TNI AL Siagakan 5 Kapal Perang di Laut Natuna Utara
TNI Angkatan Laut menyiagakan lima kapal perang dan satu pesawat untuk berpatroli di Laut Natuna Utara. Langkah itu untuk menindaklanjuti sejumlah laporan mengenai peningkatan aktivitas kapal asing.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Komando Armada 1 TNI Angkatan Laut menyiagakan lima kapal perang untuk berpatroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Langkah itu untuk menindaklanjuti sejumlah laporan mengenai peningkatan aktivitas kapal asing di perairan tersebut.
Panglima Koarmada 1 Laksamana Muda Arsyad Abdullah, Kamis (16/9/2021), mengatakan, TNI AL menggelar operasi yang diberi sandi Siaga Segara 21. Dalam operasi tersebut, Koarmada 1 diberi alokasi lima kapal perang dan satu pesawat udara untuk melaksanakan patroli di Laut Natuna Utara.
”Dari lima KRI, kami atur sedemikian rupa sehingga bisa selalu ada tiga atau empat KRI yang siaga di laut. Dengan begitu, kami dapat memantau kapal-kapal yang kemungkinan akan memasuki perairan Indonesia,” kata Arsyad kepada para wartawan di atas KRI Silas Papare-386 di perairan Ranai, Natuna.
Nantinya, lima KRI itu akan ditugaskan untuk mengamankan perairan di sekitar landas kontinen Indonesia. Menurut Arsyad, hal itu dilakukan karena landas kontinen Indonesia telah disepakati oleh negara-negara lain.
Adapun garis batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara masih dalam sengketa dengan Vietnam. Meski demikian, Arsyad mengatakan, tidak tertutup kemungkinan kapal perang Indonesia juga akan ditugaskan untuk berpatroli sampai ZEE karena Indonesia memiliki hak berdaulat di situ.
Seperti dikutip dari Kompas (7/1/2020), wilayah kedaulatan bisa dijelaskan dengan membayangkan titik-titik yang ditarik dari bagian terluar Indonesia, termasuk Pulau Natuna. Dari titik-titik itu, lalu ditarik garis yang disebut garis pangkal. Jika dari garis pangkal ditarik 12 mil ke luar dan dibentuk garis baru, garis itu disebut garis teritorial. Dari garis teritorial hingga ke dalam, termasuk daratan Indonesia, ada kedaulatan RI.
Masih dikutip dari edisi Kompas yang sama, apabila dari garis pangkal ditarik garis ke luar sejauh 200 mil, daerah itu disebut ZEE, di mana sumber daya alam yang ada di ZEE ditujukan secara eksklusif untuk diolah negara pantai pemilik ZEE tersebut. Makna diolah, bisa saja negara pantai bekerja sama dengan pihak lain, termasuk negara lain atau swasta. Ini disebut hak berdaulat.
Hak berdaulat itu digunakan Indonesia untuk menambang minyak dan gas di Laut Natuna Utara dengan menggandeng perusahaan asing yang salah satunya adalah Noble Clyde Boudreaux. Pengeboran minyak oleh Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, perairan Natuna, dimulai awal Juli 2021.
Akhir Agustus lalu, kapal survei China, Haiyang Dizhi-10, berulang-ulang terpantau satelit melintas zig-zag di Laut Natuna Utara dengan dikawal sejumlah kapal penjaga pantai China. Kapal serupa, Haiyang Dizhi-8, pernah membuat situasi memanas karena menggelar survei eksplorasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia pada April 2020.
Pada 27 Agustus, akun Twitter @duandang mengunggah citra satelit yang menunjukkan KRI Bung Tomo milik TNI AL membayangi Haiyang Dizhi-10 dan kapal penjaga pantai China 5305 yang saat itu melintas dekat pengeboran minyak lepas pantai Noble Clyde Boudreaux di Laut Natuna Utara.
Selanjutnya, sekelompok nelayan lokal melaporkan bertemu enam kapal China, salah satunya kapal militer jenis perusak atau destroyer Kunming-172, di Laut Natuna Utara, Senin (13/9/2021). Kehadiran kapal perang itu membuat nelayan lokal takut melaut.
Sejumlah video diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di ZEE Indonesia. Terlihat paling jelas dalam video itu kapal destroyer Kunming-172.
”Nelayan takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang. Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan,” ujar Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri saat dihubungi dari Batam, Rabu (15/9/2021).
Menanggapi sejumlah laporan tentang aktivitas kapal China di Laut Natuna Utara, Arsyad mengatakan, semua negara memiliki hak lintas damai di landas kontinen ataupun ZEE Indonesia. Tidak menjadi masalah apabila ada kapal perang negara lain melintas di perairan tersebut.
”Namun, apabila ada kapal (asing) yang melaksanakan ekplorasi atau eksploitasi, harus kami tindak lanjuti. Apabila masuk ke dalam landas kontinen Indonesia, kami tangkap dan bawa ke Pangkalan Ranai,” kata Arsyad.
Secara khusus, Arsyad juga menyatakan bahwa kapal perang TNI AL selalu mengamankan pengeboran lepas pantai di Blok Tuna. ”Sejauh ini tidak masalah, semua berjalan dengan aman dan lancar,” ucapnya.