Porang Diandalkan Jadi Komoditas Ekspor Baru dari Pulau Madura
Porang ditargetkan menjadi komoditas ekspor anyar dari Madura. Pendampingan pada petani harus ditingkatkan agar potensi belasan miliar dari porang per musim panen bisa didapatkan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
BANGKALAN, KOMPAS — Porang (Amorphophallus muelleri) diproyeksikan menjadi komoditas pertanian berorientasi ekspor dari Pulau Madura, Jawa Timur. Potensi nilai ekonomi dari usaha tersebut diprediksi mencapai Rp 13,76 miliar per musim panen.
Sejauh ini, mayoritas komoditas ekspor dari Madura masih didominasi arang briket tempurung kelapa. Berdasarkan data Indonesian Quarantine Full Automation System Badan Karantina Pertanian, produknya diminati Rusia, Ukraina, dan Maldova. Porang diharapkan bisa menambah khazanah produk ekspor dari Madura.
Porang adalah salah satu tanaman umbi. Irisan porang diolah menjadi tepung untuk bahan baku industri kosmetik hingga beras shirataki. Setiap hektar tanaman porang menghasilkan 15-20 ton umbi porang. Dengan asumsi harga Rp 4.000 per kg umbi basah, keuntungan petani mencapai Rp 40 juta per hektar per musim panen.
Berdasarkan data Kementan, Jatim adalah sentra porang bersama Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat. Luas tanaman porang saat ini mencapai 47.461 ha atau meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, 19.950 ha.
Ke depan, lahan porang akan dikembangkan di 15 provinsi hingga 100.000 ha. Lahan di Jatim ditargetkan hingga 3.000 ha, Sulsel (2.000 ha), dan Jateng (1.500 ha).
Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Bangkalan Agus Mugiyanto mengatakan, budidaya porang telah berkembang di Sumenep dengan lahan seluas 43 hektar. Keberadaannya tersebar di Kecamatan Arjasa, Ambunten, dan Kecamatan Sapeken. Di sana, porang dikenal dengan sebutan katak.
”Agar dapat berkembang maksimal, pengelolaan porang perlu pendampingan hulu-hilir atau penanganan pascapanen. Tujuannya agar produknya lebih berkualitas dan berdaya saing di pasar ekspor,” ujar Agus, Senin (30/8/2021).
Agus mengatakan telah bekerja sama dengan Pemkab Sumenep untuk mendampingi petani porang. Pihaknya juga telah mengadakan sosialisasi tentang budidaya porang untuk meningkatkan pengetahuan petani.
Pada tahap berikutnya, petani akan dibantu mendapatkan bibit porang berkualitas. Karantina Pertanian Bangkalan juga akan memfasilitasi bantuan modal tanam dari kredit usaha rakyat. Selain itu, pascapanen juga akan menjadi perhatian agar petani bisa mengelola produk hasil panen, seperti irisan umbi porang (chips).
Agus memprediksi, apabila petani dapat menghasilkan irisan umbi porang dari luas panen pada lahan 43 hektar, nilai ekonominya mencapai Rp 13,76 miliar setiap musim panen atau selama delapan bulan. Harga irisan porang mencapai Rp 45.000-Rp 55.000 per kg atau lebih tinggi daripada harga umbi basah Rp 4.000-Rp 15.000 per kg.
Wakil Bupati Sumenep Dewi Khalifah meminta bimbingan teknis budidaya porang lebih diintensifkan. ”Saya ingin generasi muda hingga ibu-ibu di Sumenep membangun desanya melalui pertanian,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan Bambang mengapresiasi kerja sama Pemda Sumanep meningkatkan ekspor. Ke depan, ada inovasi dan terobosan berupa aplikasi peta potensi komoditas ekspor, IMACE. Aplikasi itu dapat diunduh gratis dan diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sentra komoditas pertanian berorientasi ekspor berbasis kearifan lokal.
”Selain porang, hilirisasi pengembangan industri pengolahan juga akan dilakukan sehingga memberikan nilai tambah optimal bagi petani dan pelaku usaha. Jika diperlukan, manfaatkan fasilitas KUR sektor pertanian atau fasilitas lainnya. Kementan siap memfasilitasi,” kata Bambang.