Sejumlah daerah di Kalimantan Barat mulai mengantisipasi potensi banjir dampak dari La Nina. Peran kelompok tangguh bencana diperkuat di desa-desa agar mengantisipasi lebih dini.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Fenomena La Nina diprediksi akan muncul sebelum tahun 2021 berakhir. Fenomena itu bakal menambah intensitas hujan, termasuk di Kalimantan Barat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah di sejumlah daerah pun mengantisipasi kemungkinan bencana akibat peningkatan intensitas hujan.
Organisasi Meteorologi Dunia memprediksi kemunculan kembali fenomena alam La Nina sebelum tahun 2021 berakhir. Kehadirannya yang lebih cepat dari rata-rata siklus keberulangannya ini bakal menambah intensitas hujan di sebagian wilayah Indonesia (Kompas, 13/9/2021).
Salah satu daerah yang mulai mengantisipasi hal tersebut adalah Kabupaten Kapuas Hulu. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kapuas Hulu Gunawan, Rabu (15/9/2021), menuturkan, pihaknya sudah ke lapangan untuk menemui pemangku kebijakan di tingkat kecamatan yang dinilai rawan banjir. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan agar mengantisipasi kemungkinan bencana, termasuk masyarakat.
”Kami juga terus memantau perkembangan melalui informasi yang diberikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),” ujarnya.
Gunawan berharap dengan turun ke lapangan lebih dini, masyarakat lebih dini pula mengantisipasi bencana. Kapuas Hulu selama ini rawan banjir. Dari sekitar 104 desa yang ada di Kapuas Hulu, sebagian besar rawan bencana dan kategori rawan tinggi.
Kepala BPBD Kabupaten Sekadau Matius Jon menuturkan, BPBD telah menetapkan status siaga darurat banjir, puting beliung, dan tanah longsor sejak Maret. ”Karena tidak ada musim kemarau, status tersebut masih berlaku hingga kini,” ujar Matius.
Mengingat intensitas hujan mulai tinggi, antisipasi sudah dilakukan. Kesiapan peralatan untuk mengantisipasi banjir mulai dievaluasi. Kemudian, pelatihan mitigasi bencana di desa-desa dan komunitas tangguh bencana.
”Kelompok tangguh bencana tersebar di enam desa, lima kecamatan. Kabupaten Sekadau lebih rawan bencana banjir dan banjir bandang. Dalam tahun ini sudah enam kali banjir, tetapi tidak parah,” ujar Matius.
Prakirawan BMKG Bandara Supadio Pontianak, Fitri Doyo, menuturkan, potensi hujan di Kalbar beberapa hari ke depan tanggal 15-16 September diperkirakan cerah berawan. Sementara 17-19 September berpotensi hujan ringan hingga lebat.
”La Nina di Kalbar sebetulnya sudah sejak Agustus sudah memengaruhi La Nina diperkirakan hingga Desember akhir tahun. Dampaknya potensi curah hujan di Kalbar akan lebih daripada bulan-bulan biasanya yang terjadi di seluruh wilayah Kalbar,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kompas, beberapa kabupaten di Kalbar dilanda banjir pada bulan ini (September), yakni di sejumlah kecamatan di Kabupaten Ketapang dan di Kabupaten Melawi. Hal itu terjadi karena curah hujan tinggi dan diperparah kerusakan lingkungan.
Dampaknya potensi curah hujan di Kalbar akan lebih daripada bulan-bulan biasanya yang terjadi di seluruh wilayah Kalbar.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengingatkan, peta rawan bencana sangat penting untuk mengantisipasi bencana. Walhi sering mengingatkan pemangku kebijakan terkait hal itu.
”Ini yang sering kami dorong. Pemetaan perlu diperkuat agar antisipasi lebih efektif. Ketika terjadi perubahan cuara ekstrem, jika ada peta, kesiapsiagaan akan lebih baik. Ketika ada bencana, sudah diketahui wilayah mana yang harus menjadi perhatian,” ujarnya.
Kemudian sistem peringatan dini terhadap potensi bencana juga harus diaktifkan. Sebelum bencana terjadi harusnya potensi bencana sudah disosialisasikan kepada masyarakat sekaligus untuk menyiapkan perlengkapan. Hal inilah yang belum terlihat.
”Ketika banjir datang barulah menyiapkan evakuasi, mengirim perahu karet dan sebagainya. Harusnya hal itu dilakukan sebelum bencana terjadi. Peringatan dini harus dilakukan sebelum bencana. Sistem penanganan bencana di Kalbar masih perlu ditingkatkan,” ujar Nikodemus.