Buruh Rokok Sidoarjo Terima Bantuan Tunai dari Bagi Hasil Cukai Tembakau
Ribuan buruh pabrik rokok di Sidoarjo terima bansos Rp 300.000 per bulan selama 10 bulan. Itu merupakan jaring pengaman sosial menghadapi dampak pandemi Covid-19 dan implikasi dari rencana kenaikan cukai tembakau.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ribuan buruh industri rokok di Sidoarjo, Jawa Timur, mulai menerima bantuan sosial tunai dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau. Bantuan Rp 300.000 per bulan selama sepuluh bulan itu merupakan jaring pengaman sosial menghadapi pandemi Covid-19 sekaligus implikasi rencana kenaikan cukai tembakau.
”Bersyukur di masa sulit seperti ini masih bisa bekerja dan menghidupi keluarga. Harapannya, industri rokok tidak mati karena pandemi Covid-19,” ujar Sutik (49), salah seorang buruh linting di Pabrik Rokok Cengkir Mas di Desa Gempolsari, Tanggulangin, Rabu (30/8/2021).
Rasa syukur buruh rokok itu belakangan bertambah setelah ada pencairan bantuan sosial tunai bagi mereka. Setiap pekerja akan menerima Rp 300.000 setiap bulan selama 10 bulan, Maret-Desember 2021
Bansos tunai untuk pekerja industri rokok ini bersumber dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang diterima Pemkab Sidoarjo tahun anggaran berjalan. Nilai bansos tunai ini mencapai Rp 5,75 miliar dari total DBHCHT yang diterima sebesar Rp 18,9 miliar.
Asisten Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Sidoarjo Benny Airlangga mengatakan, pemberian bansos tunai ini amanah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206 Tahun 2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT. ”Tujuannya, meningkatkan daya beli masyarakat dan keadilan buruh industri rokok yang terdampak pandemi Covid-19,” kata Benny.
Dia mengatakan, kini ada 52 perusahaan rokok di Sidoarjo dengan jumlah pekerja lebih dari 2.500 orang. Industri rokok ini tersebar di sejumlah kecamatan, dengan terbanyak di Tanggulangin dan Candi. Skala industrinya sebagian besar industri kecil dan menengah.
Dari jumlah tersebut, yang menerima bantuan sosial tunai hanya 1.930 pekerja dari 41 pabrik rokok. Industri lainnya tidak menerima bantuan karena tidak memenuhi syarat, antara lain, karyawan harus beridentitas Sidoarjo. Selain itu, industri rokok harus melakukan kegiatan produksi secara rutin, bukan hanya melayani pesanan.
Benny menambahkan, penyaluran bansos tunai kepada pekerja sektor industri rokok menggunakan mekanisme nontunai. Dana akan ditransfer secara langsung ke rekening masing-masing pekerja melalui PT BPR Delta Arta, salah satu BUMD yang dikelola Pemkab Sidoarjo.
”Pada pencairan tahap pertama, pekerja akan menerima Rp 1,8 juta. Uang tersebut merupakan akumulasi bantuan Maret-Agustus. Setelah itu, pekerja akan menerima pencairan setiap bulan mulai September hingga Desember,” ucap Benny.
Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mengatakan, pemberian bansos tunai ini bagian dari upaya pemda memberikan jaring pengaman sosial bagi pekerja sektor industri rokok menghadapi dampak pandemi. Dia berpesan agar dana tersebut dimanfaatkan untuk usaha produksi, bukan membeli barang yang bersifat konsumtif.
”Melalui program bantuan ini, kesejahteraan pekerja rokok meningkat. Dengan daya beli lebih baik, masyarakat bisa berkontribusi menggerakkan perekonomian lokal. Pada akhirnya, warga bisa membantu pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi di daerahnya,” ujar Subandi.
Subandi mengatakan, pihaknya berkomitmen mengembangkan industri rokok karena menyerap banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, pembinaan terus dilakukan agar pelaku usaha bisa menjalankan usahanya dengan baik, membuka lapangan kerja lebih luas, dan berkontribusi tinggi pada pendapatan negara.
Kepala Subbagian Sumber Daya Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kelautan Perikanan Biro Perekonomian Pemprov Jatim Shoviatusholiha mengapresiasi Pemkab Sidoarjo yang memelopori penyaluran bansos ini. Dari 38 kabupaten dan kota penerima DBHCHT di Jatim, baru pekerja di Sidoarjo yang menerima bantuan.
Bansos tunai untuk pekerja rokok merupakan program pemerintah pusat sebagai bantalan sosial dari dampak kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau yang berpengaruh pada pengurangan karyawan, bahkan penutupan pabrik. Sasaran penerima bantuan ini ialah pekerja dan petani tembakau.
”Nilai bantuan yang diterima pekerja di setiap daerah tidak akan sama karena disesuaikan dengan nilai DBHCHT untuk daerah tersebut dan jumlah pekerja yang menjadi sasaran penerima,” ucap Shoviatusholiha.
Sekretaris Asosiasi Perusahaan Rokok Sidoarjo Amin Wahyu Hidayat mengatakan, pandemi menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi tersebut diperburuk dengan tingginya peredaran rokok ilegal yang mendorong persaingan pasar tidak sehat.
”Harapan pelaku usaha, pemerintah menunda kenaikan tarif cukai rokok tahun ini. Industri rokok memerlukan perhatian serius karena kontribusinya yang besar bagi negara. Selain menyerap banyak tenaga kerja, industri rokok juga menyumbang pendapatan melalui penerimaan cukai,” kata Amin.