Teror Bom Molotov, ”Obat Kuat” bagi Perjuangan LBH Yogyakarta
Pelemparan bom molotov ke kantor LBH Yogyakarta diyakini tak akan menggoyahkan kerja advokasi lembaga itu. Bahkan, peristiwa itu disebut menjadi ”obat kuat” perjuangan ke LBH Yogyakarta selanjutnya.
Pelemparan bom molotov ke kantor Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Sabtu (18/9/2021), diyakini tak akan menggoyahkan kerja advokasi lembaga tersebut. Bahkan, peristiwa itu justru dianggap sebagai ”obat kuat” bagi perjuangan LBH Yogyakarta selanjutnya. Meski begitu, polisi didesak mengusut tuntas kasus itu agar peristiwa serupa tak terulang di kemudian hari.
Warna hitam bekas terbakar api masih tampak di sebagian lantai, dinding, jendela, dan kursi di teras kantor LBH Yogyakarta, Sabtu sore. Di lantai yang menghitam itu juga terdapat pecahan botol kaca yang tersebar di sejumlah titik. Warna hitam dan pecahan botol kaca itu merupakan sisa-sisa bom molotov yang dilemparkan ke kantor LBH Yogyakarta belasan jam sebelumnya.
Sore itu, sejumlah anggota kepolisian datang ke kantor LBH Yogyakarta di Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Mereka memotret sejumlah bagian teras kantor yang terkena api. Pecahan-pecahan botol kaca juga tak luput dari perhatian para petugas.
”Yang ada di TKP sekarang adalah bekas botol bensin dan bekas api yang menyala karena cat di tembok sampai mengelupas. Sementara ini, kami masih melakukan pendalaman,” ujar Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Kotagede Iptu Mardiyanto saat ditemui di lokasi kejadian.
Baca juga : Kantor LBH Yogyakarta Dilempar Bom Molotov Orang Tak Dikenal
Menurut Mardiyanto, dilihat dari bukti-bukti yang ditemukan di TKP, kantor LBH Yogyakarta diduga dilempar dengan botol berisi bensin yang diberi sumbu dan disulut dengan api. Api dari botol itulah yang kemudian membakar sejumlah bagian teras kantor LBH Yogyakarta.
”Kalau lihat dari bekasnya, ini dari botol yang diisi bensin, kemudian ada sumbu yang dinyalakan, lalu dilempar. Istilahnya molotov,” ucap Mardiyanto.
Pelemparan bom molotov itu diduga terjadi pada Sabtu antara pukul 01.00 dan pukul 05.00. Mardiyanto menyatakan, saat peristiwa pelemparan bom molotov, kantor LBH Yogyakarta dalam kondisi kosong. Selain itu, berdasarkan penyelidikan sementara, sejumlah warga yang tinggal di sekitar kantor LBH Yogyakarta juga tidak tahu kejadian tersebut.
Beberapa warga sekitar mengatakan tidak mendengar suara keributan atau ledakan pada Sabtu dini hari hingga pagi. Selain itu, Mardiyanto menambahkan, kamera pengawas (CCTV) di kantor LBH Yogyakarta ternyata mati sehingga tidak merekam pelemparan bom molotov.
”CCTV ada, tapi saya sudah tanya ke penjaga, posisinya mati total. Ada dua CCTV yang terpasang, tapi kondisinya mati. Jadi merupakan kendala juga,” ungkap Mardiyanto.
Baca juga : Kantornya Dilempar Bom Molotov, LBH Yogyakarta: Kami Tidak Takut
Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli menjelaskan, pelemparan bom molotov itu pertama kali diketahui pada Sabtu pukul 05.00. Saat itu, seorang anggota staf LBH Yogyakarta datang ke kantor dan menemukan sebagian dinding, lantai, jendela, ventilasi, dan atap teras kantor menghitam karena bekas terbakar api.
