Ibu Tiri di Indramayu Jadi Otak Pembunuhan Anaknya
Kasus pembunuhan yang pelaku dan korbannya masih satu keluarga kembali terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Kali ini, seorang ibu diduga tega menjadi otak pembunuhan anak tirinya.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
Identitas jenazah anak laki-laki di Sungai Prawira, Indramayu, Jawa Barat, itu akhirnya terungkap. Penyebabnya pun ikut terkuak. Dengan iming-iming sebotol minuman keras, seorang ibu tiri menyuruh kenalannya menghilangkan anaknya sendiri. Satu lagi nyawa melayang dicabut orang terdekatnya di lumbung padi Indonesia ini.
Kamis (19/8/2021), pinggir Sungai Prawira di Kecamatan Balongan, geger oleh penemuan jenazah anak. Warga hingga polisi sulit mengenali identitas korban. Tidak punya identitas, tubuh korban juga sudah membusuk. Sempat buntu, titik terang muncul saat ada laporan tentang anak hilang di sekitar kawasan Karangampel, pada hari yang sama.
Kepala Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Besar Lukman Syarif mengatakan, pihaknya lantas melakukan tes DNA (deoxyribonucleic acid). Hasilnya mengejutkan. Identitas korban tewas ternyata sama dengan si anak hilang, MYK (7), warga Karangampel, Indramayu. Menduga kematian tersebut tidak wajar, polisi turun tangan mendalami kasus ini.
Setelah mengumpulkan informasi, polisi mendapatkan informasi korban terakhir terlihat berboncengan dengan S (26) di sekitar Karangampel, Sabtu (14/8/2021). S lalu ditangkap. Lelaki penganggur itu mengaku menceburkan MYK, siswa kelas I SD itu, ke sungai.
”Tetapi, ada yang aneh karena ibu tiri korban, SA (21), tidak mengakui mayat itu adalah anaknya. Sementara suaminya memastikan itu anaknya,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Indramayu Ajun Komisaris Luthfi Olot Gigantara.
Dari pengembangan kasus, lanjutnya, S ternyata kenal dengan SA. Saat pemeriksaan kian dalam, faktanya memilukan. Otak di balik kematian MYK tidak lain adalah SA.
”Awalnya SA cuma bilang, bawa aja anak ini, yang penting jangan balik lagi. Katanya, nanti dikasih hadiah, mau dibeliin minuman keras,” ungkap Luthfi.
SA lantas ikut dicokok polisi. Dia mengakui perbuatannya. Semua dipicu rasa cemburu. SA merasa sang suami tidak sayang pada anak darinya. Ibu rumah tangga itu juga kesal karena korban sulit diatur. Dia diketahui pernah menjambak rambut tersangka.
”Mereka (SA dan suaminya) sama-sama punya anak (dari pernikahan sebelumnya), tapi belum punya anak bersama,” ujar Luthfi yang belum tahu pasti jumlah anak dari pasangan tersebut. Adapun suami tersangka bekerja sebagai nelayan.
Pihaknya memastikan tidak ada tersangka lain dalam kasus itu. Kedua tersangka dijerat Pasal 340 KUHP atau Pasal 338 KUHP atau Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Ancamannya, hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Anak yang sering nangis dan rewel dianggap nakal. Padahal, anak itu mencari perhatian.
Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia Indramayu Yuyun Khoerunnisa menduga, kasus tersebut tidak hanya dipicu cemburu. ”Ada juga faktor ekonomi. Misalnya, saat anaknya minta uang, dia tidak punya uang. Jadi, akhirnya dongkol,” katanya.
Menurut Yuyun, pandangan menyalahkan anak juga turut memicu tersangka tega berbuat hal kejam tersebut. ”Anak yang sering nangis dan rewel dianggap nakal. Padahal, anak itu mencari perhatian. Di sisi lain, ibunya juga harus mengurus anak saat suaminya melaut,” ungkapnya.
Itu sebabnya, Yuyun mendorong pemerintah daerah menyosialisasikan pentingnya pemahaman anti-kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan. ”Sosialisasi ini harus sampai ke masyarakat. Masih banyak yang belum tahu apa itu kekerasan fisik, verbal, dan lainnya,” katanya.
Apalagi, pembunuhan yang pelaku dan korbannya merupakan satu keluarga bukan kali ini saja di Indramayu. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk hidup dan menyelesaikan ragam persoalan justru memicu pertikaian berujung pembunuhan.
Pada September 2020 lalu, M (60), warga Bangodua, membunuh istrinya, Junah (63). Buruh tani serabutan itu tega mengakhiri hidup istrinya karena impitan ekonomi.
Dalam catatan Kompas, kasus pembunuhan oleh suami terhadap istri pernah terjadi di daerah lumbung padi itu. Pertengahan 2019, misalnya, SP (15), warga Desa Dukuh Tengah, Karangampel, dibunuh UN (19), suaminya, yang juga tetangga desa. SP dicekik hingga tewas setelah meminta jalan-jalan setelah Lebaran.
Kasus serupa terungkap di Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Oktober 2017. Dupendi (35) membunuh istrinya, Daliri (30), dengan kapak karena menolak rujuk. Dupendi sempat mencoba bunuh diri dengan kapak itu, tetapi masih bisa terselamatkan. Saat itu, Daliri mengajukan cerai karena suaminya tidak menafkahinya.