Bantuan Pembaca ”Kompas” Menjangkau Ratusan Buruh Gendong di DIY
Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menyalurkan bantuan sembako kepada ratusan buruh gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama pandemi, pendapatan buruh gendong anjlok arena aktivitas pasar sepi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menyalurkan bantuan sembako kepada ratusan perempuan buruh gendong di sejumlah pasar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bantuan dari pembaca harian Kompas itu diharapkan bisa meringankan beban buruh gendong yang pendapatannya menurun signifikan selama pandemi Covid-19.
Pada Jumat (21/9/2021), Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menyalurkan bantuan sembako kepada buruh gendong di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta. Secara simbolis, bantuan tersebut diserahkan Ketua Forum Komunikasi Daerah Kompas Gramedia Yogyakarta Didiet Raditya.
Didiet menjelaskan, ada 242 paket sembako yang diserahkan kepada buruh gendong di Pasar Beringharjo. Setiap paket bantuan berisi beras, tepung terigu, gula, minyak goreng, sarden, vitamin, dan masker.
Selain di Pasar Beringharjo, bantuan sembako juga disalurkan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas kepada para buruh gendong di tiga pasar lainnya, yakni Pasar Giwangan dan Pasar Kranggan di Kota Yogyakarta serta Pasar Gamping di Kabupaten Sleman, DIY.
”Pasar Beringharjo ada 242 paket bantuan, Pasar Giwangan ada 137 paket, sementara Pasar Gamping dan Kranggan ada 71 paket bantuan,” ujar Didiet seusai penyerahan bantuan di Pasar Beringharjo.
Didiet mengatakan, bantuan sembako yang disalurkan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas itu berasal dari dana yang dihimpun dari para pembaca harian Kompas. Dia menyebut, bantuan tersebut diharapkan bisa meringankan beban buruh gendong yang terkena dampak pandemi Covid-19.
”Bantuan ini merupakan salah satu wujud kepedulian sesama warga karena bantuan ini dari dana yang dihimpun dari pembaca Kompas. Semoga bantuan ini bisa meringankan beban buruh gendong,” tutur Didiet.
Didiet mengatakan, buruh gendong termasuk salah satu kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, selama pandemi, aktivitas di pasar tradisional menurun sehingga pendapatan mereka anjlok.
”Buruh gendong merupakan salah satu sasaran bantuan karena termasuk yang membutuhkan bantuan. Sasaran bantuan dari Dana Kemanusiaan Kompas ini memang untuk warga yang paling merasakan dampak pandemi dari sisi ekonomi,” kata Didiet.
Untuk menyalurkan bantuan sembako itu, Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas bekerja sama dengan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) yang telah mendampingi buruh gendong di DIY selama bertahun-tahun.
Selama pandemi Covid-19, aktivitas di pasar tradisional menurun sehingga pendapatan para buruh gendong anjlok.
Menurun drastis
Ketua II Yasanti, Sariroh, mengatakan, selama pandemi Covid-19, pendapatan buruh gendong di pasar-pasar tradisional di DIY menurun drastis. Dia menuturkan, sebelum pendemi, mereka bisa mendapat penghasilan Rp 20.000 sampai Rp 50.000 per hari.
Namun, selama pandemi, pendapatan mereka langsung anjlok. ”Selama pandemi, para buruh gendong tetap beraktivitas meskipun pendapatannya sangat menurun. Pas awal pandemi, ada buruh gendong yang hanya bisa dapat Rp 2.000 per hari,” ujar Sariroh.
Sariroh menambahkan, sebagian perempuan yang bekerja sebagai buruh gendong di pasar tradisional itu telah berusia lanjut. Bahkan, beberapa buruh gendong sudah berusia 70 tahun lebih. Meski usianya sudah sepuh, mereka tetap ingin bekerja sebagai buruh gendong.
”Ada yang usianya masih 35 tahun, tetapi ada juga yang sudah berusia 75 tahun dan 79 tahun. Namun, mereka enggak mau berhenti kerja. Katanya, kalau di rumah, malah stres,” tutur Sariroh.
Salah seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo, Sutinah (48), menuturkan, selama pandemi Covid-19, pendapatannya memang menurun drastis. Dia mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, dirinya bisa mendapat Rp 30.000 sampai Rp 40.000 per hari.
Akan tetapi, setelah pandemi Covid-19, Sutinah mengaku hanya memperoleh pendapatan sekitar Rp 5.000 per hari. ”Kadang itu benar-benar sepi dan enggak ada kerjaan,” ujar Sutinah yang sudah 10 tahun terakhir bekerja sebagai buruh gendong.
Sutinah mengatakan, sehari-hari, dirinya menjadi buruh gendong di bagian pasar yang menjual sayur-sayuran. Oleh karena itu, Sutinah biasa membawakan berbagai jenis sayuran yang dibeli pembeli, misalnya kentang, kubis, wortel, dan sebagainya.
”Saya mampu menggendong barang sampai 40 kilogram. Kalau 50 kilogram sudah enggak sanggup. Kalau untuk bayaran, seikhlasnya mau dikasih berapa. Ada yang kasih Rp 5.000, Rp 7.000, atau Rp 10.000 untuk sekali gendong,” tutur Sutinah.