Dalam situasi pandemi Covid-19 melandai, kabupaten/kota di Jawa Timur jangan mengumbar relaksasi mengingat secara umum cakupan vaksinasi untuk perlindungan masyarakat masih rendah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Cakupan vaksinasi Covid-19 di Jawa Timur masih di bawah 40 persen. Cakupan masih jauh dari kondisi minimal, apalagi ideal untuk kekebalan kelompok. Untuk itu, dalam situasi pandemi yang sedang melandai, aparatur jangan mengumbar relaksasi yang dapat meningkatkan risiko penularan kembali.
Menurut laman resmi https://vaksin.kemkes.go.id/, Rabu (15/9/2021) petang, jumlah warga Jatim yang sudah vaksin dosis 1 ada 12,035 juta atau 38 persen dari sasaran. Jumlah warga sudah vaksin dosis 1 dan dosis 2 atau komplet 6,493 juta jiwa atau cakupan 20,4 persen.
Di antara 38 kabupaten/kota, Surabaya dan Kota Mojokerto terdepan dalam program vaksinasi. Di Surabaya, ibu kota Jatim, dosis 1 sudah diberikan kepada 2,252 juta jiwa atau cakupan 101,5 persen. Untuk dosis 2 sudah diberikan kepada 1,445 juta jiwa atau cakupan 65,2 persen. Di Kota Mojokerto, 121.544 jiwa telah mendapat vaksin dosis 1 atau cakupan 119,7 persen. Adapun dosis 2 sudah diberikan kepada 71.272 jiwa atau cakupan 70,2 persen.
Dalam penanganan pandemi, semakin tinggi cakupan vaksinasi komplet, diharapkan menekan dampak buruk dari serangan Covid-19. Vaksinasi tidak membuat seseorang kebal, tetapi memperbesar peluang selamat ketika terjangkit daripada yang tidak atau belum vaksin.
Menurut epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, sepatutnya daerah-daerah memperhatikan banyak aspek dalam penanganan pandemi. Saat ini, situasi pandemi sedang menurun dan cenderung melandai. Indikasinya, penambahan kasus harian dan kematian tidak tinggi. Jumlah pasien dirawat tidak menimbulkan masalah di fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit.
Dalam perspektif epidemiologi, lanjut Windhu, seberapa besar dampak Covid-19 dapat diketahui dengan gencarnya tes, telusur, dan tangani atau 3T. Jika daerah tidak gencar dalam 3T, situasi pandemi terindikasi semu. Lihatlah pengalaman pada Juni-Juli ketika terjadi ledakan kasus di Madura karena varian Delta yang daya tular lebih cepat dan memperburuk kondisi kesehatan pasien.
”Dalam situasi yang menurun, pemerintah akhirnya berkebijakan relaksasi. Kegiatan massal yang sebelumnya dilarang akhirnya dibolehkan, tetapi dengan penerapan protokol kesehatan,” kata Windhu.
Kabupaten/kota merespons relaksasi dengan membuka kembali berbagai layanan yang sebelumnya dihentikan. Misalnya, sudah ada pembelajaran tatap muka terbatas, pusat belanja dan sektor hiburan boleh beroperasi, tetapi dibatasi, diawasi, dan berkomitmen disiplin protokol.
Salah satu indikator yang dipakai oleh aparatur daerah ialah cakupan vaksinasi dan situasi pandemi. Masalahnya, ada sejumlah daerah yang terkesan tergesa-gesa menerapkan relaksasi. Misalnya untuk pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT), idealnya bisa diikuti oleh pelajar yang sudah vaksin komplet dan diizinkan keluarga.
Pengawasan di tempat umum juga sulit. Bagaimana kita mengetahui seseorang yang sakit, tetapi tidak menyadari dan tanpa gejala, kemudian berinteraksi dengan lainnya sehingga meningkatkan risiko penularan.
Di Sidoarjo, Madura, dan Surabaya, PTMT ada yang dihadiri oleh murid SD yang belum vaksin, tetapi diizinkan dan diantar oleh orangtua atau wali. Padahal, PTMT oleh sivitas yang belum vaksin lebih berisiko menghadirkan penularan daripada diikuti yang sudah vaksin komplet.
”Pengawasan di tempat umum juga sulit. Bagaimana kita mengetahui seseorang yang sakit, tetapi tidak menyadari dan tanpa gejala, kemudian berinteraksi dengan lainnya sehingga meningkatkan risiko penularan,” kata Windhu.
Secara terpisah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan terus mengingatkan dan mendorong bupati/wali kota untuk mempercepat dan memperluas cakupan vaksinasi. ”Perlu proaktif sehingga warga bisa lebih banyak yang ter-cover,” katanya.
Kerja sama dengan lembaga lain, misalnya TNI, Polri, kampus, organisasi massa, dan swasta, kata Khofifah, jika diperlukan bisa ditempuh untuk percepatan tadi. Salah satunya serbuan vaksinasi oleh TNI dan Polri, di mana kegiatannya berupa vaksinasi serentak dan massal, tetapi harus memperhatikan protokol.
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan, banyak jalan harus ditempuh sehingga Surabaya menjadi yang terdepan dalam vaksinasi. ”Tentu juga dukungan semua pihak, TNI, Polri, kampus, swasta, dan warga,” katanya.
Terkait dengan relaksasi, Eri mengklaim, tidak akan mengumbar. Relaksasi selalu dikomunikasikan dengan tim kesehatan dan pakar epidemiologi. Untuk itu, meski sudah berada di zona kuning atau risiko rendah, Surabaya ketinggalan satu-dua pekan dari daerah lain menerapkan PTMT.
”Kalau ada rekomendasi dari pakar kesehatan bahwa ditunda dulu untuk kebijakan relaksasi ke sektor lain demi keselamatan publik dan situasi tidak memburuk kembali dengan cepat, ya, harus diterima,” kata Eri.