Mural Mirip Jokowi di Kota Bandung Dihapus Petugas
Penghapusan mural mirip Presiden Joko Widodo juga terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Bentuk kritik sosial ini sebaiknya tidak ditanggapi berlebihan karena bersumber dari keresahan rakyat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Coretan dinding atau mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo di salah satu sisi Jalan Layang Pasupati, Kota Bandung, dihapus pada Kamis (26/8/2021) siang. Petugas beranggapan gambar tersebut mengandung unsur vandalisme dan merusak ketertiban umum.
Kepala Unit 3 Bidang Ketentraman Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Tranmas Satpol PP) Sumijo menyatakan, pihaknya mengerahkan 20 petugas untuk membersihkan dinding tersebut. Mural yang dikabarkan mirip Presiden Jokowi berada di dinding tersebut selama beberapa pekan terakhir.
Dinding yang menjadi media gambar ini berubah menjadi abu-abu polos setelah dibersihkan petugas. Warna ini kontras dengan beragam grafiti yang kaya warna di sebelahnya. Petugas pun hanya berfokus mengecat bagian yang sebelumnya bergambar sosok mirip Jokowi.
”Kami mulai bekerja dari pukul 11.00. Pimpinan meminta semua mural yang dianggap berbentuk seperti Bapak Presiden dihapus. Setelah ini, kami juga akan menelusuri beberapa jalur untuk melihat ada coretan yang serupa dan menghapusnya,” ujar Sumijo.
Kepala Satpol PP Kota Bandung Rasdian Setiadi menyatakan, pihaknya akan membersihkan semua gambar yang dianggap merusak fasilitas umum. Karena itu, petugas akan menyisir daerah-daerah dengan gambar yang dianggap mengotori ruang publik.
”Kami bertugas untuk mendampingi dan membantu pihak-pihak yang melapor. Dalam hal ini kewilayahan melaporkan adanya gambar mirip Presiden Jokowi. Ke depan, semua gambar yang dianggap mengganggu ketertiban juga akan kami bersihkan,” ujarnya.
Penghapusan mural mirip Presiden Jokowi ini tidak serta-merta menghilangkan potretnya di media sosial. Mural ini beredar di media sosial, terutama di akun yang erat dengan Kota Bandung. Sejumlah komentar menyayangkan tindakan petugas yang membersihkan gambar yang bagus dan menggambarkan keresahan masyarakat di tengah pandemi.
Petugas represif
Dosen Komunikasi Visual Universitas Padjadjaran (Unpad), Teddy Kurnia, berpendapat, mural mirip Jokowi ini tidak dibuat sembarangan. Karena itu, dia menyayangkan petugas yang menganggap gambar tersebut sebagai bentuk vandalisme.
Menurut Teddy, respons petugas yang represif ini terlalu berlebihan hanya karena gambar tersebut mirip Jokowi. Padahal, gambar mirip Jokowi ini dianggap bentuk kekecewaan masyarakat terhadap para pemimpin negeri ini.
”Ini bukan dibuat sembarangan orang. Ini adalah street art (seni jalanan) karena memiliki nilai artistik. Gambar ini kaya akan simbol dan pesan yang menggambarkan keresahan masyarakat. Sementara vandalisme adalah coretan yang tidak memiliki makna dan cenderung merusak keindahan,” ujarnya.
Menurut Teddy, dinding jalan kerap digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat. Apalagi, coretan dinding sebagai bentuk ekspresi telah ada sejak zaman prasejarah. Dulu, masyarakat purba menggunakan dinding gua untuk menggambarkan keadaan di sekitarnya.
Grafiti sebagai bentuk kritik sosial juga mulai dikenal saat Pablo Picasso, maestro pelukis asal Spanyol, mengkritik Perang Saudara di Spanyol tahun 1937. Bahkan, di era kemerdekaan, mural bertuliskan ”Merdeka atau Mati” kerap ditemui di jalanan kota-kota besar.
”Bisa saja karena kritik lewat mural ini masih jarang, apalagi di tempat strategis dengan ukuran cukup menonjol, ini bisa meresahkan pemerintah. Padahal, protes lewat mural ini cukup lazim dan tidak dianggap sebagai bentuk vandalisme,” ujarnya.