Mantan Kepala Cabang PT Perinus Bitung Diduga Terlibat Korupsi
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara menahan mantan kepala PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Bitung dengan tuduhan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 28,7 miliar.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara menahan mantan kepala PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Bitung, LAF alias Ludy (52) dengan tuduhan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 28,7 miliar. Seorang direktur utama perusahaan rekanan, ER alias Etty (59), juga ditangkap karena dugaan serupa.
Melalui siaran pers, Jumat (10/9/2021), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut A Dita Prawitaningsih mengatakan, keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Manado pada Rabu (8/9/2021) lalu. ”Kedua tersangka ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Polda Sulut,” kata Dita.
Tindak pidana korupsi yang dituduhkan terhadap Ludy dan Etty terjadi antara November 2017 dan November 2018. Kala itu, PT Perinus Cabang Bitung berkomitmen membeli pasokan ikan dari para nelayan binaan PT Etmico Makmur Abadi Bitung yang dipimpin Etty. Hal itu dimateraikan dalam bentuk perjanjian kerja sama.
Menurut Dita, ikan yang dibeli PT Perinus akan tetap disimpan di gudang PT Etmico Makmur Abadi untuk dijual kepada pihak lain. Nantinya, perusahaan Etty wajib mengembalikan dana pembelian ikan kepada PT Perinus beserta pembagian keuntungannya.
”Hasil penjualan harus dikembalikan paling lambat satu bulan setelah tiap transaksi. Ini harus disertai laporan hasil perdagangan ikan yang disertai berkas dokumen, yaitu tally sheet dan nota timbang,” kata Dita.
Namun, setelah masa setahun kerja sama lewat hingga sekarang, PT Etmico Makmur Abadi mempunyai kewajiban pembayaran yang masih belum terselesaikan kepada PT Perinus yang adalah badan usaha milik negara (BUMN), yaitu Rp 28.784.740.727. Menurut Dita, uang yang bersumber dari negara itu justru dipakai untuk kepentingan pribadi.
”Uang itu dipergunakan untuk yang tidak seharusnya, antara lain membayar operasional perusahaan, utang terhadap pihak ketiga, bahkan membayar tagihan kartu kredit. Ini bermuara pada kerugian negara,” ujar Dita.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulut Theodorus Rumampuk enggan menjelaskan mengapa tindakan yang terjadi tiga tahun lalu baru diselidiki saat ini. ”Seperti KPK, ada kasus-kasus yang baru diungkap beberapa tahun setelahnya. Jadi memang ada penyelidikan dan penyidikan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan,” ujarnya.
Theodorus juga belum bisa menjelaskan dari mana indikasi awal tindak pidana korupsi yang dilakukan Ludy dan Etty. ”Ini baru awalan. Nanti akan ada perkembangan lebih lanjut dan pasti diinfokan,” katanya.
Uang itu dipergunakan untuk yang tidak seharusnya, antara lain membayar operasional perusahaan, utang terhadap pihak ketiga, bahkan membayar tagihan kartu kredit.
Ludy dan Etty diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar menanti mereka.
Sementara itu, Kantor PT Perinus Cabang Bitung menolak memberikan tanggapan terkait penangkapan Ludy. Dihubungi lewat telepon, karyawan perusahaan itu menyatakan kepala cabang mereka, Manjappai Daeng Bella, sedang perjalanan dinas ke Jakarta. ”Kami tidak tahu detailnya karena kami cuma karyawan baru,” ujar karyawan tersebut.
PT Perinus adalah salah satu perusahaan yang ditunjuk Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyerap hasil perikanan tangkap secara nasional. Pertengahan tahun lalu, Direktur utama PT Perinus Yana Aditya mengatakan, perusahaannya sudah membeli 2.300 ton ikan tangkap dan budidaya dari seluruh Indonesia. Ikan yang ditampung akan dijual kembali ke pasar domestik dan diekspor.