Kasus kematian karena Covid-19 di Provinsi Sulteng masih tinggi dengan rata-rata 16 kasus per hari.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Jumlah pasien meninggal karena Covid-19 di Provinsi Sulawesi Tengah masih tinggi. Rata-rata terjadi 16 kematian akibat penyakit itu setiap hari dalam dua minggu terakhir. Keterlambatan perawatan di rumah sakit masih menjadi penyebab.
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Bencana Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng, jumlah kematian harian dalam dua minggu terakhir masih berkisar 10-30 kasus. Hanya satu hari jumlah kematian di bawah rentang tersebut, yakni pada Selasa (31/8/2021), dengan 6 kasus kematian. Jika dirata-rata sejak Kamis (19/8/2021) hingga Rabu (1/9/2021) atau dua minggu terakhir, jumlah kematian di Sulteng 16 kasus per hari.
Jumlah tersebut hanya turun 33 persen atau 8 kasus dari rata-rata jumlah kematian harian 24 kasus dari awal hingga pertengahan Agustus 2021. Kasus kematian tersebut separuhnya disumbang oleh Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Banggai, dan Poso.
Kecuali Parigi Moutong, tiga daerah lainnya melaksanakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 untuk mengedalikan penularan Covid-19. Hal itu dengan pembatasan tempat usaha hanya sampai pukul 20.00 atau 21.00 Wita dan ditiadakannya kegiatan di ruang publik (taman).
Masih tingginya kematian tersebut terjadi di tengah mulai menurunnya kasus penularan Covid-19 di Sulteng. Rata-rata kasus baru harian tak lagi hingga 900 kasus seperti pada akhir Juli hingga pertengahan Agustus 2021. Saat ini, kasus harian bertambah dalam rentang 190-590 kasus.
Tingkat kesembuhan pun makin tinggi hingga 900 pasien per hari. Jumlah kesembuhan terus melebihi tambahan kasus penularan harian. Tingkat kesembuhan berdasarkan data per Rabu (1/8/2021) 83 persen, naik dari 70 persen pada 19 Agustus 2021.
Kepala Dinas Kesehatan Banggai Anang S Otoluwa menyatakan, masih adanya kasus kematian karena keterlambatan rujukan ke rumah sakit. Pasien meninggal pada umumnya dirujuk saat gejalanya sudah berat, misalnya saturasi oksigen jauh di bawah standar minimal 95 persen.
”Belum lagi masih ada yang menolak untuk didiagnosis atau tes Covid-19. Sampai saat meninggal pun masih dianggap pasien tidak terinfeksi Covid-19,” kata Anang saat dihubungi di Luwuk, Banggai, Kamis (2/9/2021).
Masalah rujukan yang terlambat tersebut terjadi sejak kasus Covid-19 sangat tinggi pada rentang akhir Juli hingga Agustus. Terkait belum berubahnya masalah di hulu tersebut, Anang menanggapi, cara pandang tersebut memang sulit diubah dalam waktu singkat.
Semua komponen masyarakat harus bergerak bersama untuk mengatasi hal tersebut. Ini juga menjadi catatan jika terjadi gelombang lonjakan kasus berikutnya. Ia menuturkan, Dinas Kesehatan Banggai telah memperkuat tenaga kesehatan di puskesmas. Penguatan tersebut terutama untuk tata laksana pengobatan dan penanganan rujukan pasien Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso Taufan Karwur beberapa waktu lalu menyatakan, pasien yang meninggal rata-rata memiliki komorbid (penyakit penyerta), antara lain, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan asma. ”Varian virus saat ini memang lebih menular, gejala lebih berat, dan risiko kematian lebih tinggi,” ujarnya.
Seharusnya dari awal pemerintah menyiapkan antisipasi, baik dari edukasi soal Covid-19 maupun fasilitas kesehatan.
Sukarelawan Roa Jaga Roa (jaringan warga untuk pemenuhan kebutuhan pasien isolasi mandiri di Sulteng), Nurdin Lasahido, menyatakan, pada umumnya saat ini kasus kematian terjadi di daerah yang jauh dari layanan kesehatan. Kondisi itu diperparah dengan masih kuatnya stigma negatif terhadap orang yang kena Covid-19.
Hal itu membuat pasien atau warga yang terinfeksi cenderung menutup diri. Ketika kondisinya parah, pasien baru dibawa ke rumah sakit atau pusat kesehatan. Akibatnya, pasien sering tak tertolong lagi dalam kondisi tersebut.
”Seharusnya dari awal pemerintah menyiapkan antisipasi, baik dari edukasi soal Covid-19 maupun fasilitas kesehatan, sehingga masalah kematian tersebut bisa diatasi,” ujar Nurdin.
Tak boleh lengah
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura menyatakan, mulai menurunnya kasus penularan di Sulteng menggembirakan. Ia mengapresiasi kerja keras semua pihak, mulai dari organisasi perangkat daerah, TNI, Polri, hingga kelompok sukarelawan.
Namun, ia meminta agar semua pihak tak lengah dengan kondisi tersebut. ”Jangan kita kendur dengan penerapan protokol kesehatan dalam aktivitas harian. Kita harus tetap gotong royong untuk menangani Covid-19 di Sulteng,” ujarnya.
Dalam pantauan di lapangan, ketaatan warga terhadap protokol kesehatan sudah makin tinggi. Sudah agak jarang terlihat pengendara sepeda motor di jalan yang tak bermasker. Penjual atau pedagang di pinggir jalan pun terlihat mengenakan masker dari sebelumnya banyak yang tak bermasker.
”Saya selama ini lalai tak bermasker, tetapi sekarang saya tak mau lalai lagi. Banyak sekali orang yang saya kenal kena Covid-19 ini. Saya tidak mau sakit,” ujar Ayu (36), pemilik kios di pinggir jalan di bilangan Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.