Kasus Surat Gubernur Sumbar Minta Sumbangan, Polisi Periksa Para Pemberi
Keterangan saksi ini untuk melengkapi kekurangan saat gelar perkara dugaan penipuan. Adapun surat gubernur dipastikan asli.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Padang sedang memeriksa para pemberi uang dalam kasus surat Gubernur Sumatera Barat meminta sumbangan atau sponsor untuk penerbitan buku profil Sumbar. Keterangan saksi ini untuk melengkapi kekurangan saat gelar perkara dugaan penipuan. Adapun surat gubernur dipastikan asli.
Kepala Satreskrim Polresta Padang Komisaris Rico Fernanda di Padang, Sabtu (4/9/2021), mengatakan, pekan lalu pihaknya sudah melakukan gelar perkara atas dugaan kasus penipuan. Namun, belum ada kesimpulan sebab masih ada kekurangan-kekurangan.
”Kami kembali melakukan pemeriksaan untuk menambahkan keterangan yang masih kurang. Sekarang sedang periksa orang-orang yang memberikan uang (dalam permintaan sumbangan atau sponsor itu),” kata Rico, Sabtu siang.
Rico melanjutkan, sejauh ini penyelidik telah memeriksa 14 saksi, termasuk dari Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sumbar, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, dan oknum ES, makelar atau penghubung para penyebar surat sumbangan dengan gubernur. Sementara itu, polisi belum berencana meminta keterangan kepada Gubernur Sumbar Mahyeldi.
”Kami belum memutuskannya, apakah perlu atau tidak. Selain itu, untuk memanggil gubernur, kami juga perlu koordinasi dan minta izin terlebih dahulu ke Menteri Dalam Negeri. Apakah boleh memanggil atau tidak,” ujar Rico.
Kasus surat gubernur minta sumbangan ini bermula dari ditangkapnya lima warga pada 13 Agustus 2021, yaitu DA (46), warga Jawa Timur; DS (51), warga Sulawesi Selatan; AG (36), warga Sulawesi Selatan; MR (50), warga Jawa Timur; dan DM (36), warga Jawa Barat. Mereka diduga melakukan tindak pindana penipuan dan penggelapan terhadap pelaku usaha.
Berbekal surat gubernur, kelima orang bukan ASN, yang bekerja di bidang periklanan dan penerbitan buku, itu meminta sumbangan atau sponsor kepada pelaku usaha. Imbal balik kepada pemberi adalah diberi ruang iklan dalam buku profil Sumbar yang hendak diterbitkan. Walakin, dalam pemeriksaan polisi, surat tersebut ternyata asli, bukan penipuan. Kelima orang itu telah dipulangkan dan dikenai wajib lapor.
Rico menyebutkan, dari kelima orang itu, polisi menyita tiga dus besar berisi surat dan berkas yang hendak disebarkan ke seluruh daerah Sumbar. Adapun selama dua bulan beraksi di Kota Padang, mereka telah mengirimkan 21 permintaan ke calon sponsor dan mengumpulkan dana sekitar Rp 170 juta, baik melalui transfer maupun tunai, dan disimpan dalam rekening pribadi DS.
Dari barang bukti yang diperlihatkan Rico pada Sabtu (21/8/2021), antara lain ada dua lembar kertas atas nama pemprov yang dipakai pelaku, yaitu surat gubernur dan formulir order iklan berkop Bappeda. Surat berkop dan bertanda tangan gubernur tanggal 12 Mei 2021 isinya meminta partisipasi dan kontribusi penerima surat dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku profil ”Sumatera Barat: Provinsi Madani, Unggul, dan Berkelanjutan”.
Rico menjelaskan, dari keterangan saksi dari Setda Sumbar dan Bappeda Sumbar, surat itu memang asli dan dikeluarkan oleh instansi tersebut. Karena asli, kasus dugaan penipuan berpotensi besar tidak dilanjutkan. Namun, untuk memutuskan adanya tindak pidana atau tidak dalam kasus itu, perlu gelar perkara.
