Burung Elang dari Rumah Dinas Gubernur Aceh Dilepasliarkan
Burung elang brontok yang sempat dipelihara di rumah dinas Gubernur Aceh kini dilepaskan ke habitat oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh. Lokasi pelepasliaran berada di hutan konservasi Uyem Gayo, Aceh Tengah.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
TAKENGON, KOMPAS — Sebanyak empat burung elang brontok (Nisaetus cirrhatus) yang diambil dari rumah dinas Gubernur Aceh dilepasliarkan ke habitat di hutan konservasi Uyem Gayo, Desa Balee Bujang, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Elang brontok termasuk satwa langka dilindungi.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto dihubungi pada Senin (20/9/2021) mengatakan, burung tersebut telah menjalani masa karantina selama enam bulan. Sebelumnya, burung elang itu dipelihara di rumah dinas Gubernur Aceh.
”Sebelum dilepasliarkan, ke empat elang tersebut telah direhab dan dicek kesehatannya,” ujar Agus. Pelepasliaran dilakukan pada Minggu (19/9/2021).
Sebelumnya, Agus mengatakan, burung dari rumah dinas gubernur diserahkan kepada BKSDA Aceh oleh Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmandi. Meski demikian, sejumlah pihak menilai, pemeliharaan burung lindung di rumah dinas pejabat menyalahi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Jumlah burung yang diserahkan delapan ekor. Namun, yang baru dilepasliarkan empat ekor, selebihnya masih dikarantina.
Burung itu dilepaskan di hutan Uyem Gayo yang berada di antara kawasan wisata Bur Telege dan Bur Mulu, Aceh Tengah, karena kawasan itu adalah habitat burung. Kawasan tersebut merupakan hutan konservasi yang selama ini juga dikelola sebagai kawasan wisata burung dan beragam jenis tanaman.
Sebelum dilepasliarkan, empat elang tersebut telah melalui pengecekan kesehatan serta telah menjalani proses habituasi di lokasi pelepasliaran. ”Ketersediaan pakan dan keamanan di kawasan itu terjamin,” ujar Agus.
Agus mengatakan, awalnya burung yang hendak dilepasliarkan berjumlah enam ekor, tetapi dua ekor dianggap belum siap untuk hidup di alam bebas. Saat dilepas, burung itu diserang oleh elang liar. ”Dua ekor itu harus menjalani karantina lagi sampai dianggap layak untuk dilepaskan ke habitatnya,” kata Agus.
Ditemukannya sejumlah satwa yang dilindungi di rumah dinas Gubernur Aceh tersebut melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Konservasi.
Elang brontok merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilindungi. Elang brontok yang disebut juga burung rajawali memiliki ukuran tubuh dari paruh hingga ekor sepanjang 60-80 sentimeter.
Kepala Desa Balee Bujang Misriadi mengatakan, lokasi pelepasliaran tersebut adalah habitat elang brontok. Misriadi berterima kasih kepada pemerintah karena telah mengembalikan burung elang tersebut ke rumahnya. Di kawasan pelepasliaran terdapat banyak jenis burung sehingga dijadikan taman wisata burung.
Taman wisata burung itu dikelola oleh desa. Para pengunjung diperkenankan melihat burung dan aneka ragam tanaman anggrek, tetapi dilarang mengambil dan menembak.
”Kami senang, kami berharap kalau ada burung yang akan dikembalikan ke habitat, lokasi ini jadi prioritas. Kami akan menjaga dari perburuan dan menjadikan daya tarik wisata,” kata Misriadi.
Sebelumnya dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Kurniawan, mengatakan, ditemukannya sejumlah satwa yang dilindungi di rumah dinas Gubernur Aceh tersebut melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, dan memelihara satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.