Banjir yang terjadi di Palembang disebabkan kurang lancarnya aliran air akibat drainase yang tersumbat sampah atau pendangkalan. Pemerintah berupaya untuk melancarkan saluran air agar banjir tidak kembali terulang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebagian daerah di Palembang, Sumatera Selatan, kembali direndam banjir. Selain hujan deras, penyebabnya adalah pendangkalan dan sampah yang menyumbat drainase. Ironisnya, semua terjadi saat Sumatera Selatan belum memasuki musim hujan.
Pada Selasa (14/9/2021), kawasan Gandus yang terendam banjir dikunjungi Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda. Banjir terjadi hingga setinggi 50 sentimeter setelah hujan mengguyur daerah itu hampir 3 jam pada Senin (13/9/2021).
Fitrianti menerangkan, banjir sudah dua kali terjadi di Palembang dalam lima hari terakhir. Banjir pada Jumat (10/9/2021) terjadi di 40 titik. Sementara pada hari Senin, banjir merendam sekitar 30 titik. Pada Senin malam, banjir terjadi di Simpang Polda dan Kawasan Lebong Siarang. Akibatnya, banyak pengendara memutar balik, terutama kendaraan roda dua.
Sampai saat ini, ujar Fitrianti, pihaknya masih berupaya mengurangi dampak banjir. Cara itu seperti normalisasi sungai, pembangunan kolam retensi, dan pompanisasi. ”Ketiga skema ini terbukti dapat mengurangi dampak banjir di Palembang,” kata Fitrianti.
Akan tetapi, Fitrianti mengakui, antisipasi banjir belum optimal lantaran keterbatasan anggaran. ”Karena itu, kami sangat berharap peran serta masyarakat untuk turut berkontribusi dengan menjaga lingkungan sekitarnya,” katanya.
Selain itu, ujar Fitrianti, pihaknya juga mengimbau pengembang benar-benar memperhatikan jalur aliran air, termasuk gorong-gorong, agar risiko banjir dapat diminimalkan. ”Jika ada yang tersumbat, segera dibenahi. Jangan hanya diam,” katanya.
Epri (40), warga Gandus, menuturkan, banjir tergolong tinggi. Banjir terjadi pada Senin sore dan baru surut sekitar malam harinya. ”Bahkan sampai jalan masuk kompleks pun tidak bisa dilewati kendaraan roda dua,” katanya.
Gandus, ujar Epri, merupakan kawasan langganan banjir karena kondisi saluran air yang buruk akibat tertutup eceng gondok dan sumbatan akibat sampah. ”Kalau hujan deras 1 jam saja, kawasan ini sudah pasti banjir,” kata Epri, yang telah tinggal di sana sejak 2 tahun lalu.
Lebar gorong-gorong di perumahan tersebut hanya 30 sentimeter. Selain itu, posisi jalan terlihat lebih tinggi daripada rumah di sekitarnya. ”Jadi, kami tinggal terima nasib saja. Kalau sudah turun hujan, kami pasti waswas,” ujar Epri.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Palembang Wandayantolis menuturkan, saat ini, Sumsel belum memasuki musim hujan karena masih pada masa peralihan. Hal ini ditandai dengan adanya cuaca ekstrem, seperti hujan lebat secara tiba-tiba dan angin kencang.
Menurut dia, sebagian besar wilayah Sumsel baru akan memasuki musim hujan pada pertengahan September hingga awal Oktober. ”Pada masa itu, intensitas hujan berkisar 50-60 milimeter per dasarian.
Adapun masa puncak musim hujan di Sumsel akan terjadi pada Februari-Maret 2022 dengan intensitas hujan mencapai 200 milimeter-400 mm per dasarian. Karena itu, dia berharap setiap pemangku kepentingan bersiap dalam melakukan langkah mitigasi bencana agar dampak bencana hidrometeorologi dapat diminimalkan.