Mengantar Hasil Keringat Petani Bali ke Luar Negeri
Menggenjot ekspor produk Bali ke luar negeri, bagi Bali, menjadi upaya untuk menggerakkan ekonomi daerah yang pertumbuhannya sedang mengalami kontraksi lantaran terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·5 menit baca
Sepekan terakhir, Kamis (26/8/2021) dan Rabu (1/9/2021), sekitar tiga ton biji kakao fermentasi dari Bali dikirim ke luar negeri. Sebanyak satu ton kakao fermentasi itu diekspor ke Belgia pada Kamis (26/8), sedangkan Rabu (1/9) dikirim sekitar dua ton kakao fermentasi ke Jepang.
Ekspor kakao yang sudah difermentasi itu mendapat pengawasan pihak Karantina Pertanian Denpasar ataupun Bea dan Cukai Ngurah Rai, Bali. Pengiriman kakao asal Bali untuk tujuan ekspor di masa pandemi Covid-19, menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar I Putu Terunanegara, jelas hal yang menggembirakan. Apalagi kakao yang diekspor itu dinilai memiliki nilai lebih karena sudah melalui proses pengolahan pascapanen.
Biji kakao fermentasi memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan kakao nonfermentasi. Harganya pun lebih tinggi daripada biji kakao yang belum diolah pascapanen.
Pembeli di luar negeri meminta dikirimi 67 ton lebih kakao fermentasi setiap tahun, sedangkan kemampuan koperasi memproduksi masih di bawah 50 ton. (KetutWiadnyana).
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Ngurah Rai, Badung, Kusuma Santi Wahyuningsih dalam pelepasan ekspor satu ton kakao fermentasi, Kamis (26/8), mengatakan, ekspor kakao dan komoditas hasil pertanian Bali lainnya menjadi berarti bagi masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19. Tentu juga menjadi sumber penghasil devisa bagi negara.
Menggenjot ekspor produk Bali ke luar negeri, bagi Bali, menjadi upaya untuk menggerakkan ekonomi daerah yang pertumbuhannya sedang mengalami kontraksi lantaran terdampak pandemi Covid-19. Ekonomi Bali, yang lebih banyak mengandalkan aktivitas dari sektor pariwisata, sedang terganggu karena sektor pariwisata Bali tengah menyepi.
Dari Berita Resmi Statistik mengenai perkembangan pariwisata Bali periode Juli 2021 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali pada Kamis (2/9), disebutkan, kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali pada periode Januari-Juli 2021 tercatat sebanyak 43 kunjungan, turun sebesar 99,99 persen dibandingkan dengan periode Januari-Juli 2020.
Pemberlakuan travel restriction atau kebijakan pembatasan perjalanan dan juga penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) memberikan andil dalam penurunan kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali. Menurut laporan BPS Provinsi Bali tersebut, selama Juli 2021, tercatat tidak ada wisman yang berkunjung ke Bali.
Perihal keterpurukan pariwisata Bali juga diungkapkan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati ketika menjadi narasumber secara daring bagi peserta Kuliah Kerja Dalam Negeri Peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespimti) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) Ke-30 Tahun 2021, Selasa (3/8).
Wakil Gubernur Bali yang lebih akrab disapa Tjok Ace itu menyebutkan masyarakat Bali awalnya mengandalkan sektor agraris, tetapi kemudian beralih ke sektor pariwisata. Selama sektor pariwisatanya masih terpuruk terdampak pandemi Covid-19, Bali sebenarnya masih memiliki sektor pertanian dan sektor industri yang juga menjadi penopang ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, dalam pembahasannya dengan peserta KKDN Sespimti Polri secara daring, Tjok Ace menyebutkan langkah pemerintah di masa pandemi Covid-19, di antaranya kembali mendorong sektor pertanian, termasuk kelautan dan perikanan, dan membangkitkan industri lokal sebagai penopang ekonomi rakyat.
Menembus Belgia
Secara terpisah, Ketua Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS) di Jembrana, Bali, Ketut Wiadnyana (48) mengatakan, penjualan biji kakao olahan kembali bergairah setelah penjualannya sempat menyepi akibat pandemi Covid-19. Kakao organik yang diproduksi petani anggota Koperasi Kerta Semaya Samaniya, Jembrana, juga dinilai berkualitas sehingga mendapat respons positif dari pembeli di luar negeri. Kakao organik yang difermentasi hasil olahan petani dan disalurkan melalui Koperasi KSS Jembrana menembus pasar Belgia dan Jepang.
”Kami menargetkan mampu mengekspor kakao fermentasi dua kali dalam setahun,” kata Wiadnyana ketika dihubungi pada Sabtu (28/8). Proses ekspor semakin mudah karena mereka mendapat pendampingan pemerintah, karantina, maupun bea dan cukai. Kesulitan mereka nasih di produksi. Permintaan dari pembeli besar, tetapi kemampuan memproduksinya belum mampu memenuhi permintaan.
Wiadnyana mencontohkan, satu pembeli di luar negeri meminta dikirimi 67 ton lebih kakao fermentasi setiap tahun, sedangkan kemampuan koperasi memproduksi masih di bawah 50 ton. Mengingat permintaan yang tinggi, koperasi menjajaki penambahan luas kebun cokelat melalui sistem kerja sama dengan pihak subak abian.
Tingginya animo pasar luar negeri terhadap produk pertanian, terutama buah-buahan dari Indonesia, khususnya Bali, diakui Direktur Utama PT Radja Manggis Sejati Jero Putu Tesan. Manggis asal Indonesia, terutama dari Bali, diminati pembeli asing, termasuk dari China. ”Meskipun dalam situasi pandemi, pasar produk buah di luar negeri masih terbuka. Kendalanya, penerbangan langsung dari Bali saat ini masih belum dibuka,” ujar Tesan ketika dihubungi Kamis (26/8).
Terkait kegairahan terhadap produksi pertanian dan industri pengolahan sebagai penopang ekonomi di masa pandemi Covid-19, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Wayan Windia menyatakan, ”serangan” pandemi Covid-19 menumbuhkan kesadaran baru bagi pejabat dan juga masyarakat Bali bahwa Bali tidak boleh lagi terlalu tergantung kepada sektor pariwisata.
Windia mengungkapkan, sesuai konsep Tri Hita Karana, maupun visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang dicanangkan Gubernur Bali, pembangunan ekonomi Bali seharusnya berlandaskan keseimbangan dan tidak boleh pincang pada satu sektor. ”Keseimbangan pembangunan antara sektor pertanian, industri, dan pariwisata akan mampu menjamin keberlanjutan ekonomi Bali dari semua goncangan eksternal,” ujar Windia, yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (Stispol) Wira Bhakti Denpasar.
Windia juga mendorong pemerintah lebih berperan dalam pembangunan dan pengembangan sektor pertanian maupun sektor industri pengolahan, seperti halnya pemerintah memperhatikan sektor pariwisata. Selain membangun kembali pertanian mulai dari hulu, Bali juga perlu mengembangkan industri pengolahan yang menunjang sektor pertanian.
Dengan pembangunan ketiga sektor ekonomi lokal secara terintegrasi dan terkoneksi itu, ujar Windia, Bali dinilai akan mampu menjaga keseimbangan ekonomi. Bahkan, mendongkrak perekonomian daerah. Ekspor biji kakao fermentasi adalah bukti bahwa Bali tak perlu bergantung penuh pada pariwisata.