Desa Sepakung yang Menolak Terkungkung
Desa Sepakung bergerak mandiri menyediakan kebutuhan internet bagi warga. Hal itu didorong sebagai solusi akan kebutuhan dan tuntutan zaman, sedangkan lokasi desa di lereng Gunung Ungaran merupakan daerah ”blank spot”.
Terletak di lereng Gunung Telomoyo, Desa Sepakung, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa tengah, sejatinya ialah daerah blank spot atau tak terlingkupi sinyal komunikasi. Namun, warga, dengan difasilitasi pemerintah desa, menolak terabai dari perkembangan teknologi. Lewat badan usaha milik desa (BUMDes), jaringan internet kini menjalar ke dusun-dusun yang terpencar.
Selasa (7/9/2021) menjelang siang, mata Agus Sudarmanto terfokus pada layar komputer di tempat pelayanan Kantor Desa Sepakung, Kabupaten Semarang. Sesekali, ia mengetik untuk memperbarui data salah satu warga di sistem pendataan kependudukan yang terhubung dengan sistem di kantor kecamatan.
Kopi hitam dalam gelas di meja belum jua habis, tetapi pekerjaannya hari itu segera usai. ”Kini, update (mutakhir) data warga mudah. Tinggal diperbaiki, lalu sekali klik, sistem sudah terbaca di kecamatan. Kalau 2-3 tahun lalu, masih manual. Data dimasukkan flashdisk, lalu saya berangkat ke kantor kecamatan,” ujar kepala seksi pelayanan desa itu.
Agus, sebagai perangkat desa yang kerap kerap kali berususan dengan data kependudukan warga, merupakan salah seorang yang terbantu dengan lancarnya jaringan internet desa sejak 2018. Meski nantinya perbaruan data tetap mesti mendapat persetujuan dinas kependudukan dan pencatatan sipil, setidaknya alur pembaruan data bisa lebih cepat.
Baca juga : Internet Retas Kesenjangan di Pedesaan
Jaringan internet di kantor desa membuat pekerjaan perangkat desa lebih efisien. Agus, misalnya, kini sudah jarang mengurus pemutakhiran data ke kantor Kecamatan Banyubiru yang berjarak sekitar 9 kilometer dari Sepakung.
Suyanto (33), warga Dusun Gojati, Sepakung, juga merasa terbantu dengan adanya layanan internet, baik oleh penyedia swasta maupun cakupan jaringan yang diperluas oleh pihak desa. Dalam sebulan, ia mengeluarkan uang sekitar Rp 100.000 untuk keperluan internetes tak terbatas (unlimited).
Terkadang, biaya itu ia bagi dua dengan tetangga yang juga menggunakan internet. ”Jadi, Rp 50.000 sudah bisa internet sepuasnya. Ini jelas sangat membantu untuk komunikasi. Untuk menelepon biasa (jaringan seluler) saja susah, harus nyari spot-spot terentu. Kalau ada internet, menelepon pakai aplikasi juga mudah,” katanya.
Manfaat lain yang benar-benar terasa ialah pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19 atau sejak 2020. Namun, saat ini, dengan kasus Covid-19 yang sudah menurun, pembelajaran tatap muka (PTM) sudah dimulai meski belum sepenuhnya. Dengan internet, putra Suyanto yang duduk di kelas IV SD pun bisa PJJ dengan lancar.
Wisata
Desa Sepakung terdiri atas 12 dusun yang terpencar, adalah satu area blank spot atau tidak terlingkupi sinyal komunikasi. Berada di lereng Gunung Telomoyo, ketingian desa berkisar 800-1.450 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah desa antara lain terdiri dari sawah, pekarangan, dan hutan. Adapun jalan utama desa berupa aspal mulus.
Memiliki keindahan alam, Desa Sepakung dikenal sebagai destinasi wisata alam di Kabupaten Semarang. Pada 2017, pariwisata di desa itu berkembang signifikan. Sejumlah destinasi, di antaranya, ialah Bukit Cemara Sewu serta Gumuk Reco yang menawarkan panorama tebing yang menjulang tinggi, dengan dikelilingi hijaunya perbukitan.
Bahkan, sekitar dua tahun terakhir, Desa Sepakung juga menjadi akses menuju Puncak Telomoyo. Sebelumnya, jalur menuju puncak gunung yang bisa dicapai dengan kendaraan bermotor itu hanya bisa diakses lewat jalur via Kecamatan Getasan. Dari Ambarawa, misalnya. Jika melewati Getasan, jarak tempuh ke puncak sejauh 37 km, sedangkan lewat jalan baru yang melewati Sepakung hanya 12,6 km.
Semakin potensialnya pengembangan wisata, pada 2018, Pemerintah Desa Sepakung mulai menyediakan layanan internet bagi warga. Dengan memanfaatkan dana desa, setiap tahun, jangkauan internet diperluas. Kini, jaringan internet sudah tersedia di semua (40) rukun tetangga (RT) di desa itu meski belum setiap rumah memanfaatkan.
Jadi, penyediaan internet ini untuk mengatasi segala permasalahan yang ada di Sepakung, yang sebelumnya sama sekali tidak ada jaringan komunikasi atau blank spot.
Kepala Desa Sepakung Ahmat Nuri menuturkan, selain dalam rangka mempromosikan wisata, sejumlah penyediaan jaringan internet desa itu didorong oleh para pemuda desa, termasuk yang berada di perantauan. Itu seiring peningkatan penggunaan media sosial. Lalu, mereka juga ingin lancar berkomunikasi dengan keluarga.
