Pengelolaan Belum Maksimal, Limbah Ternak Masih Cemari Sungai Citarum
Pengelolaan limbah ternak di Jawa Barat belum maksimal sehingga masih mencemari Sungai Citarum. Bahkan, ketika hujan lebat, kotoran hewan yang dibuang ke saluran air meluap ke permukiman warga.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pengelolaan limbah ternak di Jawa Barat belum maksimal sehingga masih mencemari Sungai Citarum. Bahkan, ketika hujan lebat, kotoran hewan yang dibuang ke saluran air meluap ke permukiman warga. Gerakan pemanfaatan limbah perlu diperluas untuk mengurangi pencemaran.
Sentra peternak di kawasan hulu Citarum berada di utara dan selatan Bandung. Di sana masih banyak peternak membuang kotoran sapi langsung ke saluran air yang mengalir ke sungai.
Salah satu kejadiannya terjadi di Desa Kayuambon, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (29/8/2021). Banjir bercampur kotoran sapi meluap ke permukiman akibat drainase tersumbat.
Kejadian itu membuktikan kotoran sapi dibuang ke saluran air tanpa diolah. Imbasnya, limbah ternak mencemari Sungai Cikapundung yang bermuara ke Citarum.
Untuk mengurangi pencemaran itu, sejumlah kelompok peternak di Lembang mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik, biogas, dan briket untuk media tanam. Namun, jumlahnya masih minim.
Di Lembang terdapat Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang beranggotakan sedikitnya 4.500 peternak aktif. Namun, dari populasi sapi sekitar 22.000 ekor, baru 20 persen yang kotorannya dikelola.
Salah satu kelompok peternak yang telah memanfaatkan limbah ternak adalah Obor Desa Organik Sukajaya, Lembang. Sekitar 20 peternak mengolah 2,7-5,4 ton kotoran sapi per hari untuk dijadikan briket media tanam.
”Dengan begitu, limbah ternak bisa dicegah agar tidak dibuang ke sungai. Peternak juga mendapatkan manfaat ekonomi dari pengolahan tersebut,” ujar pendamping lapangan dari PT Songsong Buwono Lestari, Supradani Putri Nurina, Kamis (2/9/2021).
Kotoran sapi dibuang ke saluran air tanpa diolah. Imbasnya, limbah ternak mencemari Sungai Cikapundung yang bermuara ke Citarum.
Putri menuturkan, sebagian peternak menggunakan briket sebagai media untuk menanam sayur. Beberapa peternak lain menjualnya dengan harga Rp 10.000-Rp 20.000 per kilogram. ”Pembuatannya tidak susah. Hanya perlu waktu menjemur (kotoran sapi) selama 3-5 hari,” katanya.
Program pengelolaan limbah ternak itu dimulai pada Januari 2020 sampai Desember 2021. Putri mengatakan, program diawali dengan mengubah pola pikir peternak tentang kotoran sapi yang bisa dimanfaatkan sehingga tidak dibuang sembarangan.
”Kotoran sapi di sini melimpah, tetapi belum semuanya dimanfaatkan. Masih banyak yang langsung dibuang ke saluran air,” ujarnya.
Selain di Bandung utara, peternak di Bandung selatan juga banyak yang belum mengelola limbah ternaknya. Kotoran sapi dibuang ke saluran air sehingga mencemari Sungai Cisangkuy yang bermuara ke Citarum.
Terdapat sekitar 2.600 peternak bergabung dalam Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) dengan populasi sapi mencapai 20.000 ekor. Peternak berasal dari Kecamatan Pangalengan, Kertasari, dan Pacet di Kabupaten Bandung.
Sejumlah peternak di Pangalengan mengelola kotoran sapi menjadi pupuk organik. Upaya ini diharapkan dapat mengendalikan pencemaran di hulu Citarum.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar Jafar Ismail menuturkan, pihaknya telah memfasilitasi mesin pengolah pupuk dan kendaraan roda tiga kepada KPBS dan KPSBU. Melalui pemanfaatan teknologi, kotoran hewan yang biasanya dibuang ke selokan atau sungai dimanfaatkan untuk memberikan manfaat ekonomi sehingga tidak mencemari lingkungan.
Jafar mengatakan, salah satu kelompok yang mengolah kotoran hewan menjadi pupuk organik dan memiliki pasar adalah Kelompok Taruna Mukti di Kabupaten Bandung. Kelompok itu mempunyai sertifikat organik dan bekerja sama dalam pemasaran secara kontinu dengan lembaga sosial pemerhati lingkungan hidup dan kelestarian alam Leuwikeris Hejo.
”Mereka membutuhkan 3.500 ton pupuk organik per tahun,” ujarnya dalam peluncuran pemasaran perdana pupuk organik limbah kotoran hewan (kohe) oleh KPBS Pangalengan, Kamis (2/9/2021).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap pemanfaatan kotoran hewan menjadi pupuk organik bisa dicontoh dan direplikasi di wilayah lain. Dengan begitu, upaya itu dapat mendukung program Citarum Harum yang telah berjalan sejak tiga tahun lalu.