Memulihkan Kejayaan Jepang-nya Indonesia
Kota dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pernah mendapat julukan Jepangnya Indonesia berkat industri logam. Dengan perbaikan sistem dan budaya produksi, produk-produknya telah dipakai industri manufaktur otomotif nasional.
Industri logam rakyat telah mengantar sejumlah daerah di Jawa Tengah berjaya sejak puluhan tahun silam. Bahkan, Kota dan Kabupaten Tegal, pernah mendapat julukan Jepangnya Indonesia. Dengan perbaikan sistem produksi, produk-produknya kini telah dipakai industri manufaktur otomotif nasional.
Menyusuri Desa Pesarean di Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, gendang telinga bergetar keras dipekaki bunyi logam yang saling beradu di setiap penjuru. Suara itu berasal dari rumah-rumah yang dijadikan tempat pengecoran logam. Salah satunya rumah Syuud (40). Dari rumah tersebut, ratusan aksesoris sepeda motor bisa diproduksi dalam sehari.
”Saya biasanya dapat bahan baku dari pengepul limbah keliling. Limbah-limbah itu kemudian saya cor untuk membuat barang lain, sesuai pesanan toko atau bengkel," ujar Syuud, akhir Juni 2021.
Baca juga : Geliat Asa Industri Logam Tegal
Awalnya, Syuud menjual hasil produksinya kepada agen-agen penjualan keliling. Beberapa tahun terakhir, ia mulai menyuplai aksesoris sepeda motor ke toko-toko maupun bengkel. Omzet yang dihasilkan berkisar Rp 6 juta-Rp 8 juta per bulan.
Pembuatan suku cadang motor dari bahan logam juga dilakukan Sutanto (40). Dia dan tiga karyawannya memproduksi behel sepeda motor. Dalam sehari, mereka bisa membuat hingga 25 unit behel dengan harga Rp 200.000 per unit. ”Jumlah produksinya tidak sama setiap hari, sesuai pesanan. Kalau sedang ramai, bisa bikin sampai 25 unit behel," tutur Sutanto.
Menurut Sutanto, rata-rata industri kecil menengah (IKM) logam di Adiwerna sudah memiliki toko atau bengkel langganan masing-masing. Mereka hanya akan berproduksi jika ada pesanan.
Selain berproduksi hanya saat ada pesanan, rantai produksi bengkel-bengkel rumahan di Pesarean belum tertata rapi. Di rumah-rumah tempat bekerja, berbagai potongan besi beragam ukuran berserak di lantai. Alat-alat kerja seperti palu hingga alat las juga tersebar. Di beberapa rumah, ruang-ruang produksi tampak kotor.
Berubah
Kondisi berbeda dijumpai di lingkungan industri kecil (LIK) Takaru sekitar 10 kilometer di sisi utara Desa Pesarean. Takaru singkatan dari Talang dan Cempaka baru. Nama itu dipilih karena rata-rata IKM di wilayah itu adalah pindahan dari Kecamatan Talang dan Jalan Cempaka.
Tercatat 24 IKM logam di LIK Takaru yang berada di jalur pantura. Sebagian IKM logam di tempat ini sudah menjadi bagian rantai pasok agen tunggal pemegang merek (ATPM) otomotif berskala nasional. Kondisi bengkel-bengkel logam di sini umumnya tertata rapi.
Dalam sebulan, mereka menghasilkan ribuan komponen untuk dirangkai menjadi sepeda motor atau mobil. ”Kami membuat komponen kendaraan sesuai pesanan. Kalau omzet sekitar Rp 300 juta-Rp 400 juta per bulan, tergantung pesanan,” kata Faizal Amri Elfas (37), pelaku IKM logam.
Elfas yang juga direktur PT FNF Metalindo Utama itu mempekerjakan 40 orang. Sejak 2017, IKM miliknya masuk ke dalam rantai pasok ATPM otomotif ternama, seperti PT Astra Honda Motor.
Baca Juga: Terancam Lesu, IKM Logam Tegal Berencana Rumahkan Sebagian Karyawan
Namun, bukan perkara mudah bagi Elfas menjalin kerja sama dengan ATPM. Butuh revolusi proses produksi. Sebelum pindah ke LIK Takaru, awalnya dia berproduksi di tengah permukiman di Desa Kajen, Kecamatan Talang. Sama seperti para pelaku IKM di Desa Pesarean, Elfas kala itu memasok aksesoris sepeda motor ke toko dan bengkel lokal.
Arah usahanya berubah saat 2015 ditawari bergabung menjadi rekanan binis PT Astra Honda Motor. Namun, syaratnya, dia diminta mengubah lingkungan dan budaya kerja. Salah satunya menerapkan 5R yakni, ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin di tempat kerja.
Untuk mengawali budaya kerja baru itu, Elfas pindah ke LIK Takaru. Butuh waktu dua tahun memenuhi standar ATPM. Dari awal hanya menyuplai lima jenis komponen, kini dia memasok ratusan jenis komponen ke PT Astra Honda Motor. ”Saya dapat pelajaran bahwa lingkungan kerja kondusif bisa meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi,” tuturnya.
Tidak hanya mendongkrak pendapatan IKM, perubahan sistem dan budaya kerja juga bermanfaat bagi pekerja. Mereka lebih sehat dan sejahtera. Hal itu diungkapkan Rudi (40), pekerja di IKM logam yang awalnya bekerja di industri rumahan, lalu pindah ke LIK Takaru.
