Peternak Ayam Blitar dan Masalah Klasik yang Terus Berulang
Blitar, sentra peternakan ayam layer dengan populasi 19 juta ekor dan produksi telur 166,9 juta ton setahun. Namun, kesekian kalinya, peternak di tempat itu kembali menghadapi masalah klasik harga pakan dan telur.

Seorang peternak ayam di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tengah memberi makan ayam, September 2020.
Mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam? Bagi peternak ayam di Blitar, Jawa Timur, pertanyaan itu tidak penting untuk dijawab. Sebab, keduanya merupakan bagian tak terpisahkan. Yang mesti diselesaikan justru persoalan terkait harga pakan dan telur yang terus berulang.
Beberapa hari lalu, publik dikejutkan ketika salah satu peternak, Suroto, membentangkan poster berbunyi, âPak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajarâ. Saat itu, Presiden Joko Widodo tengah berkunjung ke Kota Blitar dalam rangka meninjau vaksinasi dan berziarah ke makam Proklamator Bung Karno.
Mencermati peristiwa itu, menarik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga Suroto berani menyampaikan aspirasi dengan cara seperti itu. Apakah tindakan tersebut hanya iseng belaka atau memang ada masalah lain yang menjadi pemicu.
Telisik punya telisik, ternyata saat ini peternak ayam di Kabupaten dan Kota Blitar tengah menghadapi persoalan pelik. Lagi-lagi mereka berhadapan dengan kondisi yang tidak menguntungkan. Di satu sisi harga telur anjlok, tetapi di sisi lain harga pakan juga mencekik.
Beberapa peternak, Senin (31/8/2021), menyatakan, harga telur saat ini Rp 15.000-Rp 15.500 per kilogram (kg) di kandang. Bahkan, ada yang menyebut Rp 14.500 per kg. Sementara di pasar harganya tak jauh berbeda, berkisar Rp 17.000-Rp 18.000 per kg. Bahkan, di Jakarta harganya tak lebih dari Rp 19.000 per kg.
Kondisi ini tentu membuat peternak layer resah. Padahal, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 menetapkan harga acuan pembelian di tingkat peternak sebesar Rp 19.000-Rp 21.000 per kg.
Harga jual telur tidak sebanding dengan biaya operasional yang mereka keluarkan. âHarga titik impas sekarang Rp 19.000 per kg. Kalau di bawah itu tentu kami rugi,â ujar Widodo Setiohadi, salah satu peternak layer di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo.
Widodo menjelaskan, harga telur terus turun dalam sebulan terakhir. Jika sebelumnya telur produksinya masih laku Rp 18.000 per kg, lalu turun Rp 17.000 hingga akhirnya Rp 15.000 per kg. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang terjadi di banyak daerah dianggap menjadi penyebab.

Rak berisi telur yang baru saja dipungut dari kandang milik salah satu peternak di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jumat (9/10/2020).
Sedangkan di sisi lain, jagung masih enggan turun di bawah Rp 6.000 per kg. Bayang-bayang kekhawatiran peternak makin menjadi saat gerimis mulai turun. Artinya, ketersediaan jagung di pasaran kemungkinan semakin berkurang lantaran petani lebih memilih menanam padi ketimbang palawija selama musim hujan.
Berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 1,7 persen wilayah di Jawa Timur bakal memasuki musim hujan pada September ini, 46,7 persen pada Oktober, dan 48,3 persen (November). Hanya 3,3 persen terjadi pada Desember.
Berkaca pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, stok jagung biasa menipis saat musim hujan. âSaat ini stok masih ada. Saya mendapat jagung terakhir minggu lalu dari pedagang. Sekitar 6 kuintal dan biasa habis dalam waktu satu minggu,â ucap Widodo.
Meski masih bisa bernapas, Widodo berharap harga pakan bisa ditekan atau turun seperti semula di bawah Rp 6.000 per kg. Satu-dua bulan lalu jagung masih bisa dia peroleh seharga Rp 5.800-Rp 5.900 per kg.
Baca juga: Jalan Terjal Peternak Ayam di Kaki Kelud
Wakil Ketua Perhimpunan Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Sukarman membenarkan paradoks yang kini mengimpit. Tidak hanya jagung yang harganya tinggi, tetapi juga pakan lain, seperti konsentrat dan bekatul. Bahkan, harga bekatul yang bagus kini tembus Rp 5.000 per kg dari sebelumnya Rp 3.500.
âSelama 2021 harga jagung sudah di atas Rp 5.000 per kg. Sebelum pandemi masih Rp 4.000-Rp 4.500 per kg. Konsentrat juga mahal, Rp 8.800 dari semula Rp 7.000-an per kg. Naik karena harga bahan baku impor mahal. Bekatul kini 5.000 yang bagus, lebih mahal dari harga gabah,â tuturnya.
Akibat kondisi yang tidak berpihak itulah, kata Sukarman, mulai ada peternak yang mengosongkan kandang. Cara ini dilakukan untuk meminimalkan kerugian karena sebagian dari mereka juga terbebani oleh utang.
Mengosongkan kandang pernah ditempuh sebagian peternak pada pertengahan 2017. Saat itu, dari catatan Kompas, mereka mengosongkan kandang karena harga telur rendah berbulan-bulan. Pengosongan kandang itu pun berdampak pada penyusutan populasi ayam. Populasi ayam layer diperkirakan turun sekitar 3 juta ekor dari sebelumnya 15 juta menjadi 12 juta ekor.

