Jelantah atau minyak goreng bekas oleh warga Karangklesem, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, dikumpulkan dan jadi ladang untuk bersedekah. Penjualan aneka rongsok dan jelantah disalurkan bagi warga yang membutuhkan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Jogo Tonggo atau menjaga tetangga menjadi roh yang digelorakan memperkuat ketahanan warga Jawa Tengah di masa pandemi Covid-19. Di Purwokerto, Banyumas, semangat itu diwujudkan melalui Rumah Sedekah Rongsok dan Jelantah. Di tempat ini, rongsokan hingga minyak jelantah menjadi sedekah penuh berkah.
Gibran Eka Putra (16) tak mengira jelantah minyak yang biasanya hanya dibuang bakal mendukungnya menggapai cita-cita menjadi masinis. Dua pekan lalu, dia baru saja membeli buku-buku sekolah setelah mendapat beasiswa Rp 200.000 dari sedekah warga di sekitar tempat tinggalnya di RW 005 Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan.
Siswa kelas XI jurusan teknik instalasi listrik di salah satu SMK swasta di Purwokerto tersebut tinggal bersama kakek dan neneknya. Ibunya telah meninggal, sedangkan bapaknya merantau menjadi buruh di Karawang.
”Simbah kakung (kakek) tukang becak. Simbah putri (nenek) di rumah. Bapak selalu kirim uang Rp 100.000 seminggu sekali di hari Sabtu buat saya dan simbah,” tutur Gibran, Kamis (9/9/2021).
Gibran bersyukur atas beasiswa yang dikumpulkan warga RW bagi dirinya. Dia pun tidak mengira jelantah yang biasanya dibuang kini justru bisa dimanfaatkan bersama untuk membantu sesama.
Tak hanya Gibran, sedekah limbah yang dihimpun di Rumah Sedekah Rongsok dan Jelantah juga dirasakan sekitar 44 warga lain. Amsiah Gunawan (49), warga yang juga pengurus dasawisma RT 003 RW 005 Kelurahan Karangklesem, menuturkan, di dekat rumahnya ada satu keluarga yang menjadi penerima bantuan permanen.
”Dia seorang nenek lansia, tidak menikah, dan tidak bekerja. Dia hidup bersama adiknya yang bekerja serabutan. Setiap bulan keluarga ini mendapat bantuan Rp 200.000,” tuturnya.
Bantuan juga diberikan bagi warga yang positif Covid-19. Di dasawisma Amsiah, tiga keluarga yang terpapar Covid-19 menerima donasi dari rumah jelantah dan barang bekas. Adapun secara keseluruhan sudah ada 35 keluarga yang pernah mendapatkan donasi karena anggota keluarganya terkonfirmasi positif Covid-19.
”Yang terkena Covid-19 kemarin dapat bantuan sebesar Rp 200.000. Bagi yang terdampak, misalnya ada yang kerja di pabrik lalu kena PHK atau kena musibah kecelakaan, juga dapat bantuan sembako Rp 100.000 dan uang tunai Rp 50.000,” tuturnya.
Sedekah dari warga untuk warga tersebut dihimpun dari pengelolaan limbah rumah tangga di Rumah Sedekah Rongsok dan Jelantah di Jalan Wadaskelir, Karangklesem. Di tempat ini, jeriken-jeriken plastik putih berlumuran sisa minyak atau jelantah bertumpuk di sudut ruangan berukuran sekitar 6 x 5 meter.
Yang terkena Covid-19 kemarin dapat bantuan sebesar Rp 200.000. Bagi yang terdampak, misalnya ada yang kerja di pabrik lalu kena PHK atau kena musibah kecelakaan, juga dapat bantuan sembako Rp 100.000 dan uang tunai Rp 50.000. (Amsiah)
Di sudut lainnya tertumpuk kardus dan botol plastik bekas yang sudah terpilah. Barang-barang itu disedekahkan warga, dikumpulkan, lalu dijual dan uangnya jadi berkah bagi yang membutuhkan. Karena aktivitas berpusat di Jalan Wadaskelir, gerakan sedekah itu disebut Wadaskelir Berbagi.
Untuk biodiesel
Jelantah dari warga ini dijual kepada pihak ketiga yang memiliki izin mengumpulkan minyak goreng bekas untuk diolah menjadi bahan bakar biodiesel. ”Ada jaminan bahwa jelantah ini bukan untuk dijual sehingga dikonsumsi lagi, tapi dipakai untuk biodiesel. Jelantah ini dikirim ke Surabaya,” ujar Ketua RW 005 Sidik Fatoni.
