Menakar Keandalan Bali Menghadapi Pandemi
Bali memiliki catatan panjang menghadapi wabah penyakit. Dengan kearifan lokal yang dimiliki, Bali mampu melalui masa sulit menghadapi wabah di masa lalu. Kearifan itu kembali diuji di masa pandemi Covid-19.
”Masan gering ten dados mesu, meneng jumah”. Nasihat lisan leluhur di Bali itu mengingatkan, janganlah keluar dan berdiamlah di rumah saat wabah berlangsung.
Perihal pesan leluhur yang diwariskan turun-temurun itu diungkapkan ahli filologi, I Nyoman Sugi Lanus, dalam paparannya saat diskusi bertema ”Memahami Gering Agung pada Masa Lampau dan Covid-19 di Masa Kini untuk Membangun Kesadaran Baru atau Adaptasi Baru Bagi Masyarakat Bali”. Diskusi daring itu diselenggarakan Yayasan Wisnu bersama Unicef dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Rabu (8/9/2021).
Dari kajian terhadap naskah lontar di Bali, menurut Sugi Lanus, wabah sudah dikenal sejak abad ke-11. Masyarakat Bali disebutkan mengenal gering (wabah), upaya pengobatan, dan tata laksana pengendalian wabah itu pada sejumlah lontar dan manuskrip, di antaranya Babad Calonarang dan Taru Pramana yang berlatar masa Kerajaan Kediri; Roga Sanggara Gumi dan Puja Astawa dari masa Kerajaan Majapahit; ataupun Anda Kacacar, Usada Kacacar, dan Usada Gede pada era Kerajaan Gelgel.
Praktik ritual penanganan wabah, yang disebutkan lontar Sastra Roga Sanggara Gumi, sampai saat ini masih diyakini dan tetap dijalankan di Bali. Serangkaian ritual yang berpuncak dengan upacara aci pakelem hulu teben dilangsungkan di lima sumber air atau panca sagara di lima lokasi terpisah di Bali, Sabtu (7/8).
Ritual kurban suci dan persembahyangan, yang dilangsungkan di Pantai Kuta, Badung, juga menjadi ikhtiar Bali menangani pandemi Covid-19.
Baca juga: Bali Hadapi Pandemi Covid-19 dengan ”Sekala” dan ”Niskala”
Saat ini, Bali sedang krisis akibat pandemi Covid-19. Sejak kasus positif Covid-19 pertama di Bali diumumkan pada 12 Maret 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Bali hingga Minggu (12/9) tercatat sebanyak 110.244 kasus. Sebanyak 102.143 orang dilaporkan sembuh dari Covid-19, 4.365 orang dinyatakan masih dalam perawatan, dan sebanyak 3.736 orang meninggal.
Hingga pekan kedua September 2021, pemerintah masih menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 bagi seluruh kabupaten dan kota di Bali. Namun, sejak Selasa (7/9) mulai diberikan kelonggaran di beberapa sektor non-esensial berdasarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Covid-19 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Selain itu, status kabupaten ataupun kota di Bali dinyatakan sudah berada di zona oranye meskipun kewaspadaan terhadap penularan virus SARS-CoV-2 di Bali belum surut.
Tidak hanya berkaitan dengan persoalan kesehatan, pandemi Covid-19 juga berdampak terhadap hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat di Pulau Dewata. Dalam seminar bertema ”Pengembangan Ekonomi Lokal Menuju Kemandirian Ekonomi Bali” yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali secara daring, Kamis (9/9), Kepala BPS Provinsi Bali Hanif Yahya menyebutkan pertumbuhan ekonomi tertekan, yakni -9,31 persen secara tahunan selama 2020. Kontraksi ekonomi Bali itu dinyatakan berlanjut sampai triwulan I-2021.
Baca Juga: Pariwisata Bali Masih Menyepi Terdampak Pandemi
Masih lantaran pandemi Covid-19, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengimbau masyarakat Bali agar membatasi pelaksanaan upacara panca yadnya dalam masa gering agung (pandemi) Covid-19. Perihal pembatasan pelaksanaan upacara adat dan agama di Bali itu dituangkan dalam Surat Edaran Bersama PHDI Provinsi Bali Nomor 076/PHDI-Bali/VIII/2021 dan MDA Provinsi Bali Nomor 008/SE/MDA-Prov Bali/VIII/2021 yang diumumkan pada Minggu (8/8). Langkah itu diambil dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit Covid-19 akibat penyelenggaraan upacara dan ritual.
