Presiden Perintahkan Pemprov Aceh Genjot Vaksinasi Pintu ke Pintu
Presiden Joko Widodo mendorong percepatan vaksinasi di Aceh dengan meluncurkan program vaksin dari pintu ke pintu (”door to door”) di Desa Lambaro Bileu, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Rendahnya realiasi vaksinasi di Provinsi Aceh membuat Presiden Joko Widodo khawatir penyebaran Covid-19 di provinsi itu tidak terkendali. Oleh sebab itu, Presiden memerintahkan Pemprov Aceh untuk menggenjot realisasi vaksin.
Presiden Joko Widodo pada Kamis (16/9/2021) meluncurkan program vaksin dari pintu ke pintu (door to door) di Desa Lambaro Bileu, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar. Vaksin ke desa-desa adalah upaya menjangkau lebih luas sasaran vaksin.
”Program vaksinasi dari pintu ke pintu untuk memastikan ada percepatan vaksinasi di Aceh,” kata Presiden.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden memantau pelaksanaan vaksinasi terhadap warga di Desa Lambaro Bileu dan santri di Pesantren Istiqamatuddin Darul Mu’arrif Lam Ateuk, Aceh Besar. Gubernur Aceh Nova Iriansyah hadir mendampingi Presiden.
Presiden menargetkan program vaksin jemput bola itu bisa menjangkau sebanyak 30.000 warga dan 42.000 santri/siswa usia 12-17 tahun. ”Vaksinasi kunci untuk menghambat penyebaran Covid-19. Semakin banyak yang divaksin, perlindungan akan maksimal,” ujar Presiden.
Aceh mendapat perhatian khusus dari Presiden karena penyebaran Covid-19 masih tinggi, tetapi vaksinasi rendah. Hingga Kamis (16/9/2021), jumlah warga yang terpapar Covid-19 sebanyak 36.320 orang. Sebanyak 1.731 orang meninggal.
Dari total warga yang terpapar, sebanyak 5.983 orang masih dalam perawatan atau disebut kasus aktif. Aceh menjadi provinsi ke empat terbanyak kasus aktif di bawah DKI Jakarta, Papua, dan Jawa Barat.
Adapun jumlah warga yang sudah divaksin lengkap atau dua kali baru 11,14 persen atau 448.818 orang jauh dari capaian nasional 19,21 persen. Sementara untuk mencapai kekebalan kelompok minimal harus divaksin 85 persen dari target.
Sekarang pemerintah daerah terkesan seperti menyerah. (Harapan)
Dosen dan ahli virologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, dr Harapan, menuturkan, penanganan Covid-19 di Aceh pada awal penemuan kasus cukup baik. Namun, belakangan pengendalian sangat lemah sehingga kasus terus meningkat.
”Sekarang pemerintah daerah terkesan seperti menyerah. Aturan dibuat, tetapi tidak dilaksanakan. Vaksinasi rendah, tracing, dan testing sangat sedikit,” kata Harapan.
Menurut Harapan, Aceh kini memasuki masa genting karena kasus Covid-19 terus melonjak. Angka tingkat kepositifan Aceh masih 9,65 persen, padahal idealnya 5 persen. Untuk menekan tingkat kepositifan perlu diperbanyak penelusuran kasus dan pengetesan, serta peningkatan jumlah warga yang divaksin lengkap.
Satgas Covid-19 seharusnya bekerja lebih keras lagi sebab mereka adalah representasi negara dalam pengendalian Covid-19. ”Pemerintah punya finansial, fasilitas, dan personel, jadi tidak ada alasan penanganannya melemah,” kata Harapan.
Dalam kondisi genting seperti ini, lanjut Harapan, dibutuhkan keinginan yang kuat dari kepala daerah untuk menentukan kebijakan pengendalian Covid-19. Dia menilai Presiden Joko Widodo hadir di Aceh karena pengendalian Covid-19 di Aceh masih belum baik.
Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh Saifullah Abdulgani mengatakan, pemerintah telah bekerja maksimal, tetapi tanpa partisipasi warga target vaksinasi akan sulit tercapai. Dia mencontohkan, dalam penerapan protokol kesehatan perlu kesadaran warga tanpa harus dipaksa petugas.