Hari Pertama Sekolah, Terlambat Masuk dan Seragam Kekecilan
Giliran murid beradaptasi belajar di sekolah lagi setelah setahun lebih belajar jarak jauh, seperti di Kota Surakarta.
Muhammad Afro Satya Martin (12), murid SD Warga Surakarta, memasuki gerbang sekolah dengan tergopoh-gopoh, Kamis (2/9/2021). Waktu menunjukkan pukul 07.15. Ia terlambat 15 menit dari jadwal. Teman-temannya sudah lebih dulu berada di kelas mengikuti pelajaran hari pertama tatap muka setelah beberapa bulan belajar di rumah.
Rupanya, hari itu Afro bangun kesiangan. Pukul 07.00, ia baru bangun. ”Makanya, ini tadi jadi terlambat masuknya,” katanya tersipu, seusai sekolah.
Penampilan Afro juga berbeda dibandingkan teman-temannya. Seharusnya ia berseragam kemeja kotak-kotak biru dengan celana putih. Namun, Afro malah mengenakan seragam merah putih.
”Tidak, saya tidak lupa, kok, seragam yang harusnya dipakai. Cuma memang seragamnya sudah kekecilan. Jadi mau tidak mau harus pakai ini. Ini sudah beli lagi,” ujar Afro, menunjukkan seragam kotak-kotak yang baru dibelinya.
Baca juga: Surakarta Prioritaskan Pembelajaran Tatap Muka bagi Sekolah yang Sudah Simulasi
Afro tahu ia harus menyesuaikan diri lagi masuk pagi sesuai jadwal sekolah. Sudah lebih dari satu tahun lamanya ia menjalani pembelajaran jarak jauh. Metode pembelajaran tersebut tidak memerlukan waktu persiapan lama seperti pembelajaran tatap muka di ruang-ruang sekolah.
Sebab, pembelajaran dilakukan di rumah secara daring. Para murid menyimak penjelasan dari guru dengan gawainya masing-masing yang sudah tersambung jaringan internet.
”Kalau daring lebih cepat persiapannya. Kan, cukup menyalakan ponsel atau laptop saja. Kalau belajar di sekolah, kan, harus lebih banyak siap-siapnya. Juga ada waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan dari rumah ke sekolah,” katanya.
Baca juga: Nekat Gelar Tatap Muka, Warga Satu Sekolah di Surakarta Dites Antigen
Bahkan, Afro terkadang juga terlambat masuk kelas dalam pembelajaran jarak jauh. Kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00. Tetapi, bocah itu tak jarang baru benar-benar bangun mengikuti kelas pada pukul 07.30 atau 08.00.
”Jadi, memang perlu penyesuaian lagi buat bangun pagi dan siap-siap lainnya. Tetapi, ini tidak masalah. Saya lebih senang belajar langsung di sekolah. Sering kalau belajar di rumah lebih sulit memahaminya,” katanya.
Serangkaian pembatasan yang diterapkan juga tak memberatkan siswa. Mereka sudah terbiasa mengenakan masker saat beraktivitas dan selalu mencuci tangan apabila baru saja berpergian.
Kesulitan dalam pembelajaran jarak jauh tidak hanya dialami Afro. Teman sekelasnya, Grace Zifa (12), mengalami persoalan serupa. Masalah yang paling sering mengganggunya adalah jaringan internet yang tidak stabil. Pelajaran yang diberikan pun sulit diserap secara optimal.
”Pas internetnya enggak bagus, penjelasannya itu putus-putus. Jadi, saya sulit buat paham. Apalagi buat pelajaran seperti matematika. Tidak bisa tanya langsung,” kata Grace.
Bahkan, sempat sekali waktu tiba-tiba ia keluar dari ruang kelas daring akibat lemahnya sinyal. Padahal, guru sedang memberikan pengumuman mengenai ujian. Setelah berhasil masuk ke ruang kelas daring, guru yang bertugas sudah selesai menyampaikan pengumuman.
Grace senang akhirnya sekolah digelar tatap muka. Walaupun ada banyak pembatasan, bocah perempuan berambut panjang itu tak merasa direpotkan. Ia sadar protokol kesehatan harus diikuti untuk melindunginya dari penularan.
”Senang sekali, sekolah bisa berinteraksi langsung dengan guru. Bisa mengobrol juga dengan teman-teman,” katanya.