Kondisi pandemi Covid-19 di Bali yang menunjukkan laju penambahan selama masa PPKM mendapat perhatian pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, selaku Koordinator PPKM Jawa dan Bali, bahkan menginstruksikan Pemprov Bali agar segera meningkatkan pengendalian laju penambahan kasus Covid-19 di Bali, di antaranya mengintensifkan isolasi terpusat, mencegah meluasnya kluster keluarga, meningkatkan upaya penelusuran (tracing), pengujian (testing), dan perawatan (treatment), serta membatasi kegiatan yang menimbulkan kerumunan.
Situasi pandemi
Berdasarkan laporan perkembangan kumulatif Covid-19 di laman Dinas Kesehatan Provinsi Bali, kasus Covid-19 di Provinsi Bali mengalami kenaikan signifikan mulai Juni 2021 dan melonjak tinggi sepanjang Juli 2021 dan Agustus 2021. Jumlah kasus baru secara kumulatif per bulan, yakni 2.958 kasus baru selama Juni 2021, 26.102 kasus baru selama Juli 2021, dan 30.515 kasus baru selama Agustus 2021. Di sisi lain, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Bali juga tercatat tinggi.
Baca Juga: BPS Bali Mengungkap Adanya Kekhawatiran Warga terhadap Efektivitas Vaksin Covid-19
Dalam pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 yang disusun harian Kompas, kondisi pandemi Covid-19 di Bali pada awal pengukuran per 19 Juli 2021 dinilai tidak terlalu buruk, bahkan situasi di Bali dinilai lebih baik dibandingkan seluruh provinsi di Pulau Jawa dan nasional. Indeks Pengendalian Covid-19 di Bali pada minggu pertama sebesar 46 poin, sedangkan indeks nasional sebesar 44 poin.
Namun, hasil pengukuran minggu ke-2 menunjukkan situasi Bali memburuk hingga minggu ke-3. Pengukuran minggu ke-4 menjadi titik balik karena Bali menunjukkan perbaikan, yang ditandai mulai meningkatnya skor dalam Indeks Pengendalian Covid-19 seperti ditunjukkan dalam tabel Tren Indeks Pengendalian Covid-19.
Pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 itu juga memperlihatkan kemampuan Bali relatif baik dalam menangani penularan penyakit akibat virus SARS-CoV-2. Bali dinilai cukup baik dalam mencegah infeksi meluas, mengendalikan laju penambahan kasus terkonfirmasi, menjaga rasio kasus positif, dan mengakselerasi cakupan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap dalam masa PPKM.
Dari perkembangan kumulatif Covid-19 di Bali, jumlah pasien Covid-19 di Bali yang sembuh selama Agustus 2021 dilaporkan lebih besar dibandingkan jumlah seluruh kasus terkonfirmasi Covid-19 selama Agustus 2021, atau dalam bulan yang sama. Secara kumulatif, jumlah pasien sembuh pada Agustus 2021 sebanyak 35.143 orang, sedangkan jumlah kasus baru selama Agustus 2021 sebanyak 30.515 kasus.
Namun, persoalan yang masih mengganjal Bali dalam pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19 di Bali adalah jumlah kematian terkait Covid-19 yang masih di kisaran dua digit setiap hari. Perihal itu juga ditunjukkan dalam pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 Provinsi Bali dalam aspek manajemen pengobatan.
Berdasarkan penilaian, aspek manajemen pengobatan di Bali sejak minggu ke-4 perlahan menurun dibandingkan hasil pengukuran pada minggu pertama. Bali mencatatkan skor 28 pada minggu pertama, tetapi menunjukkan skor 25 pada minggu ke-4, dan menurun ke skor 23 pada minggu ke-6 hingga minggu ke-7. Pada minggu ke-8 per 6 September 2021, skor aspek manajemen pengobatan di Bali mulai meningkat, mencapai angka 32, tetapi masih lebih rendah dibandingkan skor nasional yang mencapai angka 37.
Persoalan masih tingginya angka kematian terkait Covid-19 di Bali juga diungkapkan Gubernur Bali Wayan Koster dalam jumpa pers pengelolaan pandemi Covid-19 di Bali di Jaya Sabha, Kota Denpasar, 29 Juli 2021. Dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 2.060 orang berdasarkan laporan per 28 Juli 2021, Gubernur Koster menyebutkan angka kematian di Bali saat itu sebesar 2,84 persen, sedangkan angka kematian secara nasional sebesar 2,70 persen.
