Sakit Hati Terus Dimarahi, Penjual Bubur di Cilacap Tega Bunuh Ibunya
Seorang pemuda membunuh ibu kandungnya di Cilacap, Jawa Tengah, akibat sakit hati. Pola pengasuhan yang penuh kasih sayang dalam keluarga dibutuhkan untuk mencegah berulangnya kasus serupa.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Merasa diperlakukan secara pilih kasih dan sering dimarahi, Rendi Saputra (23), warga Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tega membunuh ibu kandungnya, Wasitoh (43). Ia jengah setiap kali dimarahi jika tidak membantu ibunya berjualan bubur. Dari pemeriksaan, kondisi kejiwaan Rendi normal.
”(Ibu) pilih kasih. Suka (sering) didiamkan sama ibu sudah lama. Sudah sering, sering dimarahi kalau tidak berjualan. Dimarahin, suruh berjualan terus,” ucap Rendi, yang dihadirkan dalam jumpa pers di Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (9/9/2021).
Pembunuhan terjadi di kamar kos tempat ibu dan ketiga anaknya itu tinggal di Jalan Kelinci Timur, Kelurahan Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, pada Rabu (8/9/2021) pukul 10.00. Saat kejadian, korban sempat berteriak. Keduanya bergumul dan tersangka membawa parang. Akibat sabetan parang, sang ibu mengalami luka pada kepala dan leher.
”Ketika mau dibunuh dengan ditusuk (pedang), ibunya melawan. Lalu dicekik, dibekap dari belakang lalu mengambil pisau yang ada di dapur. Dari sisi kejiwaan, belum ada laporan yang menyebutkan dia pernah berobat (terkait gangguan jiwa). Alhamdulillah normal. Selama pemeriksaan juga cukup kooperatif,” tutur Kepala Polres Cilacap Ajun Komisaris Besar Leganek Mawardi.
Dari pemeriksaan awal, lanjut Leganek, tersangka meluapkan emosi terhadap korban karena jarang diajak mengobrol dan sering dimarahi. ”Walau sudah membantu berjualan bubur, tidak dianggap oleh keluarganya. Ini salah satu motif, yaitu karena emosi yang sudah menumpuk terhadap ibu kandungnya,” papar Leganek.
Menurut Leganek, dari pemeriksaan kepada keluarganya, yaitu kedua adiknya yang berusia 17 tahun dan 5 tahun, sang kakak adalah orang yang pendiam. Keluarga ini berasal dari Tegal dan mereka tinggal bersama di sebuah rumah indekos di Cilacap untuk berjualan bubur. Adapun sang bapak merantau ke Kalimantan.
Atas kejadian ini, tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.
Agresi
Dihubungi terpisah, pengajar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Ugung Dwi Ario Wibowo, menyampaikan, setiap tindakan kekerasan atau agresi memiliki sejumlah pemicu, antara lain, potensi gangguan jiwa dan faktor keluarga, terlebih untuk menjawab pertanyaan mengapa seorang anak bisa begitu kejam membunuh ibu kandungnya.
”Orang tidak akan mungkin tiba-tiba agresif. Pasti ada sebabnya, apalagi sampai bisa berbuat seperti itu (pembunuhan). Kalau ada riwayat gangguan jiwa dan ada gaduh gelisah seperti kencederungan menyakiti atau merusak barang, dia sudah ada gejala ke psikotik. Kalau belum ada, berarti itu sesuatu yang luar biasa,” papar Ugung.
Agresi juga bisa disebabkan sakit hati. Sakit hati muncul dari sekumpulan perasaan tidak nyaman yang terakumulasi. (Ugung Dwi Ario Wibowo)
Menurut Ugung, agresi juga bisa disebabkan sakit hati. Sakit hati muncul dari sekumpulan perasaan tidak nyaman yang terakumulasi. Ketika itu terjadi pada seseorang dan tidak punya pelampiasan atau kompensasi, munculnya bisa dalam wujud agresi.
Agresi tersebut biasanya dilampiaskan pada suatu obyek, bisa benda, hewan, atau manusia. ”Pertanyaannya adalah bagaimana konsep diri dia tentang rasa bersalah dan sisi-sisi kemanusiaan sehingga itu memengaruhi setega apa perbuatannya,” tuturnya.
Ugung menyebutkan, jika terungkap perasaan pilih kasih, ditengarai dalam keluarga ini terdapat kecemburuan tersangka pada saudaranya yang lain. ”Ini membuat orang insecure dan ada keinginan membalas dendam baik ke saudaranya maupun ke orangtua. Atau, juga hanya ingin cari perhatian, minta pengakuan, atau menunjukkan rasa tidak sukanya,” paparnya.
Belajar dari fenomena ini, lanjut Ugung, agresivitas anak terbentuk salah satunya akibat metode parenting atau bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Jika orangtua melakukan kekerasan antarpasangan atau terhadap anak, hal itu bisa terekam dalam benak atau alam bawah sadar sang anak.
Supaya anak tidak memiliki agresivitas yang tinggi, sejak kecil diharapkan dididik dengan kasih sayang, komunikasi, dan keterbukaan. Seandainya ada masalah, anak berani mendiskusikan. Tidak semuanya dipendam dalam hati sehingga justru muncul bom waktu. Sebab, rasa sakit hati yang lepas kendali bisa justru menyakiti.