Pengendalian Covid-19 yang Belum Optimal di Kalsel
Pengendalian Covid-19 di Kalimantan Selatan belum optimal meskipun ada tren penurunan kasus aktif dan kasus konfirmasi serta peningkatan kesembuhan. Vaksinasi perlu terus digencarkan sebagai salah upaya perlindungan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
Pengendalian Covid-19 di Kalimantan Selatan belumlah optimal meskipun ada tren penurunan kasus aktif dan kasus konfirmasi serta peningkatan angka kesembuhan. Vaksinasi perlu terus digencarkan sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat.
Maria (26) terkejut ketika ada dua bapak dan seorang ibu mendatangi rumahnya di Banjarmasin, Kamis (2/9/2021) pagi. Seorang bapak memperkenalkan diri sebagai ketua RT setempat dan seorang lagi adalah Babinsa (Bintara Pembina Desa). Si ibu menyebut dirinya sebagai petugas dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.
Petugas dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin menjelaskan maksud kedatangan mereka untuk mendata dan memantau kondisi warga yang terkonfirmasi positif Covid-19. Petugas itu menanyakan gejala yang dialami dan riwayat perjalanan, serta berpesan untuk tetap isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan berobat ke puskesmas terdekat jika gejalanya bertambah parah.
”Setelah itu, tidak ada petugas yang datang lagi ke rumah. Suami dan anak saya juga tidak dites meskipun mereka adalah kontak erat. Mereka hanya diminta untuk ikut isolasi mandiri selama 14 hari,” kata Maria di Banjarmasin, Minggu (12/9/2021).
Maria terkonfirmasi positif Covid-19 melalui tes reaksi rantai polimerase atau PCR. Pada Senin (30/8/2021), ia melakukan tes PCR di Bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru karena ingin terbang ke Pontianak lewat Jakarta untuk menjenguk bapaknya yang sakit. Ia pun batal terbang pada Selasa pagi karena hasil tesnya positif.
”Biaya tes PCR masih lumayan mahal, yakni Rp 525.000 per orang. Kalau suami dan anak saya kena tracing (pelacakan) kontak erat, harusnya mereka dites sesuai mekanisme penanganan pemerintah. Tapi nyatanya itu tidak dilakukan,” ujarnya.
Contoh kasus yang dialami warga Banjarmasin itu menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk memasifkan tracing (pelacakan) dan testing (pengetesan) ketika suatu daerah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 ternyata belum sepenuhnya direalisasikan.
Ketua Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat Iwan Aflanie mengatakan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI periode 15 Agustus-5 September terlihat ada penurunan testing rasio kasus positif (positivity rate) di Kalsel sebesar 79 persen, dari 42,5 persen menjadi 8,9 persen.
Di sisi lain ada peningkatan tracing rasio kontak erat sebesar 36,8 persen, dari 2,61 persen menjadi 3,57 persen. Juga ada penurunan treatment (perawatan) berdasarkan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit sebesar 51,4 persen, dari 75,21 persen menjadi 36,54 persen.
”Berdasarkan analisis data tersebut, Kalsel sudah mulai memperbaiki kualitas proses 3T (testing, tracing, dan treatment). Namun, masih perlu dioptimalkan, terutama pada konsistensi proses testing dan tracing agar dapat merepresentasikan kondisi perkembangan kasus Covid-19 yang sebenarnya,” kata Iwan.
Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas juga menunjukkan skor Indeks Pengendalian Covid-19 di Kalsel masih lebih rendah dari skor rata-rata Nasional. Itu terjadi sejak pengukuran pada minggu ketiga (8 Agustus) sampai dengan minggu kedelapan (6 September). Pada minggu kedelapan, Kalsel mendapat skor 63 dari skala 0-100, sedangkan Nasional mendapat skor 69.
Berdasarkan analisis data tersebut, Kalsel sudah mulai memperbaiki kualitas proses 3T (testing, tracing, dan treatment). Namun, masih perlu dioptimalkan, terutama pada konsistensi proses testing dan tracing agar dapat merepresentasikan kondisi perkembangan kasus Covid-19 yang sebenarnya
Dilihat berdasarkan aspek manajemen, Kalsel masih lemah dalam aspek manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Skor aspek manajemen infeksi dan manajemen pengobatannya di bawah skor Nasional. Kedua aspek itu masih harus menjadi fokus perhatian pemerintah daerah untuk pengendalian yang lebih baik.
Pembatasan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Muhammad Muslim mengatakan, ada tren penurunan kasus aktif dan kasus konfirmasi, serta peningkatan angka kesembuhan di Kalsel. Meskipun demikian, kabupaten/kota di Kalsel masih perlu melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan secara terukur untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Saat ini, dari 13 kabupaten/kota, ada 10 kabupaten yang berada di level 3 (zona oranye) dan tiga kabupaten/kota di level 4 (zona merah). ”Secara keseluruhan, Kalsel sudah berada di level 3 meskipun masih ada tiga kabupaten/kota yang bertahan di level 4, yaitu Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Kotabaru,” katanya.
Hingga Minggu (12/9/2021), kasus aktif Covid-19 di Kalsel tercatat 2.337 kasus atau 3,42 persen dari total 68.333 kasus positif. Angka kesembuhan 93,23 persen, sedangkan angka kematiannya 3,35 persen atau 2.290 orang. Sebagai perbandingan, pada 17 Agustus 2021, kasus aktif Covid-19 di Kalsel sebesar 19,42 persen dari total 59.932 kasus positif dan angka kesembuhannya sebesar 77,51 persen.
Muslim menyebutkan, positivity rate (rasio kasus positif) di Kalsel juga sudah turun, dari 42,5 persen menjadi 8,9 persen. Namun, penurunan itu belum berarti Kalsel sudah aman karena target untuk positivity rate harus di bawah 5 persen.
”Kami terus berupaya agar kasus aktif, kasus konfirmasi, dan angka kematian turun, sedangkan angka kesembuhan naik sejalan dengan tracing dan testing yang harus semakin ditingkatkan,” katanya.
Di samping itu, menurut Muslim, tak kalah pentingnya adalah pencegahan di hulu dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas) serta vaksinasi Covid-19.
Mengacu pada dasbor vaksin Kementerian Kesehatan, sasaran vaksinasi Covid-19 di Kalsel berjumlah 3,16 juta. Jumlah itu mencapai 73,5 persen dari penduduk Kalsel. Sampai dengan Minggu (12/9/2021), cakupan vaksinasi pertama di Kalsel baru 21,13 persen dan vaksinasi kedua sebesar 12,89 persen.
”Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan vaksinasi di daerah, terutama bagi kabupaten yang mempunyai cakupan vaksinasi rendah agar pelaksanaan dan percepatan vaksinasi dapat dilakukan secara proporsional di 13 kabupaten/kota di Kalsel,” kata Iwan.