Pemilihan kuwu atau kepala desa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, rawan menimbulkan konflik. Pemkab Cirebon menyiapkan langkah antisipasi gelaran yang dilakukan di tengah pandemi Covid-19 ini.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemilihan kuwu atau kepala desa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, rawan memicu konflik. Selain meminta para kandidat melakukan deklarasi damai, Pemkab Cirebon juga akan meningkatkan pengamanan untuk mencegah konflik saat pemilihan.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengakui, pemilihan kuwu berpotensi memicu gesekan antarwarga. ”Kalau kita lihat, ada (konflik pemilihan kuwu). Terutama di daerah Cirebon utara, seperti Suranenggala,” ungkapnya, Kamis (23/9/2021), saat ditemui di Pendopo Bupati.
Selama ini, wilayah itu acap kali dijaga ketat polisi dan tentara saat proses pemungutan suara. Ribuan warga tidak hanya berkumpul di tempat pemilihan, tetapi juga di rumah kandidat. Belum lagi jika pendukung calon kuwu mengadakan arak-arakan dan bertemu dengan massa lainnya.
”Tapi, mudah-mudahan (konflik) tidak sampai terjadi,” lanjut Imron. Pihaknya pun berupaya mengantisipasi konflik. Selain menggelar deklarasi damai untuk para kandidat, pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan polisi dan TNI agar mengamankan pemilihan kuwu di 135 desa.
Deklarasi damai direncanakan digelar setelah tahap penjaringan usai pada Jumat (24/9/2021). Namun, tanggalnya belum dipastikan kapan. Selanjutnya, penetapan calon kuwu pada 18 Oktober dan pemungutan suara berlangsung pada 21 November mendatang.
”Kalau ada konflik (yang merusak) itu ranah hukum,” ucapnya. Oleh karena itu, Imron meminta masyarakat bekerja sama menyukseskan pemilihan kuwu. Apalagi, sekitar 500.000 orang akan terlibat dalam pemilihan di tengah pandemi Covid-19.
Para calon kuwu juga masih tetangga. Bahkan, calonnya ada yang satu keluarga. (Aditya Maulana)
Kepala Bidang Pemerintahan Desa di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cirebon Aditya Arif Maulana menilai, potensi konflik saat pemilihan kuwu lebih besar dibandingkan pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden.
”Para calon kuwu juga masih tetangga. Bahkan, calonnya ada yang satu keluarga,” katanya.
Untuk itu, lanjutnya, Peraturan Bupati Nomor 74 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemilihan Kuwu juga mencantumkan pencegahan konflik. Misalnya, kandidat tidak lagi berada di tempat pemungutan suara. Arak-arakan calon kuwu juga dilarang.
Sebelumnya, calon kuwu berdiam di TPS yang biasanya berada di balai desa. Ribuan pendukung juga kerap mengantar para kandidat saat menyalurkan suaranya. Kondisi ini bisa memicu perselisihan antarpendukung.
Calon kuwu juga dilarang hadir saat pemungutan suara. Sebelum pandemi Covid-19, para kandidat berdiam di TPS yang berada di balai desa. Calon kuwu nantinya hanya boleh diantar maksimal lima orang saat pemungutan suara.
Berbagai aturan itu, lanjutnya, juga untuk menegakkan protokol kesehatan saat pemilihan kuwu. TPS, misalnya, kini tidak lagi terpusat. Dari 135 desa tercatat sebanyak 1.440 TPS dalam pemilihan kali ini.
”Satu desa ada yang punya dua TPS sampai 17 TPS. Dengan demikian, warga diharapkan tidak berkerumun saat pemilihan,” ujar Aditya.
Dalam Pasal 70 Perbup No 74/2021, calon kuwu, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, pendukung, dan unsur lain dapat dikenai sanksi jika melanggar protokol kesehatan. Sanksinya mulai dari teguran lisan, teguran tertulis I dan II, hingga diskualifikasi.