Rudi menuturkan, saat bekerja di industri rumahan di Desa Kajen, mereka sering mendapat komplain warga. Selain suara produksi yang mengganggu, kebersihan tempat kerja juga tak terjamin. Tata letak benda-benda keperluan produksi tak teratur dan membahayakan. Itu berbeda dengan kondisi di LIK Takaru yang luas, bersih, dan tertata.
Selama bekerja di LIK Takaru, Rudi selalu memakai alat pelindung diri meliputi masker, sarung tangan, topi, dan sepatu khusus. ”Dulu, kaki saya sering terluka akibat kejatuhan bahan baku atau alat kerja. Waktu itu masih pakai sandal jepit. Sekarang, kalaupun kejatuhan benda, ke sepatu dulu, tidak langsung ke kaki. Lebih aman,” ucapnya.
Dari segi kesejahteraan, dia juga lebih terjamin. Selain digaji di atas upah minimum Kabupaten Tegal, dia juga mendapat jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan. Hal-hal itu tak didapatkan di IKM yang masih berproduksi secara tradisional.
Sama seperti di Tegal, sejumlah perajin logam di Ceper, Kabupaten Klaten juga sudah mampu menembus industri manufaktur otomotif nasional. Ketua Koperasi Batur Jaya Ceper Badrul Munir, menuturkan, dari 156 usaha anggota koperasi, penjualan cylinder sleeve atau alat bantu produksi komponen mesin cincin piston, menjadi tumpuan. Produk itu dipasok ke PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Berawal dari kerja sama yang dijalin sejak 2019, PT TMMIN memberi pendampingan kepada koperasi agar bisa membuat cylinder sleeve. Hingga kini, 20 persen pendapatan koperasi berasal dari penjualan produk itu.
Koperasi tersebut juga sempat memasok rem blok cor logam bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada 1990-2016. Namun, kini tak lagi karena PT KAI menggunakan rem blok berbahan komposit. ”Kini kami sedang pengujian rem blok komposit. Targetnya, bisa mulai produksi 2022. Harapannya bisa kembali memasok sebagian ke PT KAI,” kata Badrul.
Berdiri sejak 1976, Koperasi Batur Jaya beranggotakan 156 dari sekitar 300 perusahaan pengecoran logam di Ceper. Seluruh IKM di koperasi menyerap 4.000 tenaga kerja.
Ikon daerah
Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Klaten, M Rodhi menyampaikan, industri logam yang tersebar di empat desa di Kecamatan Ceper telah jadi ikon daerah. Bahkan, kawasan itu sudah layak disebut sentra dengan kehadiran Politeknik Manufaktur Ceper sejak 2003. ”Ada institusi pendidikan yang menjamin kualitas produknya. Ini jarang dimiliki daerah lain,” ucap Rodhi.
Rodhi menyatakan, pemerintah daerah terus berupaya menghubungkan para perajin logam dengan mitra-mitra industri. Namun, kualitas dan standar produksi tetap mesti terjamin.
Sebab, masih banyak pelaku industri logam menganut sistem produksi tradisional. Analis Industri Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerin) Kabupaten Tegal Suyanto, mengatakan, lewat pembinaan, mereka diharapkan bisa berubah. ”Dari segi kemampuan, mereka mampu. Persoalannya mengubah budaya dan pola pikir,” kata Suyanto yang juga koordinator Lembaga Pengembangan Bisnis Kabupaten Tegal Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Menurut dia, perusahaan-perusahaan besar akan memperhatikan banyak hal sebelum bekerja sama. Di antaranya, legalitas perusahaan, sistem kerja, pekerja, dan lingkungan kerja. Selama bekerja sama, kinerja IKM juga terus diaudit.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pembangunan Idustri Disnakerin Kabupaten Tegal Irsyad Sumarwanto mengatakan, saat ini, ada 12 IKM logam Tegal yang sudah masuk ke dalam rantai pasok ATPM sepeda motor. Adapun yang bermitra dengan ATPM mobil sebanyak empat IKM. Omzet mereka beragam, mulai dari Rp 300 juta-Rp 1 miliar per bulan.
”Tegal punya banyak sumber daya manusia yang mampu mengolah logam. Ini tak lepas dari transfer pengetahuan pada zaman penjajahan Jepang. Sekolah menengah kejuruan di Tegal juga lebih banyak dibanding SMA. Banyak tenaga kerja terampil dan siap kerja,” imbuhnya.
Sejarah mencatat, industri logam di Tegal sudah ada sejak 1914. Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang pribumi banyak dipekerjakan di perusahaan-perusahaan logam yang memproduksi senjata, mesin-mesin di pabrik gula, komponen kereta api, komponen kapal, dan lain-lain.
”Ketika penjajahan Jepang berakhir, sebagian pekerja dirumahkan. Namun, warga saat itu tetap melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan di perusahaan. Dari situ mulai muncul sejumlah industri pengecoran logam rumahan,” kata Budayawan Tegal Yono Daryono.
Seiring waktu, industri logam skala rumahan berkembang pesat di sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Tegal. Di Kota Tegal misalnya, banyak ditemui di sepanjang Jalan Cempaka, Kecamatan Tegal Timur. Yang bertahan di sana hingga kini, antara lain, pengecoran logam, bengkel las bubut, dan produsen pelek.
Sementara itu di Kabupaten Tegal, industri logam juga menjamur di sejumlah desa di Kecamatan Talang dan Adiwerna. Dari data Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Tegal, dari 29.929 IKM, sebanyak 3.000 di antaranya IKM logam.
Puluhan tahun menopang ekonomi daerah, kini saatnya industri logam rakyat ”naik kelas”. Pendampingan dan peningkatan standar produksi mesti terus dilakukan sehingga kian banyak pelaku IKM berhasil masuk ke rantai pasok industri manufaktur nasional.