300 Personel Siaga Amankan Polres Yahukimo dari Serangan KKB
Tiga kelompok kriminal bersenjata menargetkan serangan ke Markas Kepolisian Resor Yahukimo pascaempat anggotanya ditangkap aparat. Ratusan anggota Satgas Nemangkawi dan Polres Yahukimo bersiaga menghadapi mereka.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 300 personel gabungan Satuan Tugas Nemangkawi dan anggota kepolisian setempat bersiaga mengamankan Markas Kepolisian Resor Yahukimo. Upaya ini demi mengantisipasi serangan kelompok kriminal bersenjata setelah empat anggotanya ditangkap.
Sebelumnya, tim Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi bersama jajaran polres setempat menangkap seorang kepala distrik atau camat dan tiga orang di Deikai, Kabupaten Yahukimo, Sabtu (28/8/2021). Inisial empat orang ini adalah EB, HH, YB, dan YH.
Setelah menjalani pemeriksaan hingga Senin kemarin, mereka telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan empat pekerja bangunan dan melukai seorang warga sipil di Kampung Bingki, Distrik Seredala, pada 24 Juni 2021.
”Empat tersangka kasus penyerangan pekerja di Kampung Bingki masih menjalani pemeriksaan di Markas Polres Yahukimo. Kami telah memperkuat pengamanan di markas dengan menyiagakan 300 personel,” kata Kepala Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi Komisaris Besar Faisal Ramadhani di Jayapura, Selasa (31/8/2021).
Ia mengatakan, terdapat tiga kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang diduga menargetkan serangan ke Markas Polres Yahukimo. Kelompok ini adalah Senap Sol, Tenius alias Tendius Gwijangge, dan Temianus Magayang.
”Gabungan anggota tiga kelompok ini mencapai 40 personel. Dari pemeriksaan salah seorang tersangka, terungkap tiga kelompok ini memiliki 19 pucuk senjata api,” kata Faisal yang juga Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua.
Ia menambahkan, KKB menargetkan menyerang Mapolres Yahukimo untuk menghentikan pemeriksaan empat tersangka tersebut. Sebab, pemeriksaan ini akan mengungkap lokasi persembunyian dan strategi KKB di Yahukimo selama ini.
Gabungan anggota tiga kelompok ini mencapai 40 personel. Dari pemeriksaan salah seorang tersangka, terungkap tiga kelompok ini memiliki 19 pucuk senjata api.
Empat tersangka ini dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ancaman hukumannya, pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Tersangka berinisial YH adalah anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang diduga membunuh keempat pekerja bangunan itu di Kampung Bingki. Sementara EB selaku camat atau kepala distrik di daerah Wusama, HH, dan YB adalah simpatisan KKB yang menyiapkan logistik dan akomodasi.
Melukai
Identitas keempat korban yang dibunuh adalah Suardi, Sudarto, Idin, dan Syaiful. Dalam peristiwa itu, para pelaku juga melukai seorang tokoh masyarakat di Bingki bernama Obaja Nang. Obaja hendak melindungi para pekerja saat diserang pelaku.
”Kami optimistis akan menemukan tambahan tersangka baru dalam sejumlah aksi teror KKB. Sebab, salah satu tersangka berinisial YH akan menjadi saksi kunci untuk mengungkap aksi KKB di Yahukimo selama ini,” ujarnya.
Diketahui, KKB pimpinan Tenius Gwijangge membunuh dua pekerja PT Mulia Baru bernama Rionaldo Raturoma dan Dedi Imam Pamungkas di Jalan Gunung, Kampung Kiribun, pada 22 Agustus 2021. Para pelaku juga membakar jenazah kedua korban.
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM), Sebby Sambom, mengatakan, pihaknya terlibat dalam dua aksi penyerangan pekerja di Kampung Bingki dan Jalan Gunung, Distrik Deikai. Menurut dia, para pekerja dinilai anggota intelejen dari TNI-Polri yang sedang menyamar untuk menghimpun informasi.
”Kami adalah TPN OPM yang berjuang untuk referendum Papua. Kami siap berperang menghadapi TNI dan Polri di Yahukimo. Kami meminta kepada pekerja, jika ingin tetap selamat, segera meninggalkan Yahukimo,” ucap Sebby.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey menilai, tindakan kelompok sipil bersenjata yang membunuh para pekerja infrastruktur di Yahukimo sungguh keji dan mencederai nilai kemanusiaan.
”Perbuatan para pelaku adalah aksi kriminal yang menyerang warga sipil. Perbuatan mereka sama sekali tidak menunjukkan kelompok yang sedang memperjuangkan referendum Papua,” kata Frits.