Proses Menuju Beatifikasi Mgr Gabriel Manek SVD Bakal Berjalan Panjang
Konggregasi Katolik Putri Reinha Rosari yang didirikan Mgr Gabriel Manek SVD terus berkanjang dalam doa yang tiada henti dengan ujud beatifikasi Mgr Gabriel Manek SVD. Proses ini tidak mudah, butuh waktu sangat panjang.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
DOKUMEN GEREJA KATOLIK FLORES
Mgr Gabriel Manek SVD (1913-1989), Uskup Pertama di Nusa Tenggara Timur, dan uskup kedua di Indonesia setelah Mgr Albertus Soegijapranata SJ. Jenazah Mgr Gabriel Manek SVD sampai hari ini masih utuh dan disemayamkan di Larantuka. Jalan panjang menuju proses beatifikasi Mgr Gabriel Manek SVD.
KUPANG, KOMPAS — Kongregasi Putri Reinha Rosari terus berkanjang dalam doa dengan wujud beatifikasi—tahapan sebelum dinyatakan sebagai orang suci—Mgr Gabriel Manek SVD. Dia dikenal sebagai tokoh agama yang dekat dengan kaum miskin papa.
Jika beatifikasi terealisasi, Mgr Gabriel Manek bakal menjadi orang Indonesia pertama yang disahkan Takhta Suci menjadi orang kudus. Namun, proses beatifikasi bisa jadi membutuhkan waktu sangat panjang.
”Sejauh ini, kami memulai dengan doa yang tidak akan berakhir, doa berkanjang disertai mati raga. Proses beatifikasi butuh waktu bertahun-tahun, bahkan bisa saja tidak akan terjadi. Jika Tuhan menghendaki, tidak ada yang tidak mungkin,” kata Pimpinan Provinsial Putri Reinha Rosari (PRR) Sr Gratia Tafaib, Selasa (14/9/2021).
DOKUMEN BIARAWATI PRR
Para biarawati Katolik dari Konggregasi Putri Reinha Rosari (PRR) Weri Larantuka yang didirikan Mgr Gabriel Manek.
Vikaris Jenderal Keuskupan Larantuka RD Gabriel Unto Dasilva Pr mengatakan, belum ada proses beatifikasi yang dijalankan Takhta Suci Vatikan untuk mendiang Mgr Gabriel Manek. Kini, baru ada kegiatan internal Kongregasi PRR, sahabat komunitas Mgr Gabriel Manek, anggota keluarga, dan umat yang berdoa menuju beatifikasi.
”Prosesnya masih panjang. Takhta Suci Vatikan mempunyai kuasa memastikan seseorang adalah orang kudus atau tidak,” katanya.
Dasilva mengatakan, keputusan terakhir berada di tangan Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Pertimbangannya adalah temuan menakjubkan dan luar biasa yang diverifikasi lembaga ”Kongregasi Penggelaran Orang Kudus”. Temuan menakjubkan itu seperti beberapa kesaksian mukjizat kesembuhan.
Tidak hanya menyangkut mukjizat kesembuhan, lembaga itu juga menelusuri sejarah perjalanan orang bersangkutan. Di dalamnya, ada kesaksian dari banyak orang, karya-karya karitatif dan buah karya misioner bagi perkembangan gereja.
Selain berziarah di laut, peziarah juga melakukan doa bersama di kapela-kapela kecil di dalam Kota Larantuka pada hari Jumat Agung, mengenang kisah sengsara dan wafat Yesus Kristus.
Budayawan dan rohaniwan Timor, Rm Amanche Pr, mengatakan, Mgr Gabriel Manek menjadi figur katolik masyarakat Timor Barat. Kehadirannya menginspirasi ribuan pemuda Timor bergabung dalam beragam ordo dan kongregasi. Beberapa di antaranya seperti Serikat Sabda Allah, Redemptoris, Hati Kudus Yesus, dan Projo.
”Berkat panggilannya sebagai pastor, warga tiga kabupaten di Timor Barat, yakni Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara, mayoritas katolik. Kekatolikan di Timor, Flores, Sumba atau NTT berkat kehidupan yang penuh religius dan kartitatif Mgr Gabriel Manek,” kata Amanche.
Amanche mengatakan, Mgr Gabriel Manek melakukan terobosan dengan mengaderkan tenaga pewarta iman Katolik. Ia membina kelompok Konfreria menjadi guru agama di pedalaman.
