Masyarakat dan pemangku kepentingan di wilayah pantura barat Jateng diminta mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi musim hujan. Sejumlah sarana dan personel penanggulangan bencana juga disiapkan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Jelang musim hujan, masyarakat di wilayah pantai utara (pantura) barat Jawa Tengah diminta mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi, seperti angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor. Pada Minggu (19/9/2021), sedikitnya 22 rumah di Desa Tanjungsari, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, rusak ringan hingga berat akibat diterjang angin puting beliung.
Prakirawan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tegal Sri Nur Latifah mengatakan, musim hujan diperkirakan mulai terjadi di wilayah pantura barat Jateng pada dasarian I Oktober atau 10 hari pertama di bulan Oktober. Adapun puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari-Februari 2022.
Pada musim hujan, masyarakat dan pemangku kepentingan diminta mewaspadai potensi sejumlah bencana hidrometeorologi. Di pengunungan atau dataran tinggi, bencana yang perlu diwaspadai adalah tanah longsor. Adapun di sekitar bantaran sungai perlu diwaspadai luapan air yang menyebabkan banjir.
”Selain itu, pada musim peralihan atau pancaroba seperti sekarang ini, adanya angin puting beliung juga perlu diwaspadai. Biasanya (angin puting beliung) terjadi pada siang hingga sore hari,” kata Latifah, Senin (20/9/2021).
Untuk mengantisipasi bencana-bencana tersebut, pemerintah perlu memastikan tata kelola air sudah terintegrasi dari hulu hingga hilir. Selain itu, masyarakat juga dinilai perlu menambah pemahaman tentang mitigasi kebencanaan. Ini agar saat terjadi bencana, masyarakat tidak panik dan mampu menekan dampak lebih buruk yang mungkin timbul.
Bencana pada musim pancaroba berupa puting beliung terjadi di Desa Tanjungsari pada Minggu sekitar pukul 15.30. Saat peristiwa itu, sebagian besar warga sedang berada di dalam rumah. Beruntung, tidak ada korban luka ataupun korban jiwa dalam peristiwa itu.
Kepala Desa Tanjungsari, Warasmui, mengatakan, sebanyak 18 rumah rusak sedang dan ringan. Adapun empat rumah lainnya rusak berat. ”Sebagian besar rumah yang rusak atapnya terbawa angin. Paling parah ada satu rumah yang temboknya runtuh,” ucapnya.
Rumah warga yang rusak diperbaiki warga dengan bergotong royong, Senin pagi. Biaya perbaikan rumah tersebut disokong oleh anggaran dana desa. Warasmui menambahkan, angin puting beliung itu bukanlah yang pertama kali di Desa Tanjungsari. Awal tahun 2021, peristiwa serupa terjadi, yang menyebabkan 13 rumah rusak sedang dan ringan.
Dipetakan
Di Kabupaten Tegal, kepolisian bersama pemerintah desa dan sukarelawan kebencanaan mulai memetakan titik-titik rawan bencana. Pemetaan lokasi rawan bencana mulai dari banjir, tanah longsor, hingga angin puting beliung akan dijadikan dasar penyusunan rencana kontingensi.
Berdasarkan pemetaan, diketahui sejumlah wilayah di Kabupaten Tegal rawan longsor, yakni Kecamatan Bumijawa, Bojong, Jatinegara, dan Balapulang. Sementara itu, daerah rawan banjir di Kecamatan Kramat, Suradadi, Warureja, Dukuhturi, Adiwerna, Jatinegara, Margasari, Kedungbanteng, Pangkah, Lebaksiu, dan Slawi. Adapun Kecamatan Bumijawa, Bojong, Pangkah, Jatinegara, Dukuhwaru, Balapulang, Pagerbarang, Slawi, dan Adiwerna rawan bencana angin puting beliung.
”Selain pemetaan dan penyusunan rencana kontingensi, kita perlu melakukan tactical floor game (geladi peta) terkait dengan penanggulangan bencana alam. Lalu, kita juga harus menyiapkan titik-titik lokasi penampungan korban bencana alam beserta lokasi untuk dapur umumnya,” ujar Kepala Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Besar Arie Prasetya Syafa’at.
Arie menambahkan, jika rencana kontingensi sudah tersusun, pihaknya juga akan melakukan simulasi penanganan bencana. Hal itu untuk mengukur kesiapan sarana dan prasarana penanggulangan kebencanaan serta kesiapan personel.