana desa dalam kurun dua tahun anggaran.
Pada 2020, Desa Tejasari mendapatkan dana desa sebanyak Rp 70 juta dan pada 2021 mendapat Rp 250 juta. Rumah makan di tengah sawah ini dilengkapi tiga saung atau gazebo masing-masing berukuran 18 meter x 4 meter, 9 meter x 4 meter, dan 6 meter x 4 meter. ”Tempat ini biasa dipakai untuk rapat-rapat kantor, juga dinas ataupun komunitas. Kapasitasnya bisa untuk sekitar 70 orang,” ujarnya.
Ia menambahkan, setiap karyawan di Rumah Makan Sawah Datar bisa mendapatkan upah Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per bulan. Bahkan, desa juga mendapatkan pendapatan asli desa sebesar Rp 2 juta per bulan dari rumah makan ini.
Untuk selanjutnya, pihak desa juga akan mengembangkan wisata tepi sungai untuk jalur jelajah mobil jip. Desanya juga akan menjalin kerja sama dengan desa sekitar untuk membuat wisata bertema desa dan pertanian. Dengan demikian, sawah dan desa bisa dinikmati masyarakat kota. Ekonomi di desa pun menggeliat. ”Teja itu sinar. Sari itu rasa. Kalau orang dulu bilang, orang yang datang ke sini akan kerasan,” ucap Suyatno.
Dengan angka kemiskinan pada 2020 mencapai 15,90, Kabupaten Purbalingga menduduki peringkat kelima sebagai kabupaten termiskin se-Jawa Tengah. Dengan kata lain, peringkat kemiskinannya lebih baik dibandingkan Kabupaten Kebumen, Wonosobo, Brebes, dan Pemalang. Kreativitas dan inovasi dari Desa Tejasari dengan Rumah Makan Sawah Datar dan BUMDes Berkahsari diharapkan bisa jadi inspirasi pengembangan desa lain.
Sedapnya belut sambal ijo di Rumah Makan Sawah Datar pun kiranya kian menyokong geliat masyarakat desa. Saatnya manjakan lidah dan mata dengan hamparan sawah di Desa Tejasari.