Sriyono Memperjuangkan PAUD untuk Anak Desa
Berkali-kali lamaran sebagai guru ditolak tak menyurutkan semangat Sriyono (37) untuk mengabdi sebagai pendidik. Ia justru membuktikannya dengan mendirikan PAUD untuk anak-anak di Desa Sendangmulyo, Ngawen, Blora.
Berkali-kali lamaran sebagai guru ditolak tak menyurutkan semangat Sriyono (37) untuk mengabdi sebagai pendidik. Ia menginisiasi pendidikan anak usia dini atau PAUD di kampung halamannya di Desa Sendangmulyo, Ngawen, Blora. Baginya, anak-anak desa juga berhak mendapat pendidikan sejak usia dini.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PAUD ialah pendidikan yang diselenggarakan sebelum sekolah dasar. Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) tergolong PAUD pada jalur formal, sedangkan kelompok bermain (KB) dan taman penitipan anak (TPA) merupakan PAUD jalur informal.
Namun, dalam perkembangannya, PAUD lebih banyak dikenal sebagai pendidikan dalam kelompok usia 2-4 tahun atau sebelum TK. Apabila TK sudah belajar membaca dan menulis, PAUD atau KB lebih banyak bermain serta pembiasaan pada kegiatan keseharian. Lebih dari satu dekade terakhir, PAUD mulai banyak didirikan.
Sebelumnya, kehadiran PAUD dirasa belum menyentuh desa-desa karena lebih banyak berdiri di wilayah perkotaan. Situasi itu yang kemudian mendorong Sriyono mendirikan PAUD pada 2008. ”Kesadaran warga desa akan pentingnya menyekolahkan anak perlu dipupuk sejak dini,” ujar Sriyono, Minggu (12/9/2021).
Baca Juga: PAUD Jangan Kejar Calistung, Fokus untuk Matangkan Keterampilan Kognisi
Bukan tanpa alasan Sriyono terpacu mendirikan KB Gembira Ria di Desa Sendangmulyo. Ia melihat, anak-anak yang menempuh PAUD memiliki daya tangkap dan kreativitas yang relatif lebih baik ketimbang anak yang langsung bersekolah di TK atau SD. Sejumlah testimoni orangtua juga menunjukkan hal sama.
Telah berjalan 12 tahun, KB Gembira Ria semakin dipercaya warga. Tahun ajaran 2021/22 total ada 48 murid yang dibagi ke dalam tiga kelas, sesuai kelompok umur. Itu jumlah terbanyak sejak PAUD itu berdiri. Kegiatan berlangsung Senin-Jumat pada pukul 07.30-10.00. Termasuk Sriyono, total ada empat guru di PAUD tersebut.
Namun, selama pandemi Covid-19, kegiatan sempat berhenti total, mengikuti peraturan pemerintah terkait pembatasan kegiatan masyarakat. Seiring penurunan kasus Covid-19 belakangan ini, PAUD kembali diselenggarakan dengan protokol kesehatan ketat. Durasinya pun hanya sekitar 1 jam.
Adapun hingga kini, tak ada pengenaan biaya untuk kegiatan di KB Gembira Ria. ”Memang orangtua menitip uang jajan Rp 2.000 per hari. Namun, kalau orangtua mau membuat makanan sendiri untuk murid juga tidak apa-apa. Kegiatan apa pun kami komunikasikan. Ada grup Whatsapp para guru dan wali murid. Kami sudah seperti keluarga,” kata Sriyono.
Kegiatan bermain KB Gembira Ria dilakukan di sekolah dengan total luas 11 meter x 14 meter. Selain kelas, yang di dalamnya terdapat meja dan kursi yang dibuat melingkar, juga terdapat taman. Bangunan tersebut mulai ditempati pada 2012, seiring dengan program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).
Untuk operasional, sejak 2009, KB Gembira Ria mendapat bantuan dari Pemkab Blora. Adapun kini aplikasi sistem data pokok pendidikan (dapodik) yang mereka isi menjadi acuan untuk mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD, yang disesuaikan jumlah murid.
Sementara kebutuhan lain, seperti gaji guru, awalnya ditutupi oleh Sriyono yang sempat bekerja serabutan agar pembelajaran terselenggara dengan baik. Namun, pada 2016, dana desa dapat dimanfaatkan. Honor guru pada 2016 adalah Rp 75.000 per bulan, lalu terus meningkat menjadi Rp 150.000 per bulan. Baru pada 2020 distandarkan menjadi Rp 400.000 per bulan.
Tidak menyerah
Sriyono yang menyandang tunadaksa awalnya tak berencana mendirikan PAUD. Selepas lulus kuliah diploma 2 (D-2) di Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Blora, pada 2006, ia melamar di sejumlah SD, SMP, dan sekolah sederajat, tetapi tidak diterima. Ia kemudian melanjutkan kuliah dan akhirnya lulus S-1 di kampus yang sama pada 2009.
Selama menempuh S-1 hingga lulus, ia juga terus melamar ke sejumlah SD hingga SMA di Blora. Namun, lagi-lagi tak ada sekolah yang menerimanya. Alasan yang didapatnya antara lain sudah penuh, tak ada kebutuhan guru, dan kompetensi pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.
Baca Juga: Urgensi Meningkatkan Partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini
Di tengah upaya yang belum jua membuahkan hasil, pada 2008 Sriyono mendengar informasi tentang PAUD. Ia kemudian mencari tahu lebih jauh tentang PAUD, termasuk dengan berkomunikasi dengan bidan desa. Dengan segala tantangannya, Sriyono akhirnya mencoba mendirikan PAUD di Sendangmulyo.
