Petani Hortikultura di Lampung Hadapi Cuaca Ekstrem
Petani hortikultura di Lampung resah menghadapi cuaca ekstrem yang terjadi beberapa minggu terakhir. Mereka pun bersiasat untuk mencegah kegagalan panen.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Petani hortikultura di Lampung resah menghadapi cuaca ekstrem yang terjadi beberapa minggu terakhir. Selain harus mengeluarkan biaya perawatan tanam yang lebih tinggi, hujan deras juga membuat produksi buah dan sayur menurun.
Rahmat Yudiyansyah (21), petani asal Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, menuturkan, hujan deras membuat hama dan penyakit lebih mudah menyerang tanaman melon dan timun yang dia tanam.
”Penyakit bercak daun lebih mudah menyerang. Hujan deras juga membuat bakal buah cepat rontok sehingga produksi buah menurun,” kata Rahmat saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (24/9/2021).
Untuk mencegah kegagalan panen, Rahmat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk perawatan tanaman. Dia mengaku harus menyiapkan modal tambahan Rp 300.000-Rp 500.000 untuk membeli pestisida dan pupuk agar tanaman buah dan sayur yang dia tanam tetap bisa tumbuh dengan baik.
Meski demikian, hasil panen buah yang Rahmat dapat tetap menurun. Pada kondisi normal, dia bisa memanen melon hingga 5 ton dari 1.000 batang tanaman yang dia tanam. Namun, pada panen kali ini, Rahmat hanya mendapat hasil panen 3,5 ton melon.
Beruntung, saat itu harga jual melon di tingkat petani berkisar Rp 6.000 per kg. Rahmat masih mendapat untung sekitar Rp 10 juta untuk masa panen melon tiga bulan.
Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Rahmat Yudiyansyah)
Saat ini, dia sedang memanen timun di lahan seluas 1.200 meter persegi. Dia memprediksi, hasil panen hanya akan mendapat sekitar 1 ton karena pertumbuhan tanaman sempat terganggu penyakit bercak daun. Pada kondisi cuaca, hasil tanam timun di luas lahan yang sama bisa mencapai 2-3 ton.
”Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Saya selalu memantau prediksi cuaca dan merawat tanaman dengan baik untuk mencegah kerugian,” kata Rahmat.
Arif Sugiyanto (42), petani di Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur, menuturkan, dia memilih pola tanam tumpang sari saat bercocok tanam di cuaca ekstrem seperti sekarang ini. Dalam setengah hektar lahan, Arif menanam berbagai jenis sayuran, antara lain, tomat, kol, dan cabai.
Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian jika salah satu jenis tanaman gagal panen akibat serangan hama. Selain itu, pola tanaman tumpang sari juga memberikan peluang harga yang lebih baik saat salah satu harga komoditas sedang anjlok.
”Diharapkan, kalau harga cabai sedang turun, saya masih bisa mendapat untung dari penjualan kembang kol dan tomat,” ujarnya.
Arif menuturkan, dia mengeluarkan modal sekitar Rp 15 juta untuk menanam berbagai jenis sayuran tersebut. Saat ini, dia baru mendapat hasil panen sekitar Rp 8 juta dari hasil penjualan kembang kol.
Dia belum bisa memprediksi keuntungan karena tanaman tomat dan cabai yang dia tanam terserang hama. Arif hanya berharap, harga jual tomat dan sayur tidak anjlok saat masa panen tiba.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Lampung, sebagian besar wilayah Lampung memang sedang dilanda hujan deras dalam beberapa hari terakhir. BMKG juga mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem karena hujan derasa disertai petir diprediksi masih akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Hariyanto mengatakan, cuaca ekstrem diprediksi melanda Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan, Pesawaran, Tanggamus, Tulang Bawang, Lampung Utara, dan Way Kanan. Untuk itu, masyarakat diminta mewaspadai saat terjadi hujan deras disertai angin kencang dan petir.