Rak berisi telur yang baru saja dipungut dari kandang milik salah satu peternak di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jumat (9/10/2020).
PPRN Blitar menduga ada beberapa masalah yang menjadi penyebab turunnya harga kali ini dan itu tidak berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya. Selain dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang turun selama PPKM, diduga ada telur tetas fertile (cutting hatching egg/HE) yang merembes ke pasaran.
âPada 2 September ada surat edaran dari kementerian terkait berisi cutting HE. Telur-telur yang dimasukkan ke mesin penetas, umur 19 hari dimusnahkan. Jadi, volume telur yang hendak masuk ke mesin penetas akhirnya dikurangi. Ini dampaknya merembet ke pasar,â kata Sukarman.
Dugaan membanjirnya cutting HE ke pasaran bukan kali ini saja terjadi. Saat harga jual telur terpuruk, tahun-tahun sebelumnya, tudingan membanjirnya telur cutting HE di pasaran kerap dilontarkan oleh peternak di Blitar.
Lantas, seperti apa solusi yang ditawarkan oleh peternak. Sukarmanâyang juga ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera (Putera) Blitarâmengusulkan kalau perlu impor jika memang produksi jagung lokal tidak mencukupi. Dengan catatan harga jualnya nanti sesuai permendag, yaitu Rp 4.500 per kg.
Baca juga: Harga Naik, Peternak Jamin Pasokan Telur Cukup
Sebelumnya, peternak di Blitar juga pernah mendapat suntikan jagung impor yang didatangkan melalui Badan Urusan Logistik pada November 2018. Masih di tahun yang sama, sebagian jagung milik perusahaan pakan ternak juga sempat diarahkan untuk membantu peternak di Blitar.
Sedangkan dari sisi pasarâmelihat rendahnya daya beli telur oleh masyarakatâPPRN juga berharap bantuan sosial (bansos) bisa dicairkan dalam wujud bahan pokok berupa telur dari peternak. Sebelumnya, Januarilalu, peternak juga sempat berkirim surat ke Menteri Sosial Tri Rismaharini berisi permohonan agar bansos menggunakan telur.
Selama 2021 harga jagung sudah di atas Rp 5.000 per kg. Sebelum pandemi masih Rp 4.000-Rp 4.500 per kg.
Blitar merupakan sentra ternak ayam layer di Jawa Timur. Kebutuhan jagung peternak ayam di Blitar mencapai 1.200 ton per hari atau 438.000 ton per tahun.
Tingginya kebutuhan akan jagung ternyata tidak sebanding dengan produksi. Mengacu data Badan Pusat Statistik produksi jagung di Kabupaten Blitar (2020) hanya 401,4 ton dari luasan lahan 60.071 hektar. Akibatnya, kekurangan lainnya mesti didatangkan dari daerah lain, bahkan luar Pulau Jawa.

Seorang pekerja tengah menyelesaikan pembangunan kandang ayam milik Cipto (60-an), salah satu peternak ayam petelur di Desa Potgajih, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Sedangkan populasi ayam layer tahun 2020 di Kabupaten Blitar tercatat 19 juta ekor, ayam pedaging 3,8 juta ekor, dan ayam kampung 2,9 juta ekor. Adapun produksi telur layer 166,9 juta ton dan telur ayam kampung 1,4 juta ton.
Terkait permasalahan yang dihadapi oleh peternak selama ini, Pemerintah Kabupaten Blitar telah berusaha turun tangan. Sejumlah langkah telah mereka lakukan, mulai dari mencari jagung dari daerah lain, bekerja sama dengan daerah penghasil, hingga mencari pangsa pasar baru untuk penjualan telur.
Adapun soal masalah yang saat ini terjadi, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar Toha Mashuri mengatakan, beberapa hari lalu telah dilakukan pertemuan yang melibatkan peternak, pemerintah daerah, dan pihak Kementerian Pertanian.
Baca juga: Permintaan Telur ke Blitar Masih Stabil
âMemang peternak saat ini kesulitan mendapatkan jagung, barangnya langka di pasaran, dan harganya saat ini cukup tinggi. Kami dari dinas peternakan juga sudah membuat surat, yang diketahui bupati, untuk dikirim ke kementerian terkait untuk bisa membantu penyediaan jagung dengan harga standar,â ujarnya.
Dari pertemuan tersebut, pihak Kementerian Pertanian memberikan respons akan membantu subsidi transportasi Rp 200 per kg jagung dari Tuban. Namun, angka itu dinilai oleh peternak masih terlalu kecil dan masih di atas permendag.
âMaunya petani Rp 4.500 atau Rp 5.000 per kg. Selain itu, volumenya juga tidak banyak. Sedangkan kebutuhan peternak di Blitar sehari 1.200 ton. Adapun yang ditawarkan oleh pihak kementerian terbatas sehingga belum ada kesepakatan. Saat ini masih dilaporkan ke pusat mungkin akan ada kebijakan lain,â ucapnya.
Melihat kondisi yang ada, tentunya menjadi harapan semua pihak agar disparitas harga pakan dan jual telur ini bisa terus menyempit sehingga kerugian yang diderita oleh peternak tidak terus berulang.