Pada 2008, bersama Lina Sulistyowati yang kemudian dinikahinya pada 2009, ia menyiapkan segala hal untuk memenuhi syarat pendirian PAUD. Dengan modal sendiri, mereka menyiapkan sejumlah sarana pembelajaran. Namun, untuk tiga tahun pertama, mereka masih menumpang di Madrasah Al Istiqomah.
Perjuangan mereka tak mudah karena harus mencari murid dari rumah ke rumah (door to door), sekaligus meyakinkan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di PAUD. ”Kami memberi pemahaman kepada warga, hingga akhirnya dapat 21 siswa di tahun pertama. Semua kami kerjakan sendiri,” ujar Sriyono.
Pada dua tahun pertama, Sriyono benar-benar jatuh bangun untuk menyelenggarakan KB Gembira Ria. Salah satunya karena dukungan masyarakat belum begitu terasa. Pasalnya, PAUD masih sering dinilai sebagai kegiatan pendidikan yang belum perlu. Ada juga warga menganggap remeh.
Sempat dilanda jenuh dengan kondisi itu, Sriyono, yang juga sebagai kepala sekolah, berembuk dengan para guru, hingga gebrakan dibuat pada 2011. Salah satunya dengan memperbanyak kegiatan yang lebih atraktif, termasuk aktivtias di luar ruangan. Juga, dengan mengikuti perlombaan antar-PAUD.
Tahun berganti tahun, kegiatan kian beragam. Mereka juga langganan menjadi juara dalam sejumlah perlombaan antar-PAUD, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten. ”Akhirnya warga melihat bahwa siswa-siswa di PAUD bisa berprestasi. Warga juga semakin paham pentingnya menyekolahkan anak di PAUD,” kata Sriyono.
Menurut dia, kegiatan utama di PAUD bermain. Selain itu, pengenalan dan pembiasaan segala hal yang berkaitan dengan keseharian. Termasuk di dalamnya terkait keagamaan, seperti berwudlu, shalat, dan berdoa. Berbagai aktivitas lebih banyak dipraktikkan langsung, bukan ditekankan pada teori. Yang utama, murid tahu dan memahami.
Dalam hal ini, kreativitas pengajar menentukan. ”Bagaimanapun, terus-terusan berada di kelas pasti jenuh dan bosan. Maka, kami memanfaatkan potensi yang ada di desa, seperti beraktivitas di embung dan sawah. Kami kenalkan kepada para siswa, juga dengan mengobrol,” ujar Sriyono.
Menurut Sriyono, perkembangan tekonologi informasi komunikasi (TIK) amat membantu metode pengajaran di PAUD. Salah satunya untuk mencari berbagai bahan untuk kegiatan bermain. Para guru pun dituntut terus berinovasi sehingga suasana bermain menjadi lebih hidup dan membuat murid gembira.
Pembuktian
Pengabdian penuh Sriyono untuk PAUD, dengan menyediakan fasilitas tempat bermain bagi anak-anak desa, jadi bagian dari pembuktiannya. Ia ingin menunjukkan, dengan segala keterbatasan, pendidikan anak usia dini bisa diselenggarakan. Di sisi lain, ia termotivasi setelah berulang kali lamarannya sebagai guru tak diterima.
”Dulu saya tidak diterima untuk mengajar, mungkin, salah satunya karena saya difabel. Lewat PAUD, saya ingin membuktikan kalau saya bisa seperti orang lain. Saya pun bisa berkontribusi untuk masyarakat,” ujar Sriyono yang juga aktif sebagai Sekretaris Difabel Blora Mustika dan Ketua Komite Nasional Paralimpiade (NPCI) Blora.
Kegigihannya mendirikan dan mengembangkan KB Gembira Ria mendapat apresiasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 2019, ia mendapat penghargaan sebagai Pegiat PAUD Kategori Difabel. Sriyono sendiri tidak menduga apa yang dilakukannya selama ini berbuah penghargaan itu.
Lebih jauh, ia berharap adanya perhatian lebih terkait peningkatan kesejahteraan guru PAUD, baik dari pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat. Ia sendiri terus memberi motivasi kepada para guru di KB Gembira Ria, yang memulai semuanya dari nol. Kini, dari tiga guru, dua di antaranya sudah lulus S-1.
Menurut dia, penyiapan SDM PAUD juga penting. ”Sebab, ke depan, kami ingin kelompok belajar ini semakin atraktif dan inovatif, disesuaikan dengan kearifan lokal. Bagaimanapun, kebutuhan anak di desa dan kota berbeda. Saya harus bisa menyesuaikan, agar warga nyaman menyekolahkan anaknya di PAUD,” kata Sriyono.
Perihal PAUD, kata Sriyono, desa tidak boleh kalah dengan kota. Soal fasilitas dan peralatan, boleh jadi kota lebih lengkap. Namun, dengan kekayaan alam serta kearifan lokal yang ada, desa sejatinya tempat sempurna untuk mengenalkan nilai-nilai positif kepada anak, lewat kegiatan bermain. Itulah yang coba dioptimalkannya bersama KB Gembira Ria.
Sriyono
Lahir: Blora, 9 Mei 1984
Istri: Lina Sulistyowati
Anak: 2
Pendidikan:
- SMA Muhammadiyah Blora (lulus 1999)
- D-2 Pendidikan Agama Islam, STAI Muhammadiyah Blora (lulus 2006)
- S-1 Pendidikan Agama Islam, STAI Muhammadiyah Blora (lulus 2009)
Organisasi:
- Sekretaris Difabel Blora Mustika (sekretaris)
- Ketua NPCI Kab Blora
Penghargaan: Pegiat PAUD Kategori Difabel oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019)