Ironi Lonjakan Ekspor Mebel Jepara di Tahun Kedua Pandemi
Melonjaknya biaya pengiriman lewat laut mencapai tahap tidak wajar, yang membuat sejumlah ekspor tertahan. Itu ironis karena, di tengah pandemi Covid-19, permintaan ekspor mebel produksi Jepara justru meningkat.
Desing mesin gerinda nyaring terdengar dari rumah produksi Jepara Asia Mas Furniture di Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (25/8/2021) siang. Sambil mengenakan masker, sejumlah pekerja laki-laki dan perempuan dengan telaten memoles mebel perpaduan kayu dengan resin.
Berjarak sekitar 25 meter, di bangunan lainnya, kardus-kardus beragam ukuran berisi mebel siap ekspor menumpuk hingga menyesaki gudang berukuran 1.800 meter persegi tersebut. Tingginya tumpukan kardus hingga lebih dari 2 meter. Adapun luas total gudang CV JAMF ialah 7.500 meter persegi.
Baca Juga: Ekspor Mebel Jepara Terkendala Minimnya Kontainer Pengiriman
”Ini dampak dari buyer (pembeli) yang sulit mencari kontainer karena ocean freight (tarif pengiriman lewat laut) melonjak 400-500 persen. Mereka minta jangan dikirim dulu. Akibatnya menumpuk dan cashflow (arus kas) menjadi tersendat,” kata Eri Agus Susanto, pemilik Jepara Asias Mas Furniture (JAMF).
Menurut Eri, kondisi itu dirasakan sekitar empat bulan terakhir. Dengan status free on board (FOB), biaya perjalanan barang ditanggung pembeli, sedangkan ia hanya menanggung hingga Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Namun, uang baru akan ditransfer jika barang sudah sampai pelabuhan dan dokumen ekspor lengkap.
Di sisi lain, pembeli meminta barang tidak dikirim dulu. Selain kesulitan mencari kontainer, dari informasi yang ia terima, barang juga masih menumpuk di pelabuhan negara tujuan. Apabila biasanya ia mengirim hingga delapan kontainer per bulan, hingga Rabu (25/8) baru satu kontainer yang dikirim pada Agustus 2021.
Gaya mebel produksinya yang perpaduan kayu dengan resin dikirim ke sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Australia. Dampak paling terasa ialah eskpor ke AS dan Eropa, sedangkan tujuan Asia relatif aman.
Kendati minimnya kontainer menjadi urusan pembeli, jika berkepanjangan, akan berdampak bagi pelaku usaha. ”Jadi, barangnya ada, tetapi uangnya belum ada. Kalau kondisi seperti ini terus bahaya. Buyer kelas menengah ke bawah bisa berhenti karena takut tidak bisa menjual,” ujar Eri.
Pada akhirnya, di tengah situasi serba tidak pasti tersebut, bergantung seberapa kuat modal pelaku UKM. Belum lagi dampak ikutan seperti pada pemasok barang setengah jadi. Di Jepara, sejumlah industri mebel menerima barang setengah jadi dari pemasok. Di CV JAMF, 30 persen dari pemasok, sedangkan sisanya produksi sendiri.
Eri menuturkan, kondisi itu masalah global yang diawali dampak lockdown di sejumlah negara pada 2020, yang membuat kontainer tertahan. Pola lalu lintas perdagangan luar negeri, lewat laut, kemudian berubah. Dampaknya dirasakan hingga kini, bahkan semakin signifikan.
Kondisi itu menjadi tantangan bersama para pelaku industri ekspor. Menurut dia, apabila produk yang dihasilkan tidak betul-betul unik atau menarik, tidak akan dibeli. ”Yang bertahan hanya yang membuat produk itu yang menjual serta harganya tak mahal. Ini benar-benar menjadi seleksi alam. Yang kuat yang bertahan,” katanya.
Tidak wajar
Marketing Manager CV Mandiri Abadi, Jepara, Hidayat Hendra Sasmita menuturkan, tanda-tanda sulitnya ketersediaan kontainer sudah dirasakan sejak 2020. Awalnya, ia mengira hanya terjadi pada awal pandemi Covid-19 saat banyak pembatasan di sejumlah negara. Namun, pada 2021, situasi justru memburuk.
Menurut dia, kondisi itu lebih parah ketimbang tidak ada permintaan sama sekali. ”Kalau ini, kan, barang sudah jadi atau sudah diproduksi, tetapi tidak bisa dikirim. Perputaran cashflow jadi terkendala. Kenaikan ocean freight hingga 500 persen di luar batas kewajaran,” kata Hendra.
Saat normal, CV Mandiri Abadi mengirim 60-65 kontainer per bulan, masing-masing ukuran 40 feet ke sejumlah negara di Eropa serta AS. Namun, kini sekitar 50 kontainer per bulan. Ia sendiri mengaku tak tahu apakah kondisi itu memang disebabkan dampak pandemi atau akibat perang dagang AS dengan China.
