Sejumlah pelaku usaha berupaya agar bisa bertahan di tengah pandemi. Mereka melakukan berbagai cara sebagai bentuk adaptasi agar tidak kehilangan pembeli.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sekalipun mengalami penurunan omzet, sejumlah pelaku usaha kecil memilih untuk tetap bergeliat, bertahan berkarya di tengah situasi pandemi Covid-19. Selain membuat produk baru, beberapa pelaku usaha juga berupaya mengubah manajemen produksi dan penjualan.
Rully Heri Siswoyo (41), pelaku usaha produk kuliner asal Kota Malang, Jawa Timur, mengatakan, setelah memfokuskan diri pada aneka jajanan dan makanan beku yang dipasarkan di sejumlah toko oleh-oleh, mulai tahun 2020 dia memutuskan berkonsentrasi memproduksi makanan kering yang bisa menjadi pendamping nasi.
”Aneka jajanan dan makanan beku cenderung hanya menjadi makanan ringan yang cocok ditawarkan kepada orang yang bepergian, seperti wisatawan. Adapun makanan pendamping nasi cocok ditawarkan pada siapa saja, terlebih lagi karena di tengah pandemi banyak orang lebih sering menghabiskan waktu dan makan di rumah saja,” ujarnya, saat ditemui di sela-sela acara pameran di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (5/9/2021).
Rully membuka usaha kuliner sejak tahun 2014. Hingga tahun 2019, dia sudah memproduksi 10 jenis produk kuliner. Tahun 2020, dua bulan setelah pandemi, omzetnya turun drastis hingga 80 persen. Kondisi tersebut pada akhirnya membuat dia berinovasi dengan memproduksi makanan yang lebih laku di pasaran.
Ketika itulah dia terinspirasi membuat makanan serundeng dan kremesan ayam. Serundeng adalah makanan kering terbuat dari parutan kelapa yang dicampur rempah dan bumbu yang digoreng kering tanpa minyak hingga berwarna kuning kecoklatan.
Adapun kremesan yang dimaksud adalah tepung terigu yang dicampur bumbu dan digoreng hingga berwarna keemasan. Dua jenis makanan ini biasanya menjadi pelengkap hidangan nasi beserta sayur dan lauk pauknya.
Sekalipun belum bisa memulihkan ke kondisi normal, menurut Rully, inovasi dua produk baru ini cukup bisa menyelamatkan usahanya di tengah pandemi. Jika awal tahun 2020 omzet anjlok hingga 80 persen, saat ini penurunan omzet hanya sekitar 30 persen dibanding kondisi normal. Pada situasi sebelum pandemi, omzet yang didapatkan Rully Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per hari.
Adaptasi serupa juga dilakukan Agustinus Adi Winarto (55), perajin batik asal Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Magelang. Jika sebelumnya dia membuat motif-motif batik sendiri, selama pandemi dia memberi kesempatan bagi pembeli untuk menentukan motif batiknya sendiri. ”Pembeli tinggal menyebutkan menginginkan gambar motif apa, maka kami pun akan menyesuaikan, membuat motif sesuai keinginan mereka,” ujarnya.
Pada kondisi normal, Agustinus yang memproduksi batik dengan label Batik Lumbini biasa menerima tamu atau wisatawan yang datang melihat-lihat dan membeli karyanya di galeri. Namun, karena dua tahun ini sama sekali tidak ada pengunjung, Agustinus akhirnya hanya bisa berpromosi melalui media sosial.
Dalam komunikasi dengan para calon pembeli yang tertarik melihat unggahan gambar batiknya di media sosial, dia pun menawarkan untuk membuat motif tertentu sesuai keinginan pembeli.
Pandemi justru memberi saya inspirasi dan semangat untuk terus berkarya dan menjalankan usaha.
Sebelum pandemi, Agustinus bisa memproduksi 10 lembar batik tulis. Namun, sejak tahun 2020 hingga sekarang, menyesuaikan dengan sepinya permintaan, dia hanya memproduksi satu lembar batik tulis per bulan. Dia lebih banyak membuat masker serta saputangan.
Sementara itu, situasi pandemi justru melecutkan ide seorang mahasiswa, Ngumriyatul Khasanah (20), untuk membuat usaha baru batik tulis pada Juni 2021. Berlabel Zunkha Batik, produk pertama yang dibuatnya terinspirasi dari bentuk virus korona baru. Motif batik ini sudah laku terjual, bahkan saat ini beberapa orang sudah memesan motif tersebut dibuat ulang.
Minat dari sejumlah pembeli juga muncul untuk sejumlah motif lain yang dibuatnya, terinspirasi dari Hari Kartini dan sejumlah destinasi wisata di Kabupaten Magelang.
Ngumriyatul, yang saat ini masih menempuh kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, merasa bersemangat untuk terus berkarya. ”Pandemi justru memberi saya inspirasi dan semangat untuk terus berkarya dan menjalankan usaha,” ujar warga Desa Danurejo, Kecamatan Mertoyudan, Magelang, ini.