Adapun tindak lanjut bagi pemerintah provinsi, Rico pada Sabtu (21/8/2021) lalu belum menjelaskannya. ”Terkait provinsi, akan kami cek lebih lanjut, apakah ini kesalahan administrasi atau pidana. Yang jelas kami buktikan dulu kasus lima orang ini,” ujarnya.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, kasus tersebut mengarah pada dua hal, yaitu potensi pelanggaran administrasi dan potensi tindak pidana korupsi.
Dari segi pelanggaran administrasi, kata Feri, penyelenggara negara tidak boleh melakukan tiga hal, yaitu tidak sesuai kewenangan, mencampuradukkan kewenangan, dan sewenang-wenang. Dalam konteks ini, tindakan itu bisa masuk kategori tindakan tidak sesuai kewenangan dan sewenang-wenang.
”Kalau dilihat dengan konstruksi pasal pidana, bisa melanggar Pasal 3 dan pasal-pasal tipikor lainnya, terutama dalam hal penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Ini bisa menjadi korupsi, pemerasan, dan segala macamnya. Namun, perlu proses hukum lebih lanjut untuk melihat lebih terang kasus ini,” kata Feri yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas.
Surat resmi dari gubernur itu, menurut Feri, bisa mengandung unsur konflik kepentingan, sebab pelaku peminta sumbangan atau sponsor bisa menyatakan kegiatannya resmi. Mereka memiliki kekuatan untuk meminta kepada pelaku usaha. ”Ini melegalisasi tindakan yang bisa saja salah itu menjadi terlihat benar. Menekan orang bahwa kegiatan ini resmi. Namun, ini perlu pembuktian lebih tegas,” ujarnya.
Dari segi politik, tambah Feri, politisi lain punya kewenangan mengajukan hak interpelasi untuk mencari titik terang kasus ini. Melalui itu bisa dicari tahu apakah ini betul-betul murni malaadministrasi atau justru di dalamnya terdapat ruang tindak pidana korupsi.
Gubernur bungkam
Gubernur Sumbar Mahyeldi masih bungkam. Ia memilih menghindar ketika ditanyakan perihal kasus ini. ”Nanti, nanti, itu,” katanya. Bahkan, ajudan gubernur pada 31 Agustus lalu sempat mendikte wartawan agar tidak menanyakan perihal surat gubernur minta sumbangan itu. Aliansi Jurnalis Independen Padang dan Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang mengecam dikte tersebut karena berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi Sumbar Hefdi ketika dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya menunggu proses penyelidikan di polres. ”Sebaiknya kita tunggu proses di polres,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi, berpendapat semestinya gubernur berani (gentleman) menjelaskan duduk perkara kasus ini. Klarifikasi perlu agar kasus ini tidak menjadi bola liar yang menimbulkan asumsi dan tuduhan di tengah masyarakat. ”Kalau seandainya salah, ia harus bertanggung jawab,” katanya.
Gubernur mestinya gentleman, seperti sikapnya mengembalikan mobil dinas baru kemarin. Mestinya seperti itu kalau ingin menarik simpati publik.
Menurut Asrinaldi, gubernur tidak perlu khawatir atas tanggung jawab itu, semua ada aturan perundang-undangannya. DPRD Sumbar dengan dimensi politiknya bisa memanggil gubernur. Adapun terkait pengelolaan keuangan daerah, ada konsekuensi dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Terkait pidana, ada pada kepolisian.
”Ini jelas semuanya sepanjang disadari gubernur sebagai kepala daerah. Gubernur mestinya gentleman, seperti sikapnya mengembalikan mobil dinas baru kemarin. Mestinya seperti itu kalau ingin menarik simpati publik,” ujarnya.
Apabila gubernur tetap bungkam, tambah Asrinaldi, kondisi semakin liar. Yang paling dirugikan adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena Mahyeldi adalah kader PKS dan Ketua Dewan Pengurus Wilayah PKS Sumbar. ”Faktanya, orang juga mengaitkan kasus ini dengan PKS, dengan kelompoknya. PKS yang dirugikan sebenarnya. Mestinya itu harus disadari oleh gubernur,” ujarnya.