Polres Sleman Tangkap Bapak Pemerkosa Dua Anak Kandungnya
Seorang bapak di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tega memerkosa dua anak kandungnya selama bertahun-tahun. Pelaku berinisial SND (41) juga melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada dua anak perempuannya.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Seorang bapak di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tega memerkosa dua anak kandungnya selama bertahun-tahun. Pelaku berinisial SND (41) juga melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada dua anak perempuannya. Kasus ini terungkap setelah salah satu korban berani melaporkan perilaku bejat ayahnya ke polisi.
”Kejadian berlangsung sejak 2013. Jadi, pelaku sudah delapan tahun melakukan persetubuhan terhadap anaknya,” kata Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Sleman Iptu Yunanto Kukuh dalam konferensi pers pada Selasa (21/9/2021) di Sleman.
Yunanto menjelaskan, SND memiliki dua anak perempuan, yakni YEP yang sekarang berusia 18 tahun dan YDP yang berumur 16 tahun. Keduanya menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan oleh ayah mereka sejak 2013 atau saat YEP masih berusia 11 tahun dan YDP baru berusia 10 tahun. Perbuatan tersebut dilakukan saat istrinya tidak berada di rumah.
”Perbuatan ini biasa dilakukan saat istri pelaku bekerja sebagai penjual pecel lele. Hal itu dilakukan hampir setiap hari. Keterangan anak yang kecil, hampir setiap hari dia disetubuhi bapaknya ketika ibunya bekerja,” ungkap Yunanto.
Kedua anak juga mengalami tindak kekerasan, baik fisik maupun psikis, oleh bapaknya. Kekerasan fisik berupa dicubit, dipukul, dan ditendang. (Yunanto Kukuh)
Dikatakan, pelaku biasanya juga mengiming-imingi kedua korban dengan uang jajan. Namun, kakak beradik ini selalu menolak uang pemberian pelaku. Selain itu, SND juga mengancam akan melakukan kekerasan kepada keduanya apabila mereka berani melapor.
”Kedua anak juga mendapat kekerasan, baik fisik maupun psikis, oleh bapaknya. Kekerasan fisik berupa dicubit, dipukul, dan ditendang,” ujarnya.
Berdasarkan penyidikan kepolisian, SND melakukan pencabulan dan pemerkosaan terhadap YEP selama sekitar enam tahun atau hingga 2019. Sementara itu, pencabulan dan pemerkosaan terhadap YDP berlangsung hingga awal September 2021 atau selama delapan tahun.
Perilaku SND baru berhenti setelah YEP berani melapor ke kepolisian. Setelah laporan itu, petugas dari Polres Sleman menangkap SND di rumahnya di Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Sleman, pada 12 September 2021. Pada hari itu juga, SND langsung ditahan.
Yunanto memaparkan, SND dijerat dengan Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman untuk pelaku adalah pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Sementara itu, SND mengaku khilaf telah memerkosa kedua anaknya. SND juga menuduh istrinya telah selingkuh sehingga rumah tangganya tidak bahagia. ”Saya enggak pernah bahagia sama istri saya. Mungkin saya khilaf,” katanya saat ditemui di Markas Polres Sleman.
Kasus di DIY
Kasus pemerkosaan terhadap anak kandung itu kian menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tingginya kasus perempuan dan anak itu bahkan disinggung Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo saat berkunjung ke DIY pada 7 September 2021.
”Rupanya tindak pidana di Yogyakarta ini juga makin lama cukup signifikan, terutama untuk tindak pidana kekerasan kepada anak dan perempuan. Kasus begini di kantor kami, laporan dari Yogyakarta sangat tinggi,” ujar Hasto.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mengatakan, pada awal September 2021 ada sekitar 50 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY yang mendapat perlindungan dari LPSK. Namun, Antonius menyebut, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY bisa jadi lebih tinggi.
”Sebetulnya di luar itu masih ada kejadian-kejadian kekerasan terhadap anak dan perempuan di Yogyakarta,” tutur Antonius. Namun, sebagian kasus tersebut tidak dilaporkan ke aparat penegak hukum sehingga tidak terungkap.
Hasto memaparkan, dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, korban dan saksi sering kali memiliki hambatan psikologis untuk berani melapor. ”Dalam kasus yang menyangkut susila itu, korban maupun saksinya ada hambatan psikologis untuk berani memberikan keterangan dan lapor karena menyangkut aib dan segala macam,” katanya.
Oleh karena itu, Hasto mengimbau para korban dan saksi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani melapor dan memberi kesaksian. Dia menyebut, LPSK siap memberikan perlindungan terhadap para saksi dan korban itu.
”Kita mau mengimbau beranilah bersaksi karena nanti akan dilindungi LPSK dan dirahasiakan identitasnya. Jadi, nanti disiapkan agar yang bersangkutan berani memberikan kesaksian tanpa tekanan dan tanpa ancaman sehingga terungkap peristiwa itu,” ungkap Hasto.
Sementara itu, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, Pemerintah Daerah DIY telah menyiapkan tempat khusus untuk memberi perlindungan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, Sultan menyebut, kepolisian juga sudah memiliki bagian khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
”Kami sudah punya tempat untuk menangani korban. Kepolisian kan juga sudah bikin desk (bagian) untuk itu. Jadi, selama ini, kita bisa menangani persoalan-persoalan itu,” ujar Sultan.