”Internet atau teknologi informasi komunikasi ini sudah menjadi kebutuhan baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Jadi, penyediaan internet ini untuk mengatasi segala permasalahan yang ada di Sepakung, yang sebelumnya sama sekali tidak ada jaringan komunikasi atau blank spot,” kata Nuri.
Baca juga : 149 Desa di Aceh Belum Terjangkau Jaringan Telekomunikasi
Nuri menuturkan, pada 2018 pihaknya menganggarkan Rp 70 juta untuk pemasangan pertama internet tersebut. Pada 2019 hanya ada evaluasi, sedangkan pada tahun 2020 ditargetkan pemasangan internet 100 persen di tingkat RW. Kemudian pada tahun 2021 pemasangan internet sudah mencapai 100 persen hingga tingkat RT. Adapun anggaran pada tahun ini sekitar Rp 20 juta.
Dengan kondisi geografis berupa perbukitan terjal, tak mudah dalam pemasangan jaringan tersebut. ”Sejak 2018, kami pasang dari kampung ke kampung. Harus menggunakan mini tower di tempat yang paling tinggi, dan hingga kini sudah ada tujuh mini tower. Untuk bandwith, kami membelinya pada pihak swasta,” lanjutnya.
BUMDes
Layanan internet yang disediakan oleh Desa Sepakung dikelola oleh BUMDes Mandiri Jaya. Warga yang ingin mengakses internet diberi pilihan, yakni membayar paket bulanan, dengan membeli perangkat keras, yakni router di awal pemasangan, atau voucer Wi-Fi yang dapat dibeli di agen-agen di setiap dusun.
Untuk layanan internet bulanan, biayanya beragam, dari Rp 50.000 hingga Rp 100.000, tergantung kecepatan yang dipilih. Ada juga pilihan hingga Rp 350.000, tetapi hanya kalangan tertentu yang menggunakan.
Adapun voucer yang tersedia ialah Rp 3.000 untuk 4 jam, Rp 5.000 untuk 10 jam, dan Rp 15.000 untuk 7 hari. ”Voucer biasanya untuk yang kebutuhannya sedikit saja. Sejak Agustus 2020, selama lima bulan, kami gratiskan bagi para siswa yang menjalani pembelajaran jarak jauh,” jelas Nuri.
Staf BUMDes Mandiri Jaya, Eko Suyadi, menambahkan, saat ini, seiring sudah dimulainya kembali PTM, pembelian voucer internet berkurang sekitar 30 persen. Bagaimanapun, kebutuhan internet warga desa berbeda dengan penggunaan warga di kota. Namun, saat warga membutuhkan, desa siap menyediakan fasilitas itu.
Menurut Eko, beberapa tahun sebelum pemerintah desa menyediakan internet, sebenarnya sudah ada penyedia internet milik swasta yang masuk ke Sepakung. ”Namun, sebelumnya, kan, penggunanya sedikit karena biaya untuk memasang internet di sini mahal. Dengan memanfaatkan dana desa, kini internet bisa menjangkau warga lebih luas,” ujarnya.
Ia menambahkan, selain untuk promosi pariwisata dan pelayanan di kantor desa, internet juga berpengaruh pada aktivitas ekonomi, terutama UMKM yang kini memasarkan produknya secara daring. Ke depan, menurut rencana, akan ada kanal pemasaran khusus untuk UMKM-UMKM di Sepakung.
Manfaat itu, antara lain, dirasarkan Suharno (51), pemilik Kopi Sepakung ”Mbah Bedjo” yang memulai usaha sejak 2019. Membeli kopi dari petani, kini ia fokus budidaya kopi dengan berorientasi edukasi. Adapun yang berlangganan biji kopi padanya, di antaranya, dari Kota Semarang. Dalam sebulan, ia memproduksi sekitar 200 kilogram (kg) biji kopi.
Suharno mengemukakan, keberadaan internet sangat membantu untuk promosi ke luar, sekaligus mengenalkan kekayaan kopi di Sepakung, baik jenis robusta maupun arabika. ”Saya lebih banyak menggunakan di aplikasi seperti Whatsapp. Para reseller biasanya ada yang menjual di marketplace,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Semarang Alexander Gunawan Tribiantoro mengemukakan, pihaknya mengapresiasi apa yang telah dilakukan Desa Sepakung, yang secara mandiri menyediakan internet. Dengan demikian, desa semakin bergeliat dengan terus mempromosikan potensi yang ada.
Juga, terkait pembelajaran jarak jauh. ”Kemarin, saat masih (pembelajaran) jarak jauh, nyatanya mereka (Desa Sepakung) tidak kesulitan karena internet sudah tersedia. Pembelajaran pun bisa dilakukan dengan nyaman,” lanjutnya.
Alex menuturkan, dari 235 desa/kelurahan di Kabupaten Semarang, ada 40 desa yang berada di area blank spot, di antaranya karena letak geografisnya di pegunungan atau perbukitan. Ke depan, secara bertahap, Pemerintah Kabupaten Semarang akan menyediakan layanan internet dengan berkoordinasi dengan penyedia, termasuk dari BUMN.
Ia menambahkan, sebenarnya bukan hanya Sepakung yang secara perlahan sudah memanfaatkan internet untuk pelayanan, pendataan, serta keperluan lainnya. Ada beberapa desa lain yang sudah bergerak ke arah sana. Namun, diakuinya, untuk desa digital, artinya tak ada lagi warga yang tatap muka saat mengurus surat-surat ke balai desa, di Kabupaten Semarang memang belum ada.