Bocah Pemakan Tanah, Secuil Potret Kemiskinan di Kota Tegal
Diimpit kemiskinan membuat Vero Fernanda (3), asal Kota Tegal, Jateng, memiliki kebiasaan memakan tanah. Hal itu ia lakukan karena orangtuanya tak mampu membelikan jajanan. Bantuan mengalir deras setelah kisahnya viral.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
Tiga hari terakhir, kabar terkait Vero Fernanda (3) yang memiliki kebiasaan memakan tanah dan pasir menyita perhatian publik. Setelah kisahnya viral di media sosial, sejumlah pihak berlomba-lomba memberikan bantuan kepada anak balita dan keluarganya asal Kelurahan Debong Lor, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, tersebut.
Kebiasaan tak lazim anak ketiga pasangan Carmo (50) dan Umrotun Khasanah (41) itu diketahui sejak 1,5 tahun lalu. Kala itu, Umrotun mendapati anak ketiganya itu sedang mencongkeli pasir di tembok kamar yang terkelupas. Setelah dicongkeli, pasir-pasir itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditelan.
Mendapati perilaku menyimpang tersebut, Umrotun menegur anaknya. Namun, Fernanda yang akrab disapa Nando itu tidak berhenti. Saat lepas dari pengawasan orangtuanya, Nando mengulangi kebiasaan janggalnya itu.
”Selain makan pasir, saya pernah memergoki dia makan busa kasur dan tanah di depan rumah. Waktu itu pernah saya larang, anaknya malah nangis. Lama-lama saya biarkan saja,” kata Umrotun, ditemui di rumahnya, Sabtu (11/9/2021).
Saat Kompas berkunjung Jumat petang, Nando sedang bermain tanah di depan rumahnya. Kaki, tangan, dan mukanya belepotan tanah. Kedua bola matanya rajin digerakkan ke kanan dan ke kiri seperti sedang memantau situasi. Begitu orang-orang di sekitarnya melempar pandangan ke arah lain, ia pun langsung memasukkan tanah yang telah ia jimpit ke dalam mulutnya.
”Mungkin karena dia lihat teman-temannya ngemil jajanan, terus dia pengin. Tetapi, dia tahu orangtuanya tidak punya uang, maka ngemilnya tanah,” tutur Umrotun disusul gelak getir.
Akibat kebiasaannya itu, Nando sering mengeluh sakit perut hingga diare. Meski begitu, ia tidak pernah diperiksakan ke dokter. Ia hanya diberi puyer yang dibeli orangtuanya dari warung.
Keluarga Nando memang tergolong sebagai keluarga prasejahtera. Umrotun tidak bekerja, sedangkan Carmo bekerja sebagai tukang servis TV. Namun, penghasilan Carmo tak menentu. Belakangan, ia paling banter menghasilkan Rp 75.000 per bulan. Uang itu tak cukup memenuhi kebutuhan Carmo, Umrotun, dan ketiga anak mereka.
Untuk makan sehari-hari, keluarga itu mengandalkan bantuan dari tetangganya. Jika ada yang memberi makanan, mereka bisa makan setidaknya sekali dalam sehari. Namun, keluarga itu lebih sering tak makan alias berpuasa.
Meski tergolong kurang mampu, keluarga Nando tak pernah mendapatkan bantuan pemerintah. Mereka belum memiliki kartu keluarga seperti layaknya keluarga pada umumnya. Hal itu terjadi karena Carmo dan Umrotun belum mencatatkan pernikahan mereka secara resmi di kantor urusan agama.
Ketiadaan kartu keluarga juga berdampak pada sulitnya mengurus administrasi kependudukan Nando serta anak-anak Umrotun dan Carmo yang lain. Hingga kini, anak-anak itu belum memiliki akta kelahiran.
Viral
Setelah kisahnya viral di media sosial, bantuan mengalir bagi keluarga Nando. Pada Rabu (15/9/2021), misalnya, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono bersama jajarannya datang ke rumah Nando untuk menyerahkan bantuan sekaligus melihat kondisi Nando. Bantuan yang diserahkan, antara lain, beras, makanan ringan, buah-buahan, dan bahan pangan lain.
Tak hanya itu, Pemerintah Kota Tegal bersama Badan Amil Zakat Nasional Kota Tegal juga memberikan bantuan renovasi rumah senilai Rp 25 juta. Bantuan itu diharapkan bisa membuat rumah yang ditinggali Nando dan keluarganya menjadi lebih layak huni.
