Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menurunkan tim untuk memeriksa penyebab kebakaran di Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tindakan lebih lanjut akan diambil agar kebakaran di sana tidak terulang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KAYU AGUNG, KOMPAS — Kebakaran lahan gambut di Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, terkendali. Saat ini petugas darat dan udara masih terus menyemprotkan air untuk membasahi lahan agar api tidak kembali berkobar. Perhitungan sementara, luasan kebakaran di lokasi tersebut mencapai lebih dari 70 hektar.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Ansori, Jumat (24/9/2021), menuturkan, kebakaran lahan di Pedamaran, Ogan Komering Ilir, tejadi sejak empat hari lalu. Kebakaran sudah mereda dan bisa dikendalikan.
”Hanya tinggal asap-asap tipis bekas terbakar yang masih ada,” ujarnya.
Petugas darat dan empat helikopter bom air pun dikerahkan ke sana untuk mempercepat proses pendinginan. ”Karena lokasi kebakaran merupakan kawasan gambut, kami harus memastikan api tidak merambat di dalam permukaan tanah,” katanya.
Lokasi kebakaran berada di kawasan konsesi perusahaan perkebunan yang belum terkelola (diusahakan). ”Lokasi itu memang telantar dan belum dikelola sehingga sangat rentan terbakar,” kata Ansori.
Ia menambahkan, sebagian besar kebakaran lahan di Sumsel biasanya terjadi di lahan yang belum terkelola. Di sepanjang tahun 2021, tercatat sekitar 800 hektar lahan di Sumsel yang terbakar.
Dari jumlah itu, 400 hektar di antaranya terjadi di Kabupaten Ogan Ilir. Sebagian besar titik kebakaran berada di lahan yang diabaikan pemiliknya. Karena itu, peran masyarakat sangat dibutuhkan, utamanya untuk mengantisipasi sejak dini risiko kebakaran di lokasi rawan.
Salah satunya dengan membentuk satuan tugas tingkat desa untuk memantau lokasi yang rentan terbakar. Apalagi, dana desa sudah bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran lahan di sejumlah desa rawan kebakaran hutan dan lahan.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menuturkan, pihaknya akan menurunkan tim untuk memeriksa penyebab kebakaran di Pedamaran, termasuk melakukan tindakan lebih lanjut agar kebakaran di sana tidak kembali terulang.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan Pelopor menerangkan, tidak jelasnya status lahan bisa menjadi salah satu pemicu kebakaran lahan di Sumsel. Karena itu, memperjelas status kepemilikan lahan menjadi kunci penting.
Saat ini, pemerintah tengah berupaya menyelesaikan sengketa lahan tersebut melalui program redistribusi tanah yang secara nasional telah dibagikan sekitar 127.000 sertifikat. Adapun untuk di Sumsel sekitar 1.200 sertifikat yang diserahkan kepada pengelola lahan.
Program ini diharapkan dapat menekan potensi konflik lahan yang terjadi akibat beragam masalah, seperti pengusahaan lahan di dalam kawasan hutan atau adanya konflik antarmasyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konsesi perusahaan. Dengan kejelasan status lahan itu, lanjut Pelopor, juga akan mempermudah penegak hukum dalam mencari pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi kebakaran lahan di suatu kawasan.
Regulasi pencegahan
Ketua Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Sumatera Selatan Dharna Dahlan mengatakan, Pemprov Sumsel sedang menggodok regulasi terkait pengusahaan lahan telantar untuk mencegah kebakaran lahan yang terus berulang. Aturan itu berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang tidak dikelola untuk kepentingan masyarakat sekitar.
Hal ini juga bertujuan untuk memperlancar penerapan revegetasi (penanaman kembali) lahan gambut yang telah rusak. Menurut dia, dengan mengusahakan lahan telantar dan menyerahkannya kepada masyarakat akan memberikan nilai tambah ekonomi bagi mereka. ”Selain itu, mereka juga akan menjaga lahan yang mereka kelola agar tidak terbakar,” ujar Dharna.
Konsep ini berhasil diterapkan di beberapa kawasan yang sudah diintervensi oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove berkolaborasi dengan TRGD Sumsel. Di lahan yang dikelola masyarakat sekitar, kebakaran lahan dapat ditekan. Ada sejumlah komoditas yang dapat dikembangkan di atas lahan gambut, misalnya jelutung, meranti, dan terbaru adalah tanaman kenaf.