Pemilik sekaligus Direktur PT Modatama Global Logistik, perusahaan jasa pengurusan ekspor-impor di Jepara, Chairul Anwar, mengemukakan, dalam ekspor impor, fluktuasi biaya pengiriman kapal lewat laut hal biasa. Namun, biasanya setelah tiga bulan ada kenaikan, tarif kembali turun.
Yang terjadi kali ini, sejak November 2020 belum ada tanda-tanda ocean freight akan turun. Sebaliknya, merangkak naik. ”Kenaikan ini terus bertahap. Setiap dua minggu biaya naik berkisar 1.000-2.000 dollar AS. Padahal, saat normal, kenaikan paling besar paling 500 dollar AS,” ujar Chairul.
Ia mencontohkan, saat normal biaya pengiriman lewat laut ke New York, AS, sekitar 2.500 dollar AS per kontainer berukuran 40 feet. Sementara kali ini sudah mencapai 17.500 dollar AS. Itu pun untuk pengiriman termurah. Adapun untuk kategori VVIP harganya lebih tinggi lagi.
Eri Agus Susanto, yang juga Ketua Bidang Promosi Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jepara Raya, menuturkan, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten telah mendata permasalahan itu. Namun, belum ada solusi. Ia pun memaklumi karena hal ini merupakan persoalan global.
Ia memperkirakan, ke depan akan terjadi normal baru dalam ekspor impor, termasuk mebel. ”Pasar akan terbangun sendiri, salah satunya barang mungkin akan dijual lebih mahal. Yang jelas, sekarang buyer minta kontainer diisi sebanyak mungkin,” ucapnya.
Baca Juga: Industri Mebel Jepara Masih Terhambat Bahan Baku dan Regulasi
Kini, tren bergeser. Biasanya para pembeli menginginkan barang furnitur bentuk jadi. Kini, dalam bentuk copotan untuk dirakit ulang. Cara tersebut, kata Eri, adalah upaya pembeli dalam menyiasati tingginya biaya pengiriman.
Ironi
Minimnya ketersediaan kontainer serta meroketnya biaya pengiriman lewat laut menjadi ironi. Sebab, dalam setahun terakhir atau sejak pandemi Covid-19, permintaan mebel dari luar negeri sedang melonjak.
Itu yang terjadi di CV JAMF. Apabila sepanjang 2019 terkirim kurang dari 25 kontainer, pengiriman tahun 2020 mencapai 50 kontainer. ”Permintaan barang memang luar biasa. Hingga Mei 2021 saja sudah mencapai 75 persen dari omzet 2020. Hanya, kendala saat ini, ya, kontainer tadi. Barang tak bisa dikirim,” kata Eri.
Sebelum pandemi Covid-19, banyak pembeli datang langsung ke ruang pamer produk di Jepara. Seiring pandemi dan kian berkembangnya lokapasar (marketplace), pembeli beralih ke daring. Penjualan di showroom pun menurun.
Pemilik UD Vista Homedeco, Jepara, Tafrikan, mengatakan, ia telah mengendus menipisnya ketersediaan kontainer ekspor serta tingginya harga pengiriman sejak akhir 2020. Maka itu, sejak Januari 2021, ia beralih mencari pasar lokal. Sebelumnya, 70 persen pasar ekspor dan 30 lokal, tetapi kini berimbang.
Sebelumnya, lanjut Tafrikan, omzet ekspor setahun Rp 2 miliar. Namun, kini berkurang separuh lebih karena mengalihkan pasar. Itu strategi agar arus kas tetap bergulir, sambil menunggu kondisi pulih.
Di tengah kendala mahalnya biaya pengiriman ekspor, bagaimanapun pelaku UKM tak bisa memaksakan diri. ”Bagi saya, pandemi sebenarnya momentum membuat konsep-konsep baru dan mengembangkannya. Harapannya, saat nanti ekonomi sudah pulih, akan langsung disambut pembeli,” ujar Tafrikan.
Kepala Seksi Promosi Ekspor dan Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara Edi Widodo menuturkan, kebijakan atau intervensi terkait kendala terbatasnya kontainer menjadi kewenangan pusat. Namun, pihaknya terus mendata dan menyampaikan kondisi terbaru kepada pemerintah provinsi dan pusat.
”Memang kendala tersebut merata terjadi pada industri-industri mebel di Jepara. Kondisinya memang seperti itu. Kami juga menginformasikan apabila ada pameran-pameran, yang kali ini lebih banyak virtual, akibat pandemi Covid-19,” ucap Edi.
Data Badan Pusat Statistik Jateng, volume ekspor kayu dan barang dari kayu pada 2020 sebanyak 70.884,84 ton atau menurun diibandingkan pada 2019 yang mencapai 83.086,35 ton. Sementara nilai komoditas tersebut pada 2020 sebesar 53,4 juta dollar AS atau turun dibandingkan pada 2019 yang mencapai 62,2 juta dollar AS.