”Dia juga menunjukkan perhatian besar terhadap orang miskin, sakit, dan tertindas. Ia selalu berada di tengah umat untuk menanggapi situasi dan kenyataan hidup umat,” kata Amanche.
Mgr Gabriel Manek SVD ditahbiskan menjadi imam pribumi pertama NTT pada 28 Januari 1941. Dia ditahbiskan bersama rekannya, Karolus Kale Bale SVD, di Gereja Nita, Sikka, Flores, oleh Mgr Henricus Leven SVD.
Keduanya merupakan hasil karya pertama para misionaris SVD di Flores. Manek merayakan tahbisan imamat di sejumlah tempat di Flores, di antaranya Larantuka. Di sini, ia mendapat sambutan luar biasa oleh warga Larantuka waktu itu.
Gunung Ile Mandiri sebelum terbakar, dengan Kota Larantuka yang juga disebut Kota Reinha berada di bawah kaki gunung itu.
Sejak 1941-1946, ia menjadi pastor untuk kawasan Flores Timur, termasuk Adonara, Solor, Lembata, Alor, dan Pantar. Dalam karyanya, ia lebih suka berjalan kaki. Saat menuju daerah kepulauan, ia menggunakan perahu-perahu milik nelayan dengan bantuan angin dan tenaga manusia.
Putra Lahurus Belu itu sadar masyarakat sangat membutuhkan pelayanan imam dan uskup saat itu di tempat-tempat terpencil. Dia kerap mengunjungi Tanjung Naga di Lembata, tempat tinggal kaum kusta. Ia bahkan pernah tinggal bersama mereka.
Tahun 1946, ia pindah ke Atambua. Di sana, ia membuka seminari menengah ”Lalian”, 1950, dan diangkat sebagai rektor. Tahun 1951, Mgr Gabriel Manek pindah lagi ke Larantuka untuk mengemban jabatan baru sebagai Vikaris Apostolis Larantuka.
Saat itu, ia memilih moto karya misionernya, ”Maria Protogente”, di bawah perlindungan Maria. Ia pula mendirikan Seminari Hokeng, 50 kilometer arah barat Larantuka.
Patung Bunda Maria saat keluar dari dalam gereja Katedral untuk diarak keliling Kota Larantuka sejak pukul 18.00 Wita sampai dengan pukul 04.00 Wita dini hari. Selama prosesi diikuti doa dan nyanyian rohani, yang disampaikan tiap-tiap kelompok peziarah dari sejumlah tempat.
Saat itu pula ia mengundang biarawati dari Kongregasi Pengikut Yesus atau CIJ menjalankan pelayanan dalam karya karitatif di Larantuka dan sekitarnya. Konggregasi ini membuka rumah biara di Waibalun.
Tahun 1957, ia mengundang frater-frater Bunda Hati Kudus (BHK) mengemban karya di bidang pendidikan di Larantuka. Di sini cikal bakal kelahiran sejumlah sekolah swasta di Larantuka dan Flores.
Dia juga mengunjungi sejumlah negara, seperti Belanda, Jerman, Belgia, Roma, Denmark, Swis, Italia, Spanyol, dan Portugis, untuk menyampaikan terima kasih atas dukungan karya misionaris di Flores. Mgr Gabriel Manek sekaligus menyampaikan sejumlah program misi kemanusiaan di Flores.
Selanjutnya, pada 15 Agustus 1958, ia mendirikan tarekat PRR. Diawali 12 orang, jumlah anggota PRR kini sebanyak 429 orang yang tersebar di Indonesia, Timor Leste, Kenya, Kanada, Belgia, Jerman, dan Italia. Karya karitatif (sosial) dari konggregasi ini antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, sosial, pertanian, dan perkebunan.
Di hari tua, Mgr Gabriel Manek tinggal di Amerika Serikat. Ia bahkan meninggal dunia dan dimakamkan di Denver pada 1989. Atas inisiatif biarawati PRR dari seluruh dunia, jenazah Mgr Gabriel Manek SVD dibawa ke Lebao, Larantuka, tahun 2007. Jenazah Mgr Gabriel Manek SVD masih utuh saat kuburnya dibuka untuk dibawa ke Indonesia.
Di dalam Kapela Mgr Gabriel Manek SVD di Lebao, Larantuka, setiap hari dikunjungi para peziarah. Mereka datang berdoa, memohon kesembuhan dari berbagai penyakit dan berbagai permohonan lain.