Belasan Tersangka Lain Ikut Ditahan Terkait Dugaan Suap Bupati Probolinggo
Banyak pihak menyayangkan kasus korupsi yang melibatkan Bupati Probolinggo. Kasus terjadi saat pembangunan di Kabupaten Probolinggo dinilai tidak sebanding dengan terus meningkatnya alokasi anggaran ke daerah tersebut.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
PROBOLINGGO, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan belasan ASN yang terlibat dalam operasi tangkap tangan terhadap Bupati Probolinggo. Kasus penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat tersebut sangat disayangkan. Apalagi kasus terjadi saat pembangunan di Kabupaten Probolinggo dinilai tidak sebanding dengan terus mengalirnya alokasi anggaran ke kabupaten itu.
Dalam siaran pers oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (4/9/2021) petang, KPK menyebut bahwa 17 aparatur sipil negara (ASN) yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi uang kepada Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari tersebut ditahan sejak 4-23 September 2021 di beberapa rumah tahanan di Jakarta.
Belasan tersangka yang sedianya merupakan calon pejabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo tersebut disebut sebagai pemberi uang. Mereka dinilai melanggar Pasal 5 Ayat 1A dan B, Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun Bupati Puput Tantriana Sari, Hassan Aminudin (suaminya), Doddy Kurniawan (Camat Krejengan), dan Muhammad Ridwan (Camat Paiton) dinilai melanggar Pasal 12 huruf A dan B atau Pasal 11 UU Nnomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
”KPK sangat menyesalkan perbuatan ini. Pejabat yang menyuap tidak akan berintegritas dan membangun masyarakatnya, tapi akan lebih fokus bagaimana mengembalikan suap yang diberikan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto.
Menurut Karyoto, ia sangat menyayangkan para ASN senior yang usianya sudah di atas 40 tahun tersebut, mau mencederai masa tuanya dengan membeli jabatan yang masanya kurang dari satu tahun.
”Apakah ini tren oleh pemangku kepentingan untuk membarter jabatan dengan uang? Nanti deputi pencegahan akan memberi kajian khusus ke pemerintah. Ini abuse of power atau penyimpangan kekuasaan. Pencegahannya adalah jika tidak bisa dilakukan oleh yang bersangkutan, bisa oleh faktor eksternal dengan memberikan pencerahan. Misal gubernur, presiden. Yang terpenting juga pihak lain jangan mau,” katanya.
Meski nominal uang dalam praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tidak besar, hal itu juga menyita perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam Instagram-nya, ia menyoroti bahwa transfer anggaran dari APBN ke Kabupaten Probolinggo terus naik, tetapi hal itu tidak sebanding dengan hasil capaian pembangunan di sana.
Menurut Sri Mulyani, jumlah transfer keuangan dari APBN ke Kabupaten Probolinggo sejak tahun 2012-2021 mencapai Rp 15,2 triliun. Tahun 2012, transfer keuangan ke Kabupaten Probolinggo Rp 959 miliar, sedangkan tahun 2021 menjadi Rp 1,857 triliun.
Pejabat yang menyuap tidak akan berintegritas dan membangun masyarakatnya, tapi akan lebih fokus bagaimana mengembalikan suap yang diberikan.
Selain itu, pemerintah juga mengucurkan dana desa sejak tahun 2015-2021 dengan total Rp 2,15 triliun untuk 325 desa di sana. Setiap desa mendapat Rp 291 juta pada tahun 2015 dan naik hingga 3,3 kali pada tahun 2021 menjadi Rp 1,32 triliun.
Namun sayangnya, menurut Sri Mulyani, jumlah anak usia di bawah 2 tahun mengalami tengkes di Kabupaten Probolinggo justru naik dari 21,99 persen (tahun 2015) menjadi 34,04 persen (2019). Bahkan, pengangguran terbuka juga naik dari 2,89 persen (2015) menjadi 4,86 persen (2021).
”Korupsi musuh utama dan musuh bersama dalam mencapai tujuan kemakmuran yang berkeadilan,” tulis Sri Mulyani dalam medsosnya itu.
Sebelumnya, pada Senin (30/8/2021), KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin (suami bupati, sekaligus anggota DPR), camat, dan sejumlah penjabat kepala desa dalam praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo. KPK telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus tersebut dan menahan mereka. Barang bukti kasus itu adalah uang Rp 362 juta beserta sejumlah dokumen.
Uang itu merupakan upeti dari sejumlah ASN kepada Bupati Probolinggo untuk bisa ditetapkan sebagai pejabat kepala desa, dengan perantara suami bupati, yaitu Hasan Aminuddin. Hasan juga merupakan mantan Bupati Probolinggo.
Modus dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut, sebagaimana rilis KPK sebelumnya, adalah Hasan Aminuddin (suami bupati) memanfaatkan celah mundurnya pemilihan kepala desa di 252 desa di Kabupaten Probolinggo untuk mengeruk uang. Setiap calon pejabat kepala desa (PJ kepala desa) diminta menyetor uang Rp 20 juta per orang dan memberikan upeti sewa lahan kas desa Rp 5 juta per hektar.
Bupati Puput Tantriana Sari sendiri menjabat Bupati Probolinggo sejak tahun 2013 hingga 2023. Puput menjadi bupati menggantikan suaminya, Hasan Aminuddin, yang saat ini menjadi anggota DPR dari Partai Nasdem (periode 2014-2019 dan periode 2019-2024). Sebelumnya, Hasan merupakan Bupati Probolinggo dua periode, yaitu tahun 2003-2008 dan 2008-2013. Sebelum menjabat bupati, Hasan adalah Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo periode 1999-2003.