Selain atapnya bocor, tembok rumah yang ditinggali keluarga Nando sudah retak dan terkelupas di sejumlah bagian. Rumah berukuran 10 meter x 6 meter itu juga kian sempit lantaran disesaki limbah komponen TV. Hal ini yang menyebabkan Nando lebih senang main di luar rumah.
”Sesuai arahan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, masyarakat miskin agar segera diperhatikan. Untuk jaminan kesehatan dan pendidikan anak-anak dari bapak Carmo dan ibu Umroton ini nanti semuanya menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini pemerintah kota,” kata Dedy di sela-sela kunjungannya, Rabu siang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, sekitar 19.550 penduduk atau 7,8 persen penduduk Kota Tegal termasuk kategori penduduk miskin. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan 2019, saat jumlah penduduk miskin sekitar 18.640 penduduk atau 7,47 persen.
Dedy menambahkan, pihaknya juga akan membantu Nando dan keluarganya mendapatkan dokumen kependudukan. Carmo yang saat ini belum bercerai dari istri pertamanya akan dibantu mengurus perceraian secara gratis di Pengadilan Agama Kota Tegal. Setelah itu, Carmo akan dibantu meresmikan pernikahannya dengan Umrotun. Harapannya, mereka bisa segera membuat kartu keluarga dan akta kelahiran untuk anak-anaknya.
Sesuai arahan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, masyarakat miskin agar segera diperhatikan. (Dedy Yon Supriyono)
Dari segi kesehatan, Nando juga mendapatkan bantuan berupa tes kesehatan menyeluruh di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah pada Senin (13/9/2021). Sejumlah dokter spesialis di rumah sakit itu juga dikerahkan untuk memeriksa Nando.
”Dokter yang memeriksa, antara lain, dokter spesialis anak, spesialis kejiwaan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis radiologi. Selain itu, kami juga melibatkan ahli gizi dan psikolog,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal Sri Primawati Indraswari.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Nando menderita anemia. Prima menyebut, anemia bisa terjadi jika seseorang sedang menderita ascariasis atau lebih umum disebut cacingan. Cacingan bisa terjadi salah satunya karena Nando sering makan tanah.
Adapun dari sisi kejiwaan, Nando dinilai hiperaktif dan sulit berkonsentrasi. Agar kondisinya membaik, dinas kesehatan memberi Nando seperangkat permainan edukatif.
”Kami sudah mengingatkan orangtuanya supaya selalu memantau anak tersebut. Selain itu, kami juga memberikan edukasi terkait komposisi gizi seimbang yang harus diberikan kepada anaknya. Nanti, akan ada petugas gizi dari puskemas yang akan memantau secara rutin,” ujar Prima.
Membaik
Sejak bantuan pangan dari berbagai pihak mulai berdatangan pada Senin, perilaku Nando berubah. Ia sudah tidak lagi memakan tanah atau benda-benda tak lazim lainnya.
”Sejak di rumah banyak makanan, dia sudah tidak lagi makan tanah. Dokter sudah berpesan supaya saya memantau Nando terus. Saya juga diminta untuk rajin-rajin mengajak Nando mengobrol biar dia lupa sama kebiasaan lamanya,” ucap Umrotun.
Kisah Nando juga menarik perhatian anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Dewi Aryani. Seusai memberikan bantuan kepada keluarga Nando, Dewi berpesan kepada para kepala daerah untuk memperhatikan betul warganya. Sebab, kasus-kasus seperti yang terjadi pada keluarga Nando bagaikan fenomena gunung es. Terlihat sedikit di permukaan, tetapi sebenarnya lebih banyak yang tak terlihat.
”Saya ingatkan para kepala daerah, camat, dan lurah untuk lebih intensif melakukan pengawasan, terutama ke daerah-daerah kumuh. Turun ke lapangan, lakukan pendataan, sudah sesuai atau belum data kependudukannya. Dengan cara ini, pemimpin bisa langsung memberikan solusi jika ada warganya yang mengalami persoalan,” ucap Dewi.
Apa yang dialami keluarga Nando harus jadi pembelajaran para pemangku kepentingan hingga tingkat terendah agar lebih peka dengan keadaan warganya. Orangtua pun harus paham, dalam setiap konflik di antara mereka, anak biasanya akan menjadi korban.