Warga setempat pun antusias menyedekahkan barang bekas dan jelantah. Salah satunya Amsiah yang mengaku senang karena bisa berbagi. ”Daripada dijual sendiri, kan, harganya tidak seberapa, tapi dengan disedekahkan justru bisa bermanfaat bagi orang lain,” ucapnya.
Amsiah rutin mengumpulkan minyak goreng bekas yang telah dipakai 1-2 kali untuk diserahkan ke rumah jelantah. Per bulan, dia mengumpulkan hingga 1,5 liter jelantah untuk disedekahkan. Dia juga pernah memberikan botol-botol bekas dan mesin cuci bekas miliknya. Hal baik lain, diakui Amsiah, rumahnya jadi tidak berantakan oleh barang bekas.
Selain menyumbangkan barang secara langsung, Amsiah juga mengoordinasi pengumpulan jelantah dan barang bekas dari sekitar 15 keluarga di sekitar tempat tinggalnya. Pendekatan personal dilakukan dengan cara memberi contoh dan juga transparansi bahwa donasi benar-benar diterima warga yang membutuhkan.
Kami ingin membantu masyarakat, tapi dengan tidak membebani mereka. (Sidik Fatoni)
Menurut Fatoni, Gerakan Wadaskelir Berbagi dirintis sejak Mei 2020 bersama pengurus RW dan 7 RT di wilayahnya. Lahirnya gerakan ini pertama-tama dipicu pandemi Covid-19 yang mendera semua sektor kehidupan termasuk warga setempat. ”Kami ingin membantu masyarakat, tapi dengan tidak membebani mereka,” ujarnya.
Barang bekas dan jelantah dipilih karena biasanya menjadi limbah rumah tangga yang tak terkelola baik. Biasanya, jelantah hanya dibuang begitu saja ke kebun atau got sehingga berpotensi merusak tanah atau mencemari sungai sekitar. Dengan disedekahkan untuk dijadikan biodiesel, gerakan ini bisa mengatasi permasalahan lingkungan, meringankan beban ekonomi, serta meminimalkan potensi penyakit seperti kolesterol dan kanker yang ditimbulkan dari pemakaian minyak jelantah berulang kali.
Fatoni menyebutkan, dari sekitar 430 keluarga di wilayahnya, sekitar 70 persen aktif memberikan sedekah rongsok dan jelantah. Dalam waktu dua bulan, rata-rata hasil penjualan barang bekas, seperti ember dan botol kemasan plastik, bisa mencapai Rp 1 juta. Sementara dalam waktu hingga 1,5 bulan terkumpul 8 jeriken jelantah berisi masing-masing 18 liter. Setiap jeriken dihargai Rp 100.000.
Selain penjualan jelantah dan barang bekas, gerakan ini juga menerima donasi dari pihak luar. Donasi dan hasil penjualan jelantah serta barang bekas di komunitas ini rata-rata Rp 2 juta-Rp 8 juta per bulan seperti dilaporkan lewat unggahan di media sosial Instagram @wadaskelir05_. ”Di sini ada 7 RT. Setiap RT bisa menerima donasi untuk 2-3 keluarga per bulan,” kata Fatoni.
Lurah Karangklesem Praptono mengapresiasi gerakan di RW 005 ini dan berharap gerakan serupa bisa direplikasi di lokasi lain. Terlebih, gerakan ini senapas dengan semangat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo lewat program ”Jogo Tonggo” atau jaga tetangga semasa Covid-19.
Kepala Seksi Peningkatan Kinerja Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas Aris Afandi mengatakan, sedekah rongsokan dan jelantah ini merupakan contoh baik bagaimana warga mau mengelola atau memilah sampah mulai dari sumbernya, yaitu rumah. Terlebih, sampah adalah tanggung jawab setiap warga yang menghasilkannya.
Dengan potensi sampah 1.000 ton per hari yang dihasilkan 1,7 juta penduduk Banyumas, gerakan sedekah jelantah dan barang rongsok di Purwokerto ini bisa menjadi solusi penanganan sampah di sisi hulu. Lewat sedekah, lingkungan kian terjaga, sesama pun menikmati berkah.