Di sekolah tempat Afro dan Grace menimba ilmu itu, protokol kesehatan diterapkan ketat. Sejumlah instalasi cuci tangan dipasang berjejer dengan jarak aman persis setelah memasuki gerbang sekolah. Suhu para siswa juga diukur terlebih dahulu sebelum masuk. Alur keluar masuk siswa juga diatur agar tidak terjadi penumpukan. Botol berisi cairan hand sanitizer pun terpasang di setiap pintu masuk kelas.
Selama berada di sekolah, siswa diwajibkan mengenakan masker. Sebagian besar siswa juga terlihat sudah mengenakan masker rangkap. Satu siswa dengan yang lain duduk saling berjarak lebih kurang satu meter. Setiap meja juga dilengkapi plastik penyekat.
Persiapan sekolah
Kepala SD Warga Surakarta Tri Agus Suryanto menjelaskan, persiapan penerapan protokol kesehatan dilakukan secara matang. Prosedur dari masuknya siswa hingga kepulangannya sudah diatur. Bahkan, pihaknya juga menggandeng fasilitas layanan kesehatan setempat jika nanti sewaktu-waktu ditemukan murid yang sakit di tengah aktivitas pembelajaran.
”Ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Jadi semacam lanjutan dari uji coba pembelajaran tatap muka sebelum akhirnya ada PPKM darurat dan PPKM level 4,” kata Tri.
Tri melanjutkan, respons dari orangtua dengan pembelajaran tatap muka juga baik. Lebih dari 90 persen orangtua siswa sudah memberikan izin pembelajaran tatap muka. Bagi siswa yang belum diizinkan orangtuanya belajar tatap muka, sekolah masih memfasilitasi pembelajaran jarak jauh. Lagi pula kapasitas kelas juga hanya dibatasi 50 persen.
”Jadi 50 persen belajar di rumah, 50 persen lainnya belajar di sekolah. Ini bergantian. Apa yang diajarkan di sekolah disiarkan langsung juga kepada siswa yang belajar di rumah. Dengan demikian, tidak ada siswa yang ketinggalan materi pelajaran,” kata Tri.
Abdul Haris Alamsah, Pelaksana Tugas Kepala Bidang SD dan Dinas Pendidikan Kota Surakarta, menyampaikan, Kamis ini, baru SD Warga yang memulai kembali pembelajaran tatap muka. Untuk tingkat SMP, yang sudah memulai lebih dahulu adalah SMP Negeri 22 dan SMP Islam Diponegoro. Secara bertahap, nantinya sekolah-sekolah lain juga akan mulai jika sudah dinilai siap menerapkan protokol kesehatan ketat.
”Itu nanti berkoordinasi dengan pengawas. Pada prinsipnya, semua sekolah negeri sudah siap. Terlebih yang sempat melakukan simulasi pembelajaran tatap muka beberapa waktu lalu,” kata Abdul, yang juga Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Surakarta itu.
Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Surakarta, tercatat ada 71 sekolah yang sempat menggelar pembelajaran tatap muka sebelum dikeluarkannya kebijakan PPKM darurat ataupun PPKM level 4. Secara rinci, SMP berjumlah 55 sekolah dari 74 sekolah yang ada, sedangkan SD berjumlah 16 sekolah dari sekitar 200 sekolah.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Surakarta Dwi Ariyanto menjelaskan, dari penerapan uji coba pembelajaran tatap muka, protokol kesehatan dapat diterapkan dengan baik. Untuk itu, sekolah-sekolah tersebut diprioritaskan memulai lebih dulu pembelajaran tatap muka.
Namun, lanjut Dwi, jika ada sekolah yang belum sempat melakukan simulasi, pihaknya meminta agar kepala sekolah segera mengajukan permohonan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Setelah itu, sekolah tersebut akan dinilai kesiapannya. Jika syarat-syarat yang ditentukan dipenuhi, sekolah tersebut diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka.
”Kami akan verifikasi mulai dari administrasi sampai visitasi untuk memastikan kesiapan sekolah betul-betul sesuai dengan ketentuan,” kata Dwi.
Di samping itu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyampaikan, pihaknya akan terus menggenjot vaksinasi Covid-19 terhadap pelajar. Kalangan pelajar menjadi salah satu prioritas untuk divaksinasi saat ini. Pembelajaran tatap muka berjalan paralel dengan pelaksanaan vaksinasi terhadap kelompok tersebut. Diharapkan, langkah ini nantinya turut membantu terbentuknya kekebalan komunitas.