Pernah Tercemar Berat, Sungai Citarum Kini Berstatus Cemar Ringan
Program Citarum Harum diklaim melampaui target, mulai dari status yang meningkat jadi cemar ringan hingga penghijauan yang mencapai 36.000 hektar. Penegakan hukum menjadi perhatian yang utama.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Foto atas: Kondisi Sungai Cisangkuy, anak Sungai Citarum, di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (10/2/2020). Foto bawah: Sampah menumpuk di Sungai Cisangkuy, Selasa (28/1/2020).
BANDUNG, KOMPAS — Aliran Sungai Citarum di tahun ketiga Program Citarum Harum diklaim dalam kondisi cemar ringan. Hal ini diharapkan bisa memperbaiki kualitas hidup lebih kurang 18 juta orang yang tinggal di sekitar sungai yang sempat tercemar berat ini.
Citarum Harum adalah program revitalisasi Sungai Citarum yang dicanangkan sejak tahun 2018. Program ini memiliki target revitalisasi DAS Citarum tidak tercemar di tahun 2025.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Bandung, Selasa (7/9/2021) menyatakan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sempat masuk golongan tercemar berat. Berbagai limbah rumah tangga hingga industri masuk ke dalam aliran sungai sehingga berbahaya bagi manusia.
”Air sungai yang kotor akibat limbah industri ini bisa dimakan ikan yang kemudian dimakan masyarakat. Jangan sampai 18 juta orang yang tinggal di DAS Citarum memakan ikan yang tercemar karena berdampak jangka panjang seperti penyakit degeneratif,” ujarnya di tengah pemantauan DAS Citarum di Bandung.
Kondisi Sungai Citarum di Kampung Sawah, Desa Cicadas, Kecamatan Babakan Cikao, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (18/11/2019) sore. Dulu banyak sampah dan eceng gondok, kini tampak bersih.
Oleh karena itu, Luhut mengapresiasi kinerja Program Citarum Harum yang telah bergulir selama tiga tahun. Bahkan, pada tahun ketiga ini, lanjut Luhut, Citarum berada dalam status cemar ringan, atau melampaui target status cemar sedang yang ditetapkan di perencanaan Citarum Harum tahun ini.
”Kami akan update lagi semua dan melaporkan kepada Presiden karena ini (Citarum Harum) program Presiden dari tahun 2018. Kami tidak ingin melihat generasi masa depan Jabar rusak karena pencemaran di Citarum,” ujarnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil memaparkan, kondisi DAS Citarum sudah masuk ke dalam kelas dua. Artinya, ikan-ikan di dalam sungai telah dimungkinkan hidup dan masyarakat bisa berenang.
Selain mengurangi pencemaran di aliran sungai, Citarum Harum juga menargetkan penghijauan 90.000 hektar lahan kritis di sekitar DAS Citarum untuk meminimalkan potensi bencana. Pada tahun ketiga ini, lanjut Emil, pada sekitar 36.000 hektar di antaranya telah dilakukan penghijauan. Jumlah ini juga di atas target 15.000 hektar pada tahun ketiga.
Penegakan hukum
Sementara itu, dari segi penegakan hukum, Emil memaparkan, sebanyak 131 pengaduan terkait pelanggaran lingkungan di kawasan DAS Citarum telah dilaporkan. Dari jumlah tersebut, 15 di antaranya telah diputus pengadilan pidana dan 70 kasus lainnya mendapatkan sanksi administrasi.
Kompas/Benediktus Krisna Yogatama
Warga bantaran Sungai Citarum di Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, tengah mengambil memungut sampah yang tertinggal di bantaran sungai, Selasa (2/1/2018). Sampah yang terbawa dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi itu dipungut dan dijadikan mata pencarian sebagian besar warga disana.
”Terkait penegakan hukum, targetnya memang agak susah dikualifikasi. Banyak pengaduan berarti berprestasi atau sedikit pengaduan juga bisa dibilang berprestasi karena jangan-jangan mereka sudah taat sehingga tidak ada pelanggaran,” ujarnya.
Luhut pun meminta setiap pihak melakukan tindakan maksimal dalam penanganan pencemaran sungai. Jajaran Satgas Citarum mulai dari Gubernur Jabar, Kepala Polda Jabar, Panglima Kodam III/Siliwangi, hingga 13 kepala daerah yang dialiri Citarum diminta menjaga koordinasi dan kerja sama dalam menjalankan program.
”Tolong lihat lagi industri-industri itu. Mereka jangan lagi membuang sampah limbah ke sungai. Jangan main-main lagi karena nanti bisa merusak generasi yang akan datang,” tutur Luhut.