Terjadi Saat Kemarau, Banjir Bandang di Ngada Tewaskan Dua Orang
Banjir bandang menerjang Desa Inerie, Kabupaten Ngada, NTT. Dua orang meninggal dan satu korban hilang. Banjir bandang yang terjadi pada musim kemarau ini mengagetkan warga.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN/KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
BAJAWA, KOMPAS — Banjir bandang menerjang Kampung Waesugi, Desa Inerie, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (4/9/2021). Terjadi saat musim kemarau, banjir ini menewaskan dua orang dan seorang lagi dalam pencarian.
Don Meak Parera dari Palang Merah Indonesia Kabupaten Ngada yang berada di lokasi bencana melaporkan, dua korban tewas adalah Maria Goreti Dhiu (38) dan Milka Tuna (4). Maria dalam kondisi hamil lima bulan.
Hingga Sabtu malam, masih ada satu korban hilang, yakni Mikael Jeko (40), suami Maria. Mikhael diduga tertimbun tumpukan material banjir berupa lumpur, batu, dan potongan kayu. Kendati menggunakan ekskavator, tebalnya material menyulitkan pencarian.
Don mengatakan, banjir bandang terjadi setelah hujan deras sejak Jumat (3/9/2021) malam. Banjir bandang yang melewati kali mati Waesugi itu meluap dan menyeret rumah yang berdiri di bantaran. ”Rumah korban berada di bantaran kali,” katanya.
Lima rumah hilang tersapu banjir bandang dan beberapa lain diterjang sehingga mengalami kerusakan ringan hingga berat. Areal kerusakan itu memanjang sekitar 150 meter sepanjang bantaran kali. Warga yang terdampak sebanyak 26 orang.
Menurut Don, warga tidak menyangka datangnya banjir bandang ini. Alasannya, semua wilayah NTT sedang mengalami musim kemarau. Hari hujan pun sangat minim. ”Warga menduga di bagian hulu sana ada cekungan yang selama ini menampung air kemudian jebol,” katanya.
Cekungan itu diduga terbentuk setelah Badai Seroja awal April 2021. Saat itu, terjadi angin kencang, hujan deras, dan longsor di semua wilayah NTT. ”Menurut warga, di bagian hulu tidak ada penebangan kayu sehingga penyebab banjir bandang (kemungkinan) bukan kerusakan alam oleh manusia,” ucapnya.
Penanganan pengungsi
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ngada Theodosius Y Nono dalam laporan tertulis mengatakan, bantuan untuk warga terdampak mulai disalurkan pada Sabtu siang. Bantuan itu berupa makanan siap saji, selimut, dan tikar.
Untuk sementara, korban tinggal di rumah keluarga atau kerabat di desa itu. Bantuan diantar langsung ke rumah selama masa tanggap darurat 14 hari. Pemerintah daerah sengaja tidak membangun tenda untuk para korban lantaran rentan memicu kluster baru Covid-19.
Hingga Sabtu malam, bantuan dari berbagai pihak terus berdatangan. Sukarelawan dari sejumlah daerah, seperti Kabupaten Ende, Nagekeo, dan Kabupaten Manggarai Timur, juga bergerak ke sana. Lokasi banjir itu berada di kaki Gunung Inerie, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Abdul Muhari mengimbau Pemerintah Kabupaten Ngada dan masyarakat mempersiapkan rencana kesiapsiagaan. Langkah konkretnya berupa membersihkan daerah resapan dan saluran air hingga peninjauan kekuatan infrastruktur rumah warga di wilayah berpotensi banjir secara berkala.
”Selain itu, meningkatkan kewaspadaan dengan memeriksa prakiraan cuaca dari laman BMKG serta potensi bencana melalui inaRISK yang kemudian dapat diinformasikan kepada masyarakat sekitar melalui jejaring komunikasi,” kata Muhari.
Berdasarkan kajian inaRISK, Kabupaten Ngada memiliki potensi bahaya banjir bandang pada tingkat sedang hingga tinggi. InaRISK merupakan portal daring yang berisi pemetaan kajian risiko bencana.