Dari Kota hingga Desa, Harapan Bermekaran pada Pembelajaran Tatap Muka
Pembelajaran tatap muka di Banyumas, Jawa Tengah, telah digulirkan. Sejumlah harapan bermekaran di tengah keterbatasan. Cita-cita pun kembali digantungkan setinggi langit. Kiranya Covid-19 tidak kembali memupusnya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Bel sekolah di SMPN 1 Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah, berdenting, tanda waktu istirahat 30 menit. Suara pengumuman dari pelantang suara mengingatkan para murid menaati protokol kesehatan saat istirahat. Kebiasaan baru mengiringi harapan yang bermekaran di balik tembok-tembok sekolah, mulai dari kota hingga pelosok desa.
”Kalau (sekolah) daring bangunnya bisa pukul 06.30. Tetapi kalau PTM (pembelajaran tatap muka) bangun pukul 05.00,” kata Surya Ramdhani (15), siswa kelas IX B SMPN 1 Kalibagor, saat mengikuti PTM perdana yang digelar bersama 26 sekolah lain, di Banyumas, Rabu (1/9/2021).
Surya mengakui, selama pembelajaran daring di rumah, dia belajar delapan jam, yaitu pagi hingga siang hari sesuai jadwal pelajaran. Selepas pukul 14.00, Surya mengaku mengisi waktunya untuk bermain gim.
”Kadang bermain gim sampai pukul 02.00. Total untuk main gim 5-10 jam sehari, yang penting tugas-tugas sekolah selesai dikerjakan,” tutur Surya sembari tertawa.
Gim petualangan daring multipemain Free Fire (FF) menjadi salah satu gim yang digandrungi Surya bersama teman-temannya untuk mengisi waktu selama di rumah saja karena dirinya dilarang bermain di luar rumah oleh orangtuanya.
”Tidak boleh keluar rumah sama orangtua dan di tempat saya ada juga yang patroli karena masuk zona merah Covid-19. Sekarang senang banget bisa sekolah dan bertemu langsung dengan teman-teman,” kata Surya yang ingin segera bergegas kembali ke kelas untuk mabar (main bareng) FF dengan teman-temannya.
Saya lebih senang PTM karena bisa tanya langsung ke guru jika ada bahan pelajaran yang kurang saya pahami. (Khairunisa)
Keceriaan juga tampak di wajah Firzian Kamilasari (14) dan Khairunisa (14), siswi kelas IX A, yang bisa berjumpa dengan guru dan teman-temannya di sekolah. ”Terakhir ketemu teman-teman itu sebelum Idul Fitri. Saya lebih senang PTM karena bisa tanya langsung ke guru jika ada bahan pelajaran yang kurang saya pahami,” kata Khairunisa, yang bercita-cita menjadi guru.
Kamilasari, yang bercita-cita menjadi dokter, mengaku, pembelajaran daring di rumah dilakoni dengan santai. Namun, tugas sekolah sering kali menumpuk. ”Kalau di rumah bisa sambil rebahan, yang penting mantengin (memantau) HP. Tapi ya lebih enak di sekolah karena tugas itu pasti diselesaikan. Kalau di rumah, kadang tugas-tugas malah menumpuk karena dikerjakannya nanti-nanti saja,” tutur Kamilasari sambil tersipu.
Gesang Subagyo, guru PPKN di SMPN 1 Kalibagor, menyampaikan, meski secara umum banyak pelajar yang aktif menyerahkan tugas sekolah, masih ada beberapa anak yang tidak mengumpulkan. Hal ini, diakuinya, menjadi salah satu kendala pembelajran jarak jauh atau daring.
”Jika ada yang tidak mengumpulkan tugas, kami melaporkan kepada guru wali kelas. Nantinya wali kelas akan mengingatkan di grup WA kelas. Jika sudah ada teguran dan tetap tidak menyerahkan tugas, wali kelas akan mengunjungi siswa itu ke rumah,” ujar Gesang.
Gesang mengatakan, tugas guru bukan sekadar transfer ilmu pengetahuan, melainkan juga mendidik siswa-siswinya. Di sinilah para guru bisa menanamkan berbagai karakter, termasuk kedisiplinan terhadap peserta didik. ”Ini yang jadi tantangan karena tidak bertemu langsung, kami jadi sulit memantaunya,” tuturnya.
Sementara itu, Iwan Kurnia (33), salah satu orangtua murid di SMPN 1 Kalibagor, berharap pembelajaran tatap muka ini bisa berjalan lancar dengan protokol kesehatan ketat. Menurut dia, sekolah tatap muka membuat anak lebih disiplin.
"Kalau (sekolah) daring di rumah, anak saya itu bangunnya bisa pukul 10.00 atau pukul 11.00. Anak saya laki-laki dan kalau main itu pulangnya sampai larut malam,” tutur Iwan, yang sehari-hari berjualan buah.
Dia mengeluhkan, selama sekolah daring, biaya untuk membeli kuota internet bisa berkisar Rp 300.000-Rp 400.000 per bulan. Sebab, selain untuk sekolah daring, kuota juga pasti dipakai anaknya untuk bermain gim. ”Dulu saat masuk sekolah biasa, tidak ada anggaran ini,” ujar Iwan, yang mengaku tidak bisa 100 persen mengawasi anaknya saat di rumah.
Iwan mengatakan, tidak ada persiapan khusus untuk pembelajaran tatap muka bagi anak sulungnya tersebut. Segala perlengkapan dan kebutuhan sekolah sudah dibelikan sejak awal tahun ajaran baru. Tas dan sepatu justru baru dipakai lagi setelah PTM dimulai lagi kali ini.
Kepala SMPN 1 Kalibagor Sugeng Kahana menyampaikan, di sekolahnya terdapat 768 siswa dan 36 guru. PTM dilakukan secara giliran untuk setiap angkatan per hari dengan jumlah siswa per ruangan sebanyak 16 orang demi menjaga jarak. Selain itu, pihaknya juga menyiapkan sejumlah tempat cuci tangan dan pengecekan suhu tubuh. Jam sekolah pun dimulai pukul 07.00-10.30.
Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan, PTM dilakukan seiring dengan status Banyumas yang sudah masuk level 3 penanganan Covid-19. Menurut Husein, PTM bisa terus dilakukan asal protokol kesehatan tetap ditaati, sarana-prasarana pendukung disiapkan, serta ada kontrol ketat supaya kasus tidak lagi melonjak.
”Rabu ini ada 27 sekolah, yaitu SD dan SMP yang menggelar PTM. Berikutnya bertahap, hari Kamis ada 27 sekolah lagi. Jadi total sementara ada 54 sekolah yang melaksanakan PTM. Selama tidak ada gelombang kasus, PTM tetap jalan terus,” tutur Husein yang berharap vaksin bagi para siswa dapat segera tersedia.
Di tengah kekhawatiran akan adanya penularan Covid-19 serta berbagai keterbatasan akibat pandemi, baik siswa, orangtua, maupun guru sama-sama berharap pembelajaran tatap muka bisa berjalan lancar. Dalam perjumpaan yang dibatasi jarak dan wajah tertutup masker ini, harapan-harapan dalam pendidikan mulai bermekaran kembali.
Komitmen dan kepatuhan setiap pihak menjadi kunci keberlangsungan pembelajaran tatap muka. Jangan sampai, lonjakan kasus apalagi mutasi varian-varian baru dari virus korona merontokkan harapan-harapan sebelum sempat membuahkan hasil terbaik.