Nelayan di Sulawesi Utara berharap pemerintah provinsi dapat memperkuat koperasi nelayan melalui skema kelembagaan yang akan dibentuk bersama pemerintah pusat. Berbagai masalah di bidang pemasaran ikan belum teratasi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Seorang nelayan melaut di pantai Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Selasa (3/3/2020).
MANADO, KOMPAS — Perwakilan nelayan di Sulawesi Utara berharap pemerintah provinsi dapat memperkuat koperasi nelayan melalui skema kelembagaan yang akan dibentuk bersama pemerintah pusat. Permasalahan nelayan, seperti persaingan pemasaran tangkapan, masih menanti solusi.
Dihubungi dari Manado, Selasa (21/9/2021), Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulut Ben Awoah mengapresiasi rencana Pemprov Sulut membentuk koperasi nelayan bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM). ”Ini tentu bukan sesuatu yang buruk, tetapi koperasi nelayan di Sulut sudah banyak,” katanya.
HNSI sendiri menaungi beberapa koperasi, contohnya Koperasi Produsen Putra Maritim di Manado, Koperasi Perikanan Bintang Laut di Kepulauan Sangihe, dan Koperasi Keramat Jaya Bolaang Mongondow Utara. Koperasi-koperasi itu bergerak, baik dalam bidang penangkapan maupun pemasaran hingga ke unit pengolahan dan konsumen.
Karena itu, Ben berharap koperasi nelayan yang direncanakan pemerintah tidak malah berujung bersaing dengan koperasi nelayan yang sudah ada, tetapi justru memperkuat dan menyejahterakan anggotanya. ”Pemerintah bisa membentuk koperasi pusat di tingkat provinsi yang membawahi koperasi nelayan di seluruh daerah,” katanya.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Kapal-kapal nelayan asing yang ditahan di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, Sulawesi Utara, Senin (17/2/2020).
Dengan sistem tersebut, beberapa masalah yang mengadang koperasi dapat diatasi, contohnya di bidang penjualan. Koperasi nelayan bisa menjual ikannya ke koperasi pusat, yang kemudian bertugas menyalurkannya ke konsumen. Koperasi pusat juga akan lebih kuat dalam membentuk kerja sama, misalnya dengan badan usaha milik negara (BUMN).
Selama ini, Ben menilai penjualan masih tumpang tindih. Koperasi harus bersaing dengan BUMN, seperti PT Perikanan Nusantara (Perinus) dalam penjualan. Hasil tangkapan anggota koperasi nelayan pun tidak selalu dapat diserap oleh PT Perinus karena tidak ada kerja sama jual beli sekalipun perusahaan itu ditugasi menyerap ikan dari nelayan.
Jika ada koperasi pusat, Ben yakin hal ini dapat diatasi. ”Bisa dibentuk kontrak kerja sama. Koperasi pusat beli dari koperasi nelayan, kemudian menjualnya ke BUMN. Jadi, BUMN juga bisa menjadi bapak angkat koperasi nelayan,” katanya.
Supervisor Armada PT Perinus Cabang Bitung Fernando Lontoh mengatakan, pihaknya belum memiliki kerja sama dengan satu pun koperasi nelayan di Sulut. Selain mengerahkan armada sendiri, PT Perinus membeli ikan langsung di sentra-sentra perikanan dan kapal-kapal perikanan yang bersandar di Bitung.
”Belum ada program yang secara spesifik bekerja sama dengan koperasi nelayan. Tetapi, kami juga tetap membeli langsung dari nelayan. Bisa juga dari perusahaan perikanan,” kata Fernando.
Menurut Ben, posisi tawar nelayan bisa lebih jauh tinggi dengan kehadiran koperasi pusat daerah. Masalah-masalah lain yang bersifat umum, seperti kekurangan bahan bakar minyak karena ketiadaan subsidi, kekurangan alat tangkap, dan cold storage, nantinya juga akan teratasi.
Model seperti ini akan membuat ekonomi keluarga (nelayan) lebih sejahtera.
Usulan koperasi nelayan di Sulut disepakati Gubernur Olly Dondokambey serta Menkop dan UKM Teten Masduki, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Meski belum ada skema yang jelas, Olly mengatakan, koperasi itu akan membantu nelayan dari upaya penangkapan ikan hingga penjualan.
”Jadi, konsepnya koperasi yang membawahi nelayan akan terintegrasi dengan koperasi untuk penjualan hasil tangkapan ikan. Semua di bawah naungan koperasi. Model seperti ini akan membuat ekonomi keluarga (nelayan) lebih sejahtera. Koperasi juga maju,” ujar Olly.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Ikan cakalang hasil tangkapan nelayan di Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Kamis (5/3/2020) sore.
Olly menambahkan, para nelayan akan dapat menikmati fasilitas jalur ekspor langsung ke Jepang dengan pesawat kargo sepekan sekali. Ia yakin, harga ikan yang diminati pasar internasional akan meningkat sehingga petani lebih berjaya. ”Pemprov akan mengintervensi dalam hal standardisasi produk hingga menyiapkan armada angkut, yaitu dari Garuda Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Teten berjanji segera merealisasikan koperasi tersebut. Pola ini juga akan dijadikan program nasional yang dimulai dari Sulut. Dalam waktu dekat, ia berjanji segera meluncurkan pilot project itu bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Sulut.
”Ini momentum yang paling tepat karena kebutuhan pangan dunia sedang sangat tinggi. Jadi, ekonomi pangan ini yang kita dorong sesuai arahan Presiden Jokowi,” kata Teten.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, hasil perikanan laut Sulut pada 2018 mencapai 368.710 ton, lalu turun menjadi 258.976 ton pada 2019. Sementara itu, ekspor hasil ikan dan udang Sulut pada 2019 sebesar 10.165,67 ton, lalu meningkat menjadi 10.806,56 ton pada 2020.