Tewasnya Ali Kalora Jadi Momentum Selesaikan Terorisme di Sulteng
Warga ingin beraktivtas dengan damai, tidak dibayang-bayangi kekhawatiran atas aktivitas kelompok yang menebar teror dengan membunuh warga.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
PARIGI, KOMPAS — Warga di sekitar daerah operasi Madago Raya di Sulawesi Tengah berharap tewasnya pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Ali Kalora, menjadi momentum diselesaikan masalah terorisme di Sulteng. Warga tak ingin selalu beraktivitas dalam bayang-bayang kekhawatiran karena keberdaan kelompok tersebut selama ini menebar teror dengan membunuh warga.
”Kami ingin aman dalam berkebun. Selama ini kami berkebun dengan penuh kekhawatiran. Kami harap ini jadi kesempatan masalah terorisme cepat diselesaikan,” kata Putu Suardika (55), warga Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, Minggu (19/9/2021).
Putu dan warga Desa Astina pada umumnya memiliki kebun kakao dan nilam di daerah pegunungan di sekitar lokasi terjadinya baku tembak antara Satuan Tugas Operasi Madago Raya dan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Ali Kalora, bersama dengan salah satu anggotanya, Jaka Ramadhan.
Putu mengatakan, selama ini dirinya memang memanen nilam, tetapi tidak semuanya dipanen karena khawatir dengan keberadaan MIT. Padahal, nilam dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi tanaman andalan warga.
”Saya baru-baru ini bisa menghasilkan 25 kilogram minyak nilam. Dengan harga Rp 450.000 per kilogram, saya bisa dapat sekitar Rp 11 juta. Ini sangat membantu,” kata Putu yang hendak pergi ke sawahnya di selatan Astina.
Nilam ditanamnya di bawah naungan kakao. Dari 2 hektar kebun kakao, bapak dua anak itu baru menanam nilam di 1 hektar lahannya.
Tanaman nilam warga Desa Astina berada di pegunungan di sisi barat desa. Kebun tersebut berbatasan langsung dengan hutan pegunungan yang membentang dari Kabupaten Parigi Moutong hingga Poso.
Selain kebun di sekitar gunung, warga Astina juga memiliki sawah. Saat ini sawah sudah ditanami bibit padi atau ditaburi benih padi. Sawah berada tak jauh dari permukiman. Irigasi untuk sawah tersebut berhulu di hutan pegunungan di sisi barat desa.
Pantauan Kompas, Minggu, secara umum, situasi di Desa Astina dan desa-desa sekitarnya di Parigi Moutong berjalan normal. Warga pergi ke kebun, sawah, dan memotong rumput untuk ternak seperti biasanya. Terlihat juga beberapa warga menyiapkan upacara keagamaan.
Asa yang sama dilontarkan warga di desa lain yang berada di pinggir hutan daerah gerilya kelompok MIT. Pada akhir November 2020, warga di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, juga berharap agar masalah terorisme ditangani serius sehingga cepat selesai. Dengan begitu, mereka bisa beraktivitas dengan bebas di kebun kopi dekat hutan.
Kami harap ini jadi kesempatan masalah terorisme cepat diselesaikan.
Baku tembak terjadi antara Satuan Tugas Operasi Madago Raya dan Ali Kalora serta Jaka Ramadhan alias Ikrima. Ali dan Ikrima tewas dalam baku tembak tersebut. Jenazah keduanya saat ini berada di RS Bhayangkara, Palu.
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas, Ali dan Jaka sudah dipantau lima pos sekat Satuan Tugas Operasi Madago Raya dalam seminggu terakhir. Ruang gerak mereka disepersempit selain juga menjaga kemungkinan bergabungnya anggota MIT lainnya.
Dari Ali dan Jaka, anggota Satuan Tugas Madago Raya mengumpulkan banyak barang bukti, antara lain dua bom lontong, satu senjata api laras panjang jenis M-16, sejumlah peluru, parang, gergaji, pakaian, selimut, periuk. Total ada 46 barang bukti yang dikumpulkan aparat dari lokasi kejadian.
Ali merupakan pemimpin ketiga MIT setelah Santoso yang juga pendiri kelompok itu tewas ditembak pada pertengahan 2016 dan Basri yang menyerahkan diri satu bulan setelah Santoso tewas. Ali memimpin kelompok tersebut bergerilya di hutan pegunungan Poso, Parigi Moutong, dan Sigi, selama ini. Ali disebutkan memiliki keahlian merakit bom.
Dengan tewasnya Ali dan Jaka, anggota kelompok yang masuk daftar pencarian orang (DPO) terkait tindak pidana terorisme tersisa empat orang. Dalam beberapa bulan terakhir, Ali dan Jaka terpisah dengan empat orang yang tersisa tersebut.
Adapun MIT dibentuk oleh Santoso pada sekitar 2012. Kelompok itu menebar teror dengan target aparat Polri dan TNI. Selain itu, mereka juga membunuh warga sipil.
Tak kurang dari 20 petani atau warga sipil dibunuh anggota kelompok MIT sejak 2014. Terakhir, pembunuhan terhadap empat petani di Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Poso, pada 10 Mei 2021. Petani atau warga itu dibunuh saat berkebun di sekitar hutan Kabupaten Poso, Sigi, dan Parigi Moutong.
Kelompok itu juga mendeklarasikan diri sebagai bagian dari Negara di Irak dan Suriah (NIIS) saat NIIS muncul dan menguat pada 2015-2016.
Pada 2021 ini, terhitung lima anggota kelompok MIT tewas di ujung senjata aparat. Sebelumnya, ada tiga orang tewas ditembak pada pertengahan Juni 2021.
Kepala Kepolisian Daerah Sulteng yang juga Penanggung Jawab Operasi Madago Raya Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi menegaskan, pihaknya akan mengejar terus sisa empat DPO tersebut. Ia meminta dukungan masyarakat Sulteng agar upaya tersebut sukses sehingga Sulteng terbebas dari terorisme.
Untuk mencegah simpatisan bergabung dengan menjadi MIT, Rudy menyebutkan, Polri dan TNI terus bekerja untuk memberantas terorisme. Dalam sebulan terakhir, di seluruh wilayah Indonesia ditangkap banyak orang yang terkait dengan tindak pidana terorisme.
”Secara intelijen, kami akan terus bekerja untuk mencegat (mereka bergabung). Kami juga meminta agar masyarakat jangan ragu-ragu melapor kepada kami jika menemukan adanya mereka ini (simpatisan atau orang-orang mencurigakan),” katanya.
Rudy yang belum sebulan menjabat Kepala Polda Sulteng menggantikan Inspektur Jenderal Abdul Rakhman Baso menyatakan, untuk melindungi warga yang beraktivitas, ada anggota satuan tugas yang berada di pos sekat di sekitar kebun warga. Mereka rutin berpatroli. ”Masyarakat tak perlu takut berkebun,” ujarnya.