Masa Depan Situs Kumitir Bergantung Pembebasan Lahan Warga
Masa depan situs Kumitir, reruntuhan istana singgah Bhre Wengker, bangsawan penting Majapahit, di Mojokerto, Jawa Timur, terancam jika area ekskavasi untuk pelestarian tidak dibebaskan dari kepemilikan masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Masa depan situs Kumitir di Mojokerto, Jawa Timur, bergantung pada komitmen untuk pembebasan lahan. Tanpa pembebasan lahan, segala jenis pembangunan di sana rawan menganggu proses pelestariannya.
Kini, di Kumitir tengah berlangsung ekskavasi tahap keempat, 6-30 September 2021. Kali ini, ekskavasi dilakukan di sisi barat untuk melihat penampakan gerbang utama kompleks situs Kumitir yang diyakini sebagai istana singgah Bhre Wengker. Dia bernama Kudamerta, bangsawan sekaligus paman Hayam Wuruk, Raja Majapahit.
Sebelumnya, Kumitir ditemukan penggali tanah untuk mengambil bata merah pada tahun 2019. Bata merah itu adalah dinding atau talud yang membentang dari utara ke selatan di sisi timur.
Dari observasi dan ekskavasi, Kumitir diyakini adalah semacam benteng yang dikelilingi dinding bata merah. Panjang dinding dari barat ke timur 312 meter. Sementara dari utara ke selatan 203 meter. Artinya, Kumitir adalah kompleks seluas 6,34 hektar.
Ke depan, diharapkan ada interpretasi baru terhadap situs-situs terdekat yang sudah eksis. Situs itu adalah Candi Tikur (petirtaan), Candi Gapura Wringin Lawang, dan Kolam Segaran. Selain itu, harapan pencarian terhadap keraton barat atau pusat Kerajaan Majapahit yang diyakini lebih luas dan lebih megah bisa dilakukan kelak.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jatim (BPCB) dan Koordinator Tim Ekskavasi Wicaksono Dwi Nugroho saat dihubungi dari Surabaya, Minggu (12/9/2021), mengatakan, masa depan situs Kumitir amat bergantung pada komitmen pemerintah. Alasannya, seluruh kompleks itu berstatus milik masyarakat.
”Kalau pemiliknya ingin kawasan itu dibongkar untuk industri bata merah, akan sulit dicegah,” kata Wicaksono.
Situs Kumitir, menurut Kepala BPCB Jatim Zakaria Kasimin, menjadi temuan paling signifikan bagi perkembangan narasi Majapahit. Di dalam bentang kompleks situs ini ada industri bata merah. ”Masa depan amat bergantung dengan kita untuk segera membebaskannya sehingga tidak menimbulkan kendala untuk program lanjutan,” ujarnya.
Program lanjutan itu menyelesaikan kenampakan dan kemungkinan pemugaran sehingga kompleks ini bisa menjadi obyek wisata sejarah. Namun, lanjut Wicaksono, sebelum berbicara jauh ke depan, ada persoalan di depan mata, yakni pembebasan lahan belum bisa terealisasi.
”Di sisi barat, dekat gerbang, pemilik lahan berencana membuka pembuatan bata merah. Kalau lahan tidak dibebaskan, hasil ekskavasi berpotensi tidak terlindungi,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Sinarto mengatakan akan segera membicarakan potensi masalah di situs Kumitir dengan Pemkab Mojokerto dan pemerintah pusat. ”Harus sinergi dan jangan sampai bertabrakan kepentingan,” katanya.
Sebelumnya, Bupati Mojokerto Ikfina Fatmawati mendukung program pelestarian cagar budaya di situs Kumitir. Ia akan menunggu selesainya ekskavasi dan laporan serta rekomendasi yang perlu ditempuh.
Menurut Ikfina, dirinya telah berpesan kepada perangkat Desa Kumitir dan Kecamatan Jatirejo untuk mengawal proses pelestarian temuan-temuan tinggalan Majapahit. Perangkat setempat harus dapat berhati-hati dalam memberikan izin berbagai kegiatan agar tidak mengganggu proses pelestarian cagar budaya yang sedang berlangsung.