Percepatan Penyelesaian Sengketa Lahan di Sumut Terus Dilakukan
Penyelesaian peruntukan lahan bekas HGU PT Perkebunan Nusantara II seluas 5.873 hektar terus dilakukan. Sebanyak 36 persen sudah mendapat SK penetapan dari gubernur. Pelepasan menunggu penghapusbukuan Kementerian BUMN.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Penyelesaian peruntukan lahan bekas hak guna usaha PT Perkebunan Nusantara II seluas 5.873 hektar terus dilakukan. Sebanyak 36 persen di antaranya sudah mendapat surat keputusan penetapan dari gubernur. Namun, pelepasan masih menunggu penghapusbukuan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Percepatan dilakukan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.
”Penyelesaian sejumlah sengketa lahan di Sumatera Utara menjadi prioritas kami, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak dan proyek strategis nasional,” kata Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumut Dadang Suhendi seusai peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang, Jumat (24/9/2021) di Medan.
Dadang mengatakan, ada lima kasus sengeketa lahan yang menjadi prioritasnya. Selain penyelesaian tanah bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, kasus lainnya adalah penyelesaian tuntutan masyarakat di Simalingkar A dan Sei Mencirim (Deli Serdang), sengketa lahan Sport Center Sumut, dan konflik lahan Sari Rejo di Medan.
”Kelima-limanya, sesuai perintah Presiden, agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI membuat skema penyelesaian. Skema penyelesaiaannya sudah selesai. Tindak lanjutnya, kami melakukan rapat koordinasi dengan Gubernur Sumut dan instansi lainnya,” kata Dadang.
Konflik lahan bekas HGU PTPN II terjadi sejak berakhirnya HGU perkebunan itu tahun 2000. Sebanyak 5.873 hektar di antaranya tidak diperpanjang dan diserahkan penggunaan peruntukannya kepada gubernur. Lahan itu berada di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan Kota Binjai.
Dadang mengatakan, beberapa yang sudah diterbitkan SK Gubernur Sumut adalah Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, dan Polda Sumut (dalam proses akhir), dan sejumlah lembaga lain.
Penetapan peruntukan lahan bekas HGU PTPN II dilakukan dengan tahapan penyusunan daftar nominatif, verifikasi nama-nama daftar nominatif, penetapan peruntukan dengan SK Gubernur Sumut, dan penghapusbukuan dari Kementerian BUMN.
Penyelesaian tuntutan masyarakat adat di lahan bekas HGU PTPN II hingga kini belum selesai. Persoalan utamanya adalah pembayaran ganti rugi kepada Kementerian BUMN. (Dadang Suhendi)
Sebelum penghapusbukuan dilakukan terlebih dahulu dilakukan pembayaran ganti rugi oleh penerima lahan kepada Kementerian BUMN sebagai pemilik saham PTPN II.
Berbeda dengan sejumlah instansi yang sudah mendapat titik terang, Dadang mengatakan, penyelesaian tuntutan masyarakat adat di lahan bekas HGU PTPN II hingga kini belum selesai. Persoalan utamanya adalah pembayaran ganti rugi kepada Kementerian BUMN.
”Penerbitan SK Gubernur untuk masyarakat adat bisa saja dilakukan sepanjang penguasaannya masih tetap,” kata Dadang.
Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Wilayah Sumut Sofyan Hadi Syam mengatakan, penyelesaian konflik lahan di Sumut juga dilakukan dengan mengungkap tindak pidana mafia tanah. Para mafia tanah biasanya mengajukan gugatan perdata dengan alas hak palsu atau tidak sesuai prosedur.
Mereka memenangi sengketa di pengadilan lalu menguasai tanah. ”Kami pun membawanya ke jalur pidana untuk membatalkan putusan perdatanya,” kata Sofyan.
BPN Sumut pun sudah mengungkap dua sindikat mafia tanah di Sumut yang terkait dengan lahan Tol Medan-Binjai dan Sport Center Sumut. Tahun ini ada tiga tindak pidana mafia tanah yang ditargetkan bisa diungkap.
Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah mengatakan, penyelesaian penetapan peruntukan lahan bekas HGU PTPN II membutuhkan waktu yang panjang. Penyelesaiaannya pun masih terus berproses dan menunggu penyelesaian akhir.
”Persoalan eks HGU PTPN II tidak semudah yang dibayangkan. Harus duduk seluruh unsur forum komunikasi pimpinan daerah, masyarakat, dan PTPN II,” katanya.