Menangani pandemi
Epidemiolog dari Universitas Udayana, Bali, Pande Putu Januraga, mengatakan, persoalan tingginya angka kematian akibat Covid-19 di Bali tidak semata-mata terkait aspek pengobatan dan perawatan, tetapi juga dipengaruhi kondisi sosial psikologi dan pemahaman masyarakat mengenai pelayanan medis di masa pandemi Covid-19.
”Masih ada ketidakyakinan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit dalam masa Covid-19,” kata Januraga.
Januraga mengungkapkan, kematian pasien terkait Covid-19 juga dipengaruhi keterlambatan pasien mendapat pelayanan medis dan dibawa ke rumah sakit, kondisi pasien sakit dengan komorbid, dan pasien belum divaksin atau belum mendapat vaksin lengkap.
Menurut Januraga, sejumlah indikator pelayanan medis di Bali mengindikasikan kondisi Bali dalam beberapa hal sudah sama, bahkan lebih baik, dibandingkan Jawa dan Sumatera, misalnya, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, peralatan penunjang, jumlah dokter spesialis, ataupun ketersediaan obat esensial.
Baca Juga: Beradaptasi, Kunci Menang Menghadapi Pandemi Covid-19
Adapun Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya menilai manajemen pengobatan kasus Covid-19 di Bali sudah baik meskipun tetap perlu ditingkatkan. Suarjaya menyatakan, upaya pencegahan infeksi yang perlu ditingkatkan di Bali. Hal itu meliputi peningkatan deteksi dini dan cakupan upaya 3T. ”Ini harus terpadu dan mengajak peran seluruh komponen, mulai pemerintah, kalangan swasta, akademisi, hingga masyarakat,” kata Suarjaya, Minggu (12/9).
Ditemui di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Sabtu (11/9), Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengatakan, angka kematian di Bali juga mempengaruhi penilaian status level Bali dalam strategi PPKM, di samping evaluasi terhadap laju penambahan kasus baru, jumlah kasus Covid-19 yang aktif, angka kesembuhan pasien Covid-19, dan tingkat keterisian tempat tidur (BOR) perawatan di rumah sakit rujukan serta cakupan vaksinasi.
Masih ada ketidakyakinan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit dalam masa Covid-19.
Dewa Indra menyatakan pemerintah berupaya kuat untuk menekan laju penambahan kasus baru dan meningkatkan angka kesembuhan di Bali agar dapat mengurangi jumlah kasus aktif ataupun angka kematian serta tingkat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit di Bali.
Upaya tersebut, di antaranya, dengan memindahkan warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 tetapi nihil gejala (orang tanpa gejala/OTG) dan orang dengan gejala ringan (GR) ke tempat isolasi terpusat, baik isolasi terpusat yang disediakan Pemprov Bali maupun isolasi terpusat yang disediakan masing-masing pemerintah kabupaten dan kota di Bali.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali tentang pelaksanaan isolasi terpusat di Bali per 11 September 2021 menyebutkan, selama periode 12 Agustus 2021 sampai 11 September 2021 sejumlah 9.209 orang, baik OTG maupun GR, di Bali sudah dipindahkan ke tempat isolasi terpusat. Pemindahan OTG dan GR dari semula menjalani isolasi mandiri ke tempat isolasi terpusat menjadi upaya mencegah munculnya kluster rumah tangga dan menekan penyebaran infeksi Covid-19. Strategi penyediaan isolasi terpusat itu juga dinilai mampu menurunkan jumlah kasus aktif yang mempengaruhi tingkat BOR di rumah sakit rujukan.
Dalam laporan Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali itu juga disebutkan jumlah pasien dirawat di rumah sakit rujukan per 11 September 2021 sebanyak 990 orang. Angka itu jauh berkurang dibandingkan dengan periode 10 Agustus 2021, yakni sebanyak 2.144 orang dirawat di rumah sakit rujukan.
Sementara itu, dalam diskusi secara daring mengenai gering agung dan Covid-19, Rabu (8/9), ahli virologi Universitas Udayana, Bali, I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menegaskan, Bali harus memiliki rumah sakit khusus penyakit infeksi sebagai komitmen Bali dalam menangani masa pandemi Covid-19 dan juga kesiapan Bali menghadapi kemungkinan munculnya wabah infeksi lain di masa depan.
Pengendalian pandemi Covid-19 memang krusial dan tak bisa ditawar lagi. Tanpa itu, Bali yang perekonomiannya bertumpu pada sektor pariwisata bakal sulit bangkit.