”Sepertinya, api juga menyambar ke dalam kantor karena di bagian gorden ada lubang yang kena api,” kata Yogi. Meski begitu, api tidak membesar sehingga barang-barang di dalam kantor LBH Yogyakarta tidak terbakar.
Menurut Yogi, pada Sabtu pukul 01.00, sejumlah warga masih nongkrong di dekat kantor LBH Yogyakarta. Saat itu, warga tidak melihat hal-hal yang mencurigakan. Namun, setelah pukul 01.00, sejumlah warga itu telah pulang.
”Berdasarkan keterangan warga sekitar, mereka masih lek-lekan (begadang) di dekat kantor LBH Yogyakarta dan tidak ada hal-hal yang dianggap mencurigakan. Artinya, kalau kami mengetahui ada lemparan bom molotov pukul 05.00, peristiwanya kemungkinan berlangsung antara pukul 01.00 dan pukul 05.00,” tutur Yogi.
Pelaku dan motif
Yogi menuturkan, LBH Yogyakarta belum mengetahui siapa yang melemparkan bom molotov itu. Motif pelemparan tersebut juga masih menjadi tanda tanya. Namun, Yogi menduga, pelemparan bom molotov itu kemungkinan berkaitan dengan kerja advokasi LBH Yogyakarta.
Selama ini, LBH Yogyakarta memang aktif melakukan advokasi terhadap berbagai persoalan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. ”Kalau kami boleh menduga, serangan ini bisa jadi terkait dengan pembelaan LBH Yogyakarta terhadap beberapa kasus. Saat ini, kami sedang banyak melakukan advokasi perkara secara intensif,” papar Yogi.
Salah satu kasus yang sedang diadvokasi LBH Yogyakarta dan mendapat perhatian luas adalah penolakan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng, terhadap rencana penambangan batu andesit di desa mereka. Selain itu, LBH Yogyakarta juga sedang mengadvokasi warga di Kabupaten Cilacap, Jateng, yang terkena dampak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
LBH Yogyakarta bersama sejumlah elemen masyarakat sipil di DIY juga sedang melakukan advokasi untuk menolak Peraturan Gubernur DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Pergub itu ditolak karena melarang demonstrasi di sejumlah wilayah, termasuk kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta.
Baca juga : Warga Desa Wadas Ajukan Kasasi
Yogi menyatakan, meski mendapat aksi teror, LBH Yogyakarta akan terus melanjutkan advokasi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat kecil dan terpinggirkan. Perjuangan membela hak-hak masyarakat kecil itu memang sudah dilakukan sejak lembaga tersebut berdiri pada 6 September 1981.
”Kami sama sekali tidak takut dengan teror ini. Kejadian ini justru menambah berlipat-lipat semangat kami untuk terus maju dan tidak pernah berhenti melakukan pembelaan serta memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat miskin korban ketidakadilan,” ungkap Yogi.
Pada Sabtu malam, LBH Yogyakarta secara resmi melaporkan aksi pelemparan bom molotov itu ke Kepolisian Resor Kota Yogyakarta. Polisi pun didesak untuk mengungkap kasus tersebut secara tuntas karena tindakan pelemparan bom molotov itu bisa dianggap sebagai aksi teror terhadap pejuang hak asasi manusia dan demokrasi.
”Kami mendesak polisi mengusut tuntas kejadian ini lewat penyelidikan dan penyidikan yang sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) serta berlandaskan pada prinsip negara hukum dan nilai hak asasi manusia. Pelaku, baik pelaku lapangan maupun dalangnya, harus ditemukan dan diungkap terang benderang. Motifnya juga harus dikuak sejelas-jelasnya,” papar Yogi.
Ia menuturkan, sebelum kejadian teror bom molotov itu, aktivis LBH Yogyakarta beberapa kali mengalami intimidasi dan bahkan menjadi korban kekerasan. Pada tahun 2013, misalnya, kantor LBH Yogyakarta digeruduk massa dari organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu. Para anggota ormas itu mendesak LBH Yogyakarta tidak mendampingi keluarga bekas tahanan politik tahun 1965.
Yogi menambahkan, pada tahun 2018, seorang pengacara LBH Yogyakarta juga menjadi korban pemukulan saat hendak mendampingi para mahasiswa yang ditangkap polisi seusai aksi demonstrasi yang berujung kericuhan. Lalu, pada 23 April 2021, seorang advokat dan seorang asisten advokat LBH Yogyakarta ditangkap polisi saat mendampingi warga Desa Wadas yang menggelar aksi menolak penambangan batu andesit di desa mereka.
”Kalau intimidasi, sudah beberapa kali kami alami. Tapi kalau serangan bom molotov, setahu saya baru kali ini,” ujar Yogi.
Kasus teror terhadap pejuang demokrasi dan hak asasi manusia bukan hanya dialami LBH Yogyakarta. Pada 19 Oktober 2019, kantor LBH Medan, Sumatera Utara, juga dilempar bom molotov oleh orang tak bertanggung jawab. Sebelumnya, pada 11 April 2017, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendapat serangan dengan disiram air keras.
Solidaritas
Setelah aksi teror bom molotov itu, sejumlah aktivis masyarakat sipil di DIY langsung datang ke kantor LBH Yogyakarta sebagai bentuk solidaritas. Selain memberi dukungan, para aktivis itu juga meyakini teror bom molotov tersebut tak akan menggoyahkan komitmen LBH Yogyakarta untuk memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia.
Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta Tri Wahyu menyatakan, pelemparan bom molotov itu bukan hanya serangan terhadap LBH Yogyakarta, melainkan juga seluruh pejuang demokrasi di Yogyakarta dan Indonesia. Ia juga menilai, pelemparan bom molotov itu merupakan bentuk teror dengan cara lama yang tidak akan efektif menurunkan daya kritis LBH Yogyakarta.
”Pelaku gagal kalau mau meneror LBH Yogyakarta dengan cara lawasan (lama) seperti ini. Serangan ini enggak bakal menurunkan daya kritis LBH Yogyakarta,” ucap Wahyu saat memberikan pernyataan sebagai bentuk solidaritas.
Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Eko Riyadi menyebutkan, pelemparan bom molotov itu menjadi ”obat kuat” bagi LBH Yogyakarta. Oleh karena itu, peristiwa tersebut diyakini akan makin menguatkan komitmen LBH Yogyakarta mengadvokasi masyarakat kecil dan terpinggirkan.
”Peristiwa dugaan pelemparan bom molotov ini adalah pil obat kuat bagi LBH Yogyakarta. Saya mendukung sepenuhnya LBH Yogyakarta tetap berada pada garisnya dan tidak mundur sedikit pun,” ujar Eko.
Selama ini, LBH Yogyakarta telah memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tak memiliki kemampuan menyewa pengacara.
Eko mengatakan, kerja advokasi yang dilakukan LBH Yogyakarta merupakan tugas konstitusional yang sangat penting. Selama ini, LBH Yogyakarta telah memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tak memiliki kemampuan menyewa pengacara. ”Saya memberikan apresiasi dan dukungan agar peristiwa ini justru memperkuat apa yang selama ini telah dilakukan oleh teman-teman LBH Yogyakarta,” katanya.
Eko juga menyatakan, aksi pelemparan bom molotov itu merupakan kejahatan serius dan tindakan barbar. Tindakan itu tak hanya menyerang LBH Yogyakarta, tetapi juga mencederai Yogyakarta sebagai daerah yang toleran dan menghargai demokrasi.
Berangkat dari keprihatinan itu, semua pihak mendesak peristiwa tersebut diusut tuntas. Kegagalan polisi mengungkap kasus ini dikhawatirkan menjadi preseden sehingga suatu saat terjadi